BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut


BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menglami peristiwa traumatis. Post traumatic Growth bukan hanya. dengan orang lain dan falsafah hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

DAFTAR PUSTAKA. Andini, D. I Self Acceptance penderita Kanker Payudara pasca Mastektomi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

Post-traumatic Growth pada Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi Usia Dewasa Madya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu di mulai dari berbagai tahapan, yang di mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat tugas-tugas yang khas yang harus di selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya. Salah satu tahapan dimana individu memulai suatu babak baru dalam kehidupan adalah tahapan dewasa muda. Pada saat seseorang telah berhasil melalui masa remaja dan harus menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan kehidupan dewasa. Dalam kehidupan dewasa selalu dihadapkan pada suatu proses hidup dimana manusia dewasa harus melalui suatu pernikahan. Pernikahan merupakan perpaduan insingtif manusiawi antara laki-laki dan perempuan di mana bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmani (menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan) tetapi dalam rangka mewujudkan kebahagiaan berkeluarga yang diliputi dengan rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi oleh Alloh SWT. Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis seperti yang diangankan, karena memelihara kelestarian dan keseimbangan hidup bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Perlu disadari bahwa banyak pernikahan yang tidak membuahkan tetapi tidak diakhiri dengan perceraian karena perkawinan tersebut didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi dan kondisi lainnya. Tetapi banyak juga perkawinan yang diakhiri 1

2 dengan cara perpisahan dan pembatalan, baik secara hukum maupun diamdiam (suami/istri) meninggalkan (dalam Hotmauli, 2008). Perceraian menjadi permasalahan yang setiap tahunnya memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Angka gugat cerai di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Kondisi ini merata hampir di semua daerah di Indonesia. Angka perceraian yang terjadi di Indonesia, 59 persen di antaranya adalah gugat cerai. Berdasarkan data dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, pada kasus perceraian tahun 2010 yakni, cerai talak 81,535 (27.58%), cerai gugat 169,673 (57.40%), perkara lain 44.381 (15%). Jadi keseluruhan kasus perceraian pada tahun 2010 yakni sebanyak 295.589. Di tahun 2011 kasus perceraian meningkat menjadi 363.470 dari cerai talak 99.599 (27,40%), cerai gugat 215.365 (59,25%), perkara lain 48.503 (13,34%). Humas Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jawa Timur mengatakan bahwa kasus perceraian di Jawa Timur juga telah mencapai 81.672 kasus. Lebih dari 70% kasus cerai gugat tersebut diajukan oleh pihak wanita. Tingginya kasus perceraian tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, khususnya dalam hal pernikahan. Oleh karena itu, hampir setiap hari pihaknya selalu menerima laporan kasus perceraian. Berdasarkan data laporan perkara yang diterima oleh PTA, sebanyak 59.585 pasangan menikah di Jawa Timur mengalami cerai gugat. Sedangkan, sebanyak 31.864 pasangan menikah di Jawa Timur mengalami kasus cerai talak (dalam Karina, 2014).

3 Perceraian bukanlah hal yang mudah untuk dilalui bagi individu yang mengalaminya. Hurlock (1989), mengemukakan bahwa efek traumatik yang ditimbulkan akibat perceraian biasanya lebih besar dari pada efek kematian, karena sebelum dan sesudah perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional, serta mengakibatkan celah sosial. Oleh karena itu dukungan sosial dari keluarga, kerabat, dan teman sangat dibutuhkan dan kehadiran dukungan sosial itu akan sangat membantu individu yang bercerai dan mengurangi dampak negatif perceraian terhadap dampak kesejahteraan psikologis. Kemampuan seseorang menghadapi situasi pasca perceraian akan berbeda pada setiap individu. Beberapa wanita yang sedang dalam masa transisi khususnya pada dewasa awal yang mengalami perceraian akan merasa terpuruk, rendah diri, dan mengalami ketakutan yang luar biasa dalam menghadapi kehidupan sosialnya. Namun beberapa wanita pada usia dewasa awal juga mengalami hasil positif setelah mengalami perceraian yang mana hal ini disebut post-traumatic growth. Menurut Tedeschi dan Calhoun (2006), pertumbuhan pasca trauma adalah pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai akibat dari perjuangan yang sangat menantang situasi kehidupan. Konsep post traumatic growth atau pertumbuhan pasca trauma (PTG) sebagai pengalaman perubahan positif yang signifikan timbul dari perjuangan dari krisis kehidupan yang besar antara lain: apresiasi peningkatan hidup, pengaturan hidup dengan prioritas baru, rasa kekuatan pribadi meningkat dan spiritual berubah secara positif (Tedeschi dan Calhoun, 2006).

