BAB IV A. ANALIS HUKUM ISLAM TENTANG STATUS HAK WARIS. elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. yang ditinggalkan atau berpindah dan menjadi hak milik ahli warisnya. Allah SWT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

KEWARISAN SAUDARA KANDUNG LAKI-LAKI/ SAUDARA SEBAPAK LAKI-LAKI BERSAMA ANAK PEREMPUAN TUNGGAL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP METODE PEMBAGIAN WARIS DENGAN CARA LOTRE DI DESA KEMLOKOLEGI KAB. NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pewarisan erat hubungannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda antara yang satu dengan

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB II TINJAUAN HUKUM WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam agama Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan

SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT PARA KIAI DI DESA SIDODADI KECAMATAN BANGILAN KABUPATEN TUBAN TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS MELALUI WASIAT

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. Alamat : Jl. AES Nasution Gang Samudin Rt 11 Rw 02

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. keadaan geografis, mata pencaharian, dan agama penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

Kaidah Fiqh. Perbedaan agama memutus hubungan saling mewarisi juga waii pernikahan. Publication: 1434 H_2013 M KAIDAH FIQH: PERBEDAAN AGAMA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana sempurnanya Islam. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna,

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Bersama H. Ahmad Bisyri Syakur, Lc, MA Direktur Zaid bin Tsabit waris center

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB IV. A. Analisis terhadap Penentuan Bagian Waris Anak Perempuan. 1. Analisis terhadap Bagian Waris Anak Perempuan dan Cucu Perempuan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

BAB I PENDAHULUAN. bagi rata kepada anak laki-laki dan anak perempuan.

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki -

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

Bersama : H. Ahmad Bisyri Syakur,Lc.MA.

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt. maupun terhadap sesama umat manusia. Melalui ayat-ayat dan hadis

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

KAIDAH FIQH. Disyariatkan Mengundi Jika Tidak Ketahuan Yang Berhak Serta Tidak Bisa Dibagi. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB DAN TENTANG STATUS WALI DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Syarah Istighfar dan Taubat

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS DI KAMPUNG ADAT PULO KABUPATEN GARUT DALAM PERSEPSI HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

UNTUK KALANGAN SENDIRI

TAFSIR SURAT ATH- THAARIQ

Warisan Untuk Janin, Wanita, Huntsa Musykil dan Yang Mati Bersamaan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

ورث يرث اراث و مريااث

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

SUMPAH PALSU Sebab Masuk Neraka

Transkripsi:

97 BAB IV ANALISIS HAK WARIS ANAK YANG STATUS AGAMANYA BELUM PASTI (AYAH MENINGGAL DALAM KEADAAN ISLAM DAN IBU MENINGGAL DALAM KEADAAN KRISTEN) A. ANALIS HUKUM ISLAM TENTANG STATUS HAK WARIS Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya dia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan Negara. Melalui kebijakan-kebijakan dalam mengayomi anak. Menurut ajaran Islam, anak merupakan amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati orang tuanya. Sebagai amanah, anak harus diperlakukan dan dijaga sebaik mungkin oleh orang yang memegangnya yaitu orang tua. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak mungkin bisa dihilangkan dengan alasan apapun. Anak kandung sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, mempunyai ibu yang melahirkannya (ibu biologis) dan ayah yang menikahi ibu yang melahirkannya (ayah biologis) serta memiliki kedudukan yang terpenting di dalam keluarga. Disamping oleh orang tuanya, anak itu dilihat sebagai generasi penerus, juga dipandang sebagai wadah atau tempat tumpuan dimana semua harapan orang tuanya kelak kemudian hari. Wajib 79

08 ditumpahkan juga dipandang sebagai pelindung orang tuanya disaat orang tua itu sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk mencari nafkah sendiri. Dalam pasal 250 KUH Perdata yang berbunyi anak sah adalah anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. 1 Dalam pasal 42 undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. 2 Dalam kompilasi hukum Islam pasal 99, disebutkan bahwa anak yang sah adalah: a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. b. Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. 3 Kedudukan anak kandung dalam KUH Perdata merupakan kedudukan tertinggi, dimana si anak berhak atas pemenuhan kebutuhan dari kedua orang tuanya baik pendidikan, pewarisan, pemeliharaan, perwalian nikah, dan perwakilan di dalam ataupun di luar pengadilan serta segala hak anak dari kedua orangtuanya dengan sendirinya. 1 R. Subekti dan Tjitrosudibio, KUHPerdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), 62 2 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2011), 88 3 Ibid,.