4 Perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari menghadapi trauma yang mengancam kehidupan disajikan dalam berbagai cara, seperti: penerimaan meningkatkan kerentanan seseorang, meningkatkan apresiasi terhadap eksistensi sendiri dan penghargaan yang lebih besar terhadap kehidupan, meningkatkan persepsi kompetensi dan kemandirian memberikan kontrol dan keamanan yang lebih besar, peningkatan kasih sayang dan empati terhadap orang lain, hubungan lebih dekat dengan orang lain, keyakinan agama atau spiritual kuat yang berarti lebih besar tentang kehidupan dan penderitaan, kematangan psikologis dan emosional yang lebih besar dan perolehan nilai baru dan prioritas hidup. Para penulis berusaha untuk mengeksplorasi pengalaman orang-orang yang tidak hanya bangkit kembali dari trauma, tetapi menggunakannya sebagai batu loncatan untuk perkembangan individu lebih lanjut atau pertumbuhan, dan perkembangan perilaku sosial yang lebih manusiawi dan organisasi sosial. Pertumbuhan pasca trauma juga memiliki dampak yang lebih besar pada kehidupan masyarakat, dan melibatkan perubahan mendasar atau wawasan tentang kehidupan yang tidak hanya mekanisme koping yang lain. Oleh karena itu, pertumbuhan pasca trauma sebagai perubahan positif yang signifikan dalam kehidupan, yang mempengaruhi kognitif dan emosional pada individu. Signifikansi perubahan ini bisa begitu besar, bahwa pertumbuhan ini dapat benar-benar transformatif menurut Tedeschi dan Calhoun (1995 dalam Rahma dan Widuri, 2011). Selain itu, pertumbuhan pasca trauma juga merupakan kebalikan dari gangguan stres pasca trauma.

5 Tadeschi dan Calhoun (1996 dalam Rahma dan Widuri, 2011) menyatakan sebuah isu yang belum terselesaikan untuk studi kepribadian dan pertumbuhan pasca trauma adalah sejauh mana pertumbuhan tersebut merupakan hasil dari proses, strategis yang terbukti efektif atau hasil dari perubahan spontan yang muncul dalam persepsi diri. Perbedaan ini penting karena karakteristik kepribadian yang memfasilitasi secara efektif, pertumbuhan pribadi berorientasi mungkin berbeda dari yang memfasilitasi perubahan otomatis atau tidak disengaja. Isu lain yang belum terselesaikan, sama pentingnya tetapi dikaburkan dalam teori saat ini dan penelitian, adalah apakah pertumbuhan pasca trauma secara tiba-tiba atau bertahap. Perubahan bertahap juga mungkin memerlukan karakteristik kepribadian dan proses yang berbeda dari perubahan secara mendadak. Untuk benar-benar memahami bagaimana kepribadian terlibat dalam pertumbuhan pasca trauma, kita perlu lebih sepenuhnya mengembangkan proses yang menentukan pertumbuhan sebagai hasil yang sesuai. Sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat, tidak banyak wanita yang telah bercerai mempunyai kekuatan untuk menghadapi kehidupan setelah masa perceraian termasuk dalam menjalani kehidupan sosialnya. Namun tidak sedikit pula wanita yang berhasil bangkit dari pengalaman masa krisisnya dan menjadikan pelajaran yang berharga untuk kehidupan selanjutnya. Secara umum dan logika kaum pria lebih banyak menderita kecemasan dan rasa takut menghadapi masa depan setelah perceraian, mengingat fungsinya sebagai penanggung jawab atas diri dan keluarganya,

6 serta sebagai pilar utama untuk membahagiakan rumah tangga. Akan tetapi pada kenyatannnya setelah melalui penelitian dan studi ilmiah, terbukti bahwa wanitalah yang lebih sering merasakan kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi kehidupan pasca bercerai. Melihat hal ini peneliti tertarik untuk memilih wanita khususnya pada usia dewasa awal sebagai subyek penelitian karena berdasarkan penelitian dan study yang perna dilakukan menunjukkan bahwa wanita lebih perasa dan pada tingkat tertentu, mereka lebih sering terpengaruh dengan kesulitan dalam menghadapi kehidupan sosialnya karena pada umumnya masyarakat masih berpandangan negatif terhadap perceraian, sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa malu dan keputus asaan pada wanita tersebut. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sering terjadi di masyarakat, penulis ingin menjawab pertanyaan : bagaimana proses terbentuknya post traumatic growth pada wanita dewasa awal pasca perceraian, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi terbentuknya post traumatic growth pada wanita dewasa awal pasca perceraian? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana proses terbentuknya post traumatic growth pada wanita dewasa awal pasca perceraian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya post traumatic growth pada wanita dewasa awal pasca perceraian.

7 D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini di harapkan memberi manfaat : 1. Menambah dan memperluas khazanah dalam keilmuan psikologi klinis khususnya dalam aspek pasca-traumatik. 2. Memberi pengetahuan lebih dalam mengenai post traumatic growth khususnya pada wanita dewasa awal pasca perceraian. b. Manfaat Praktis Penelitian ini di harapkan dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi subyek, diharapkan dapat memberikan insigth bagi para wanita khususnya pada wanita usia dewasa awal yang menghadapi situasi pasca perceraian untuk dapat mengatasi rasa kehilangan akan pasangan hidupnya, mampu membuka pikiran yang lebih positif untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya dan tidak mengalami stress yang berkelanjutan. 2. Bagi wanita yang telah bercerai (Janda) yakni memberi pengetahuan tentang pengalaman Post Traumatic Growth seseorang pasca bercerai sehingga dapat memahami bagaimana caranya untuk bangkit dari masa krisis yang terjadi dalam kehidupannya. 3. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada keluarga yang salah satu anggotanya perna mengalami kasus perceraian dan masyarakat secara umum agar dapat

8 menangani masalah tersebut, memahami posisi mereka dan memberikan bantuan berupa dukungan sosial. C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Post Traumatic Growth telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya : Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011). Post Traumatic Growth pada Penderita Kangker Payudara. Berdasarkan analisis data penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi aspek post traumatic growth pada penderita kangker payudara. Faktor eksternal adalah anak cucu sebagai life expectation serta dorongan atau motivasi dari kedua orang tua secara terus menerus untuk melakukan pengobatan sehingga akhirnya memicu penguatan faktor internal. Faktor internal yang meliputi faktor keimanan (spiritualitas), faktor keinginan kuat untuk sembuh (optimisme), faktor resiliensi, dan faktor reframing. Terdapat 4 (empat) post traumatic growth yang timbul dari perjuangan penderita kangker payudara dalam menghadapi penyakitnya; peningkatan spiritualitas, positive improvement in life, prososial semakin tinggi, dan relasi sosial semakin baik. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Mahleda (2012). Post Traumatic Growth pada Pasien Kangker Payudara Pasca Mastektomi Usia Dewasa Madya. Yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa awalnya pasien mengalami emosi negatif setelah menjalani mastektomi. Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka merubah pandangan hidupnya.