08 Hak dan Kedudukan Anak dalam Keluarga yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah atau hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut, sedangkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak dengan li an (sumpah) bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaannya dan pengadilan atas permintaan pihak berkepentingan memutuskan tentang sah tidaknya anak. Seorang anak begitu dilahirkan berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya baik pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan adalah anak. Anak baik laki-laki maupun perempuan adalah ahli waris, bahkan ia adalah ahli waris yang paling dekat dengan pewaris. Namun yang menjadi pertanyaan apakah anak dalam kandungan termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan atau tidak. Bagaimana Fiqh Islam dan hukum positif di Indonesia menempatkan posisi anak dalam kandungan sebagai ahli waris. Dalam pasal 250 KUH Perdata yang berbunyi anak sah adalah anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. 4 Dalam pasal 42 undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat 4 R. Subekti dan Tjitrosudibio, KUHPerdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), 62

08 perkawinan yang sah. 5 Dalam kompilasi hukum Islam pasal 99, disebutkan bahwa anak yang sah adalah: c. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. d. Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. 6 Kedudukan anak kandung dalam KUH Perdata merupakan kedudukan tertinggi, dimana si anak berhak atas pemenuhan kebutuhan dari kedua orang tuanya baik pendidikan, pewarisan, pemeliharaan, perwalian nikah, dan perwakilan di dalam ataupun di luar pengadilan serta segala hak anak dari kedua orangtuanya dengan sendirinya. Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anak di rumah maka ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya dalam keadaan membutuhkan nafkah, ia tidak wajib menafkahi anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. 5 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2011), 88 6 Ibid,.

08 Salah satu ahli waris yang berhak menerima warisan adalah anak baik lakilaki maupun perempuan adalah ahli waris, bahkan ia adalah ahli waris yang paling dekat dengan pewaris. Namun yang menjadi pertanyaan apakah anak dalam kandungan termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan atau tidak. Bagaimana Fiqh Islam dan hukum positif di Indonesia menempatkan posisi anak dalam kandungan sebagai ahli waris. Bagian harta peninggalan si pewaris yang akan dinikmati oleh para ahli waris baik anak laki maupun anak perempuan kemudian ditetapkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 11 sebagai berikut : ي وص يك م الل و ف أ و ل د ك م ل لذ ك ر م ث ل ح ظ ا ل ن ث ي ي ف إ ن ك ن ن س اء ف و ق اث ن ت ي ف ل ه ن ث ل ث ا م ا ت ر ك و إ ن ك ان ت و اح د ة ف ل ه ا الن ص ف و ل ب و ي و ل ك ل و اح د م ن ه م ا الس د س م ا ت ر ك إ ن ك ان ل و و ل د ف إ ن ل ي ك ن ل و و ل د و و ر ث و أ ب و اه ف ل م و الث ل ث ف إ ن ك ان ل و إ خ و ة ف ل م و الس د س م ن ب ع د و ص ي ة ي وص ي ب ا أ و د ي ن آب اؤ ك م و أ ب ن اؤ ك م ل ت د ر ون أ ي ه م أ ق ر ب ل ك م ن ف ع ا ف ر يض ة م ن الل و إ ن الل و ك ان ل يم ا ح ك يم ا Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak- anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.

08 Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 7 Dalam Al Qur an Surat Annisa ayat 11 disebutkan : Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan) untuk anak-anakmu : bagian seorang anak lakilaki sama dengan bagian dua anak perempuan. Dalam ayat ini Allah hanya menjelaskan tentang perbandingan bagian anak laki-laki dan perempuan dalam warisan orang tuanya. Tidak dijelaskan apakah anak yang dimaksud adalah anak yang sudah lahir atau anak yang masih dalam kandungan. Oleh sebab itu jawaban dari pertanyaan berhakkah anak yang masih dalam kandungan ibunya terhadap harta warisan atau tidak, belum kita temukan jawaban pasti dari Al Qur an, karenanya pemahaman anak jika dalam Al Qur an dikaitkan dengan kelahirannya sebagai ahli waris masih bersifat zhanny sehingga bisa ditafsirkan dan dikaji lebih lanjut. Kedudukan anak sebagai ahli waris dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia dijumpai aturan yang jelas. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 174 ayat (1) yang berbicara tentang siapa-siapa yang berhak sebagai ahli waris : Kelompokkelompok ahli waris terdiri dari : a. Menurut hubungan darah : golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek. Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. 8 Katakata anak laki-laki dan anak perempuan tidak dirinci secara jelas, apakah yang dimaksud anak yang sudah lahir atau masih dalam kandungan. Dalam penjelasan pasal inipun tidak dijumpai penjelasan masalah itu karena pasal ini dianggap cukup jelas, 7 Departemen Agama RI, Al-Qur an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar, 2004), 78

08 padahal ini menimbulkan ketidakpastian, bisa jadi yang dimaksud anak yang sudah lahir, bisa juga anak yang masih dalam kandungan. Yang mendapatkan warisan hanyalah anak kandung dari almarhum yang meninggal dunia. Adapun anak tiri, seperti anak isteri dari mantan suaminya, tentu bukan termasuk ahli waris. Sehingga tanpa ada wasiat yang melarang anak tiri itu menerima harta, secara hukum waris memang tidak mendapatkan hak warisan apa-apa. Anak itu mendapatkan warisan dari ayah kandungnya bila wafat, atau dari ibunya bila beliau wafat. Tapi tidak menerima warisan dari orang yang bukan ayah atau ibu kandungnya. Seperti yang telah disebut diatas, bahwa anak yang lahir dari hasil perkawinan yang sah akan memperoleh hak-haknya dari orang tuanya, baik hak memperoleh rada, hadanah, nafkah, maupun hak atas harta orang tuanya. Dalam hal warisan, anak kandung dari si pewaris termasuk ahli warisnya serta berhak menerima harta yang ditinggalkan oleh orang tuanya (pewaris) selama tidak terjadi hal-hal yang bisa menyebabkan ahli waris untuk menghalangi warisannya, seperti karena adanya pembunuhan, berlainan agama antara si Pewaris dengan ahli waris. Selanjutnya ahli waris menurut Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa : Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang oleh hukum untuk menjadi

08 ahli waris. 9 Pengertian beragama Islam dalam hal ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa : Ahli waris dipandang beragama islam dilihat dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. 10 Menurut penulis berdasarkan pengertian ahli waris menurut Pasal 832 KUH Perdata dan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI), terdapat persamaan dan perbedaan diantara keduanya. Persamaannya adalah adanya unsur hubungan darah dan hubungan perkawinan, sedangkan perbedaannya adalah adanya unsur agama. Unsur agama yang dimaksud menurut ketentuan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah yang berhak menjadi ahli waris (yang beragama Islam) harus beragama Islam (seagama dengan pewaris). Sehingga dengan demikian apabila antara pewaris dengan ahli waris tidak seagama (biasanya ahli warisnya non-muslim), maka tidak saling mewaris atau bukan ahli waris dari pewaris yang beragama Islam. 11 2002), 6 9 Otje Salman dan Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam (Bandung: PT. Refika Aditama, 10 Ibid,. 11 R. Subekti dan Tjitrosudibio, KUH Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), 221

09 Hal tersebut dipertegas oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor : 5/ MUNAS VII/ 9/ 2005 tentang Kewarisan Beda Agama, yang menetapkan bahwa 12 : 1. Hukum waris Islam tidak memberikan hak saling mewaris antar orangorang yang beda agama (antara muslim dengan non-muslim); 2. Pemberian harta antar orang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah. Ada beberapa hal yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk mendapatkan harta waris, di antaranya adalah perbedaan agama, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: ل ي ر ث امل س ل م الك اف ر و ل الك اف ر امل س ل م Seorang muslim tidak mewarisi kepada orang-orang kafir, begitu pula orang kafir tidak bisa mewarisi kepada orang muslim 13 Disamping hadits di atas, para ulama' madzhab fikih juga sepakat bahwa perbedaan agama adalah merupakan salah satu penghalang dari mendapatkan harta waris. Oleh karenanya menurut penulis dilihat dari sudut pandang Hukum Waris Islam, maka anak yang statusnya beda dengan pewaris tidak mempunyai hak untuk mendapatkan harta waris apabila tidak seagama dengan pewaris 12 Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor : 5/ MUNAS VII/ 9/ 2005 tentang Kewarisan Beda Agama,yang di tetapkan di Jakarta pada tanggal 28 juli 2005 (21 Jumadil Akhir 1426H) 13 Al-Bukhari, Shahih Bukhari IV,(Cairo, Daarwa Mathba Al-Sya biy), hlm 94.