9 Subyek bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses ini di pengaruhi pula oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Karina (2014). Resiliensi Remaja yang Memiliki Orang Tua Bercerai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kemampuan resiliensi pada remaja yang memiliki orang tua bercerai adalah rata-rata bawah (30,56%) Ke empat, penelitian yang dilakukan oleh Hotmauli (2008). Kecemasan Pasca Bercerai pada Wanita Dewasa Awal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subyek mengalami kecemasan seperti sedih karena keluarganya tidak ada yang membantu, kecewa atas pernikahan dan kehidupan yang di alaminya, cemas dalam memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari dengan tiga orang anak, wanita dewasa awal juga harus bisa mengatur ekonomi keluarga secara mandiri dan panik memikirkan masa depan anak-anaknya. Ke lima, penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2013). Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian ini memperlihatkan bahwa subjek mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan karena subjek mampu menerima kenyataan dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi dengan control emosi yang baik, percaya diri, terbuka, memiliki tujuan, dan bertanggung jawab juga dapat menjalin hubungan dengan cara yang berkualitas. Ke enam, penelitian yang dilakukan oleh Dewiyanti (2014). Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika Orang Tua Pasca Cerai. Hasil penelitian

10 ini menunjukkan bahwa partisipan dapat resilien walaupun setelah perceraian partisipan masih menghadapi masalah-masalah baru. Partisipan dapat resilien dengan memiliki gambaran kemampuan resiliensi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga partisipan samasama memunculkan kemampuan pada impulse control, optimism, empathy dan self efficacy meski ketiga partisipan mempunyai kemampuan yang tidak sama persis. Kemampuan resiliensi yang dimiliki membuat ketiga partisipan berhasil dalam mengartikan sebuah peristiwa sulit. Ke tujuh, penelitian yang dilakukan oleh Hagenaars (2010). Posttraumatic Growth in Exprosure Therapy for PTSD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pasca trauma mungkin konsep baru yang berharga dalam terapi trauma. Ke delapan, penelitian yang dilakukan oleh Levine (2008). Strengths of Character and Posttraumatic Growth. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pasca trauma pada masa remaja ditandai oleh dua komponen yang kuat, dan terbesar pada tingkat stres pasca trauma moderat. Ke sembilan, penelitian yang dilakukan oleh Peterson (2008). Strengths of Character and Posttraumatic Growth. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan trauma berikut mungkin memerlukan satu penguatan karakter. Ke sepuluh, penelitian yang dilakukan oleh Stephen Jhoseph (2009). Growth Following Advercity. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

11 gagasan pertumbuhan kesulitan mengikuti menjanjikan pandangan alternatif tentang bagaimana untuk berpikir tentang trauma. Ke sebelas, penelitian yang dilakukan oleh Christian (2013). Religius Coping, Posttraumatic Stress, Psychological Distress, and Posttraumatic Growth Among Female survivors Four Years After Hurricane Katrina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil dari pemodelan regresi struktural menunjukkan bahwa koping agama negatif di kaitkan dengan tekanan psikologis, tetapi tidak PTS. Koping religius positif di kaitkan dengan PTG. Analisis lebih lanjut menunjukkan efek tidak langsung signifikan sebelum dan pasca bencana keagamaan di PTG pasca bencana melalui positif koping agama. Temuan menggaris bawahi dampak positif dan negatif dari variabel agama dalam konteks bencana alam. Perbedaan penelitian Post Traumatic Growth pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni terletak pada tempat atau lokasi penelitian serta subyek penelitiannya, yang pada penelitian sebelumnya menggunakan subyek pasien yang mengalami penyakit kangker tetapi pada penelitian ini peneliti memilih subyek penelitian wanita dewasa awal pasca bercerai yang dianggap menarik untuk diteliti. Peneliti ingin menggali lebih dalam bagaimana perkembangan dan dampak psikologis yang terjadi pada wanita dewasa awal yang mana seorang wanita sering dianggap lemah. Peneliti ingin menggali bagaimana dinamika pertumbuhan psikologis yang terjadi pada wanita dewasa awal pasca bercerai serta bagaimana caranya ia menghadapi kehidupan sosialnya khususnya pasca bercerai.