00 yang dalam hal ini pewaris beragama Islam. Namun demikian apabila pewaris tidak beragama Islam (non-muslim), sedangkan ahli warisnya tidak seagama dengan pewaris (nonmuslim), maka tetap berhak mewaris. Hal tersebut didasarkan pada hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 832 KUH Perdata maupun Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI). 14 Dalam kasus Lady Piova sebagaimana dipaparkan dalam sebelum ini, ia ditinggal mati ketika berumur 7 tahun (belum akil baligh). Dengan demikian, Lady bersama dua saudara perempuannya Femmy Musatafa dan Neo ia menjadi muwaris dari ayahnya. Namun Lady bersama dua saudara perempuannya ini tidak semuanya memenuhi syarat muwaris. Dari ketiga saudaranya tersebut, hanya Femmy Mustafa (saudara seayah beda ibu) yang pasti memenuhi syarat sebagaimana ketentuan yang disebutkan dalam nas hadist yang menjadi kesepakan mazhab fikih dan ketentuan Pasal 171 huruf c dan Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam (KHI), karena ia beragama Islam. Sementara, Neon Sefira Rachmadiani (saudara seayah dan seibu Lady), beragama Kristen, ditinjau dari ketentuan tersebut terhalang menjadi ahli waris. 2002), 6 14 Otje Salman dan Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam (Bandung: PT. Refika Aditama,

07 Kemudian, untuk kasus Lady Piova Mustafa, dalam tinjauan nas hadist yang menjadi kesepakan mazhab fikih tidak ditemukan ketegasan terhadap keagamaan anak yang belum akil balig. Hanya saja, ditinjau dari ketentuan Pasal 171 huruf c dan Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam, Lady Piova Mustafa terhalang karena ketentuan hukum pada pasal tersebut. Dengan demikian ia tidak dapat mewarisi harta peninggalan dari ayahnya, karena pada saat ayahnya meninggal ia hidup dalam keluarga dan lingkungan Kristen dan juga diperkuat dengan pengakuannya bahwa dia pernah dibabtis dalam agama Kristen, maka anak ini terhalang dalam kewarisan melainkan mendapatkan wasiat yaitu dari ketentuan dari ulama tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan pewaris. 15 B. Analisis Pembagian Waris anak yang status agamanya belum pasti Dalam persoalan hukum waris, maka tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yaitu ; adanya harta peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta warisan & adanya ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan. Tidak selamanya mendengar dan menguraikan tentang hukum waris, kita teringat kepada seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan 15 Rachmad Budiono, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), 76

78 harta pusaka yang langsung dapat dibagi-bagikan kepada seluruh ahli waris untuk dapat memiliki dan dikuasai secara bebas, tetapi adakalanya terjadi pewaris dalam arti penunjukan atau penerusan harta kekayaan pewaris sejak pewaris masih hidup. Sebagaimana diketahui bersama bahwa hukum kewarisan Islam yang berlaku adalah Hukum Faraidh, yaitu menurut istilah bahasa ialah takdir (qadar / ketentuan dan pada syara adalah bagian yang diqadarkan / ditentukan bagi waris) dengan demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara. Demikian faraidh diatur antara lain tentang tata cara pembagian Harta Warisan, besarnya bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan, pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutuskan sengketa warisan. Untuk itu Allah menurunkan al-qur an ayat ke-7 surat An-Nisa : للر ج ال ن ص يب م ا ت ر ك ال و ال د ان و ا ل ق ر ب ون و ل لن س اء ق ل م ن و أ و ك ث ر ن ص يب ا م ف ر وض ا ن ص يب م ا ت ر ك ال و ال د ان و ا ل ق ر ب ون م ا Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. 16 16 Departemen Agama RI, Al-Qur an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar, 2004), 78

78 Jadi jelaslah bahwa pembagian harta warisan (pusaka) menurut syariat Islam tunduk kepada yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yakni bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian 2 (dua) orang anak perempuan atau 2 (dua) berbanding 1(satu). Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 171 huruf A Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan 17 : Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak milik harta peninggalan (Tirkah) pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. tentang: Kemudian Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan Besar bagian untuk seorang anak perempuan adalah setengah (1/2) bagian; bila 2 (dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapatkan dua pertiga 2/3) bagian; dan apabila anak perempuan bersama-bersama dengan anak laki-laki maka bagiannya adalah 2 (dua) berbanding 1 (satu) dengan anak perempuan. Selanjutnya Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: Para ahli waris clapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Dari uraian tertera diatas, nampak bahwa antara apa yang telah ditetapkan didalam ayat Al-Qur'an dengan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya mengenai besarnya bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan dalam pembagian harta warisan yang ditinggalkan oleh 17 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarata: Prenada Media, 2005), 328.

78 si pewaris adalah sama yakni 2 (dua) berbanding 1 (satu). Berhubung oleh karena Al-Qur an dan hadits Nabi hukumnya wajib dan merupakan pegangan / pedoman bagi seluruh umat Islam di muka bumi ini, maka ketentuan-ketentuan pembagian harta warisan (pusaka) inipun secara optimis pula haruslah ditaati dan dipatuhi. Keterangan diatas, menurut penulis jelaslah ditegaskan bahwa tentang warisan supaya dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan dan memberikan pahala syurga bagi yang mematuhi dan mengancam dengan azab api Neraka terhadap yang menolaknya dan mengikarinya. Dengan perkataan lain Islam telah mengatur dengan pasti tentang hukum waris yang berlaku bagi pemeluknya. Didalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individu bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Sehingga dengan demikian Hukum Waris Islam tidak membatasi pewaris itu dari pihak bapak ataupun ibu saja dan para ahli warispun dengan demikian tidak pula terbatas pada pihak laki-laki ataupun pihak perempuan saja. 18 Kekafiran bukan saja memutuskan jalur pewarisan, juga memutus jalur nasab secara hukum. Misalnya, seorang wanita yang muslimah dan ayahnya kafir selain ahli kitab, maka secara hukum syariah, ayahnya itu tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atas dirinya. 18 Rachmad Budiono, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), 76.

78 Sebab salah satu syarat untuk seorang wali nikah adalah bahwa orang itu harus beragama Islam. Apabila muwarrits-nya kafir sedangkan ahli warisnya muslim, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa ahli waris muslim tetap mendapat harta warisan dari muwarrits yang kafir. Mereka mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Al-Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya). Dalam kasus Lady Piova sebagaimana dipaparkan dalam sebelum ini, ia ditinggal mati ketika berumur 7 tahun (belum akil baligh). Dengan demikian, Lady bersama dua saudara perempuannya Femmy Musatafa dan Neo ia menjadi muwaris dari ayahnya. Namun Lady bersama dua saudara perempuannya ini tidak semuanya memenuhi syarat muwaris. Dari ketiga saudaranya tersebut, hanya Femmy Mustafa (saudara seayah beda ibu) yang pasti memenuhi syarat sebagaimana ketentuan yang disebutkan dalam nas hadist yang menjadi kesepakan mazhab fikih dan ketentuan Pasal 171 huruf c dan Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam (KHI), karena ia beragama Islam. Sementara, Neon Sefira Rachmadiani (saudara seayah dan seibu Lady), beragama Kristen, ditinjau dari ketentuan tersebut terhalang menjadi ahli waris. 19

78 Kemudian, untuk kasus Lady Piova Mustafa, dalam tinjauan nas hadist yang menjadi kesepakan mazhab fikih tidak ditemukan ketegasan terhadap keagamaan anak yang belum akil balig. Hanya saja, ditinjau dari ketentuan Pasal 171 huruf c dan Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam, Lady Piova Mustafa terhalang karena ketentuan hukum pada pasal tersebut. Dengan demikian ia tidak dapat mewarisi harta peninggalan dari ayahnya, karena pada saat ayahnya meninggal ia hidup dalam keluarga dan lingkungan Kristen dan juga diperkuat dengan pengakuannya bahwa dia pernah dibabtis dalam agama Kristen,maka anak ini terhalang dalam kewarisan melainkan mendapatkan wasiat yaitu dari ketentuan dari ulama tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan pewaris. Sebagian ulama lainnya mengatakan tidak bisa mewariskan. Jumhur ulama termasuk yang berpendapat demikian, termasuk ketiga imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi anak beda agama bisa memperoleh harta peninggalan lewat jalur wasiat. Jadi dalam kasus Lady Piova, ia terhalang memperoleh harta peninggalan ayah dengan ketentuan pembagian hukum waris, sebab beda agama. Namun demikian ia memperoleh kesempatan mendapatkan harta peninggalan ayahnya di luar ketentuan tersebut, yakni wasiat. Yoppy 19 Herry Mintari, (Nenek Lady Piova), Wawancara, 13 Januari 2013 (Jam 18: 00)

78 (almarhum) berwasiat untuk Lady rumah beserta tanahnya yang berlokasi di Pondok Manggala di perentukkan bagi dia kelak. Tanah beserta rumah yang berdiri di atasnya tersebut ditaksir sekitar 470 juta. Sementara keseluruhan harta peninggalan Yoppy ditaksir sekitar 1.295 juta. Dari keseluruhan taksiran harta peninggalan Yoppy, wasiat yang diperoleh Lady tidak melebihi ketentuan 1/3 dari harta peninggalan Yoppy (almarhum).