VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Bentuk, Bidang, Pelayanan Umum Bentuk Usaha. Pembangunan Proyek Nasional serbaguna Jatiluhur yang meliputi bendungan

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3. METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi.

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)


GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7. PERUBAHAN PRODUKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

1. BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab

LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

Proses Pembuatan Waduk

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PENINGKATAN EFISIENSI IRIGASI UNTUK KEBERLANJUTAN MANFAAT POTENSI SUMBERDAYA AIR

Transkripsi:

131 VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Pantai Utara Jawa Barat, dari barat yaitu DKI Jakarta sampai dengan ke timur Kabupaten Indramayu bagian barat. Sebelah selatan adalah Pegunungan Priangan dan sebelah utara adalah Laut Jawa. Oleh karena itu Daerah Irigasi Jatlihur sangat berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan industri serta pertanian di Provinsi Jawa Barat. Gambaran perkembangannya disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dari tahun 2003 2007 meningkat terus secara signifikan. Hal ini dapat digambarkan seperti dalam Tabel 6. Tabel 6. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2003 2007 Uraian Laju Pertumbuhan Ekonomi(persen) 2003 2004 2005 2006 2007 *) **) Laju pertumbuhan ekonomi 4.39 4.77 5.62 6.01 6.41 Sumber: BPS Jawa Barat, 2003 2007 *) angka sangat sementara. **) hasil estimasi triwulanan. Kondisi makro ekonomi Jawa Barat tahun 2007, mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan, dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6.41 persen dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 4.39 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2007 berdasarkan BPS Jawa Barat

132 (2007) masih didominasi oleh sektor industri manufaktur sebesar 41.21 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 22.31 persen, dan sektor pertanian sebesar 12.45 persen, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pascakrisis tahun 1997 menunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan terbesar di antaranya bersumber dari sektor industri di samping sektor perdagangan dan sektor pertanian. Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Tahun 2003 2007 No PDRB Regional Bruto Jawa Barat Uraian. 2003 2004 2005 2006 2007 1. PDRB (Rp. Miliar) 234 793 304 458 389 268 473 556 542 270 *) 2. Kontribusi Sektor Manufaktur (Persen) 43.60 41.88 44.46 45.24 41.21 **) 3. Kontribusi Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (Persen) 18.45 18.91 19.08 19.4 22.31 **) 4. Kontribusi Sektor Pertanian (Persen) 13.66 13.49 11.93 11.12 12.45 **) Sumber : BPS Jawa Barat, 2003 2007 *) angka sangat sementara estimasi triwulan III tahun 2007. **) angka sangat sementara estimasi triwulan IV tahun 2007. Jadi sektor industri merupakan kontributor utama ekonomi di Provinsi Jawa Barat karena di Jawa Barat terdapat kawasan industri yang terbanyak di Indonesia, di antaranya di Bekasi, Karawang, Cikarang, Subang, dan Purwakarta. Jawa Barat sebagai produsen terbesar padi 40 komoditas agribisnis di Indonesia, khususnya komoditas padi, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi padi nasional. Periode tahun 2003 2007 produksi padi di Jawa Barat menyumbang rata-rata kurang lebih 5 persen untuk produksi padi nasional. Luas sawah kurang lebih 25 persen sawah irigasi teknis yang ada di Jawa Barat. Sektor industri tumbuh pesat di pantai utara pulau Jawa, seperti Bekasi, Karawang, Cikarang, dan Purwakarta yang semuanya beriringan dengan daerah

133 pertanian dimana Daerah Irigasi Jatiluhur memegang peranan penting karena berkaitan dengan irigasi teknis untuk mengairi sawah sebanyak 242 000 hektar. Berdasarkan Tabel 8 antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2007, ratarata tingkat pertumbuhan ekonomi di Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar 15.60 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Subang sebesar 18.22 persen, diikuti dengan Bekasi Kota sebesar 17.25 persen. Wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur atiluhur dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut merupakan wilayah sentra produksi pangan yang didominasi sektor pertanian apabila dihubungkan dengan tata guna lahan di wilayah tersebut, sedangkan Kabupaten Bekasi memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan terendah dari Kabupaten/Kota(K/K) di Daerah Irigasi Jatiluhur. Tabel 8. Kondisi Perekonomian Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2001-2007 No. Kabupaten/ Kota LPE dan Inflasi Jawa Barat(persen) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-Rata Tingkat Pertumbuhan 1 Kota Bekasi 10.08 11.03 11.91 12.95 19.23 22.38 25.42 17.25 2 Bekasi 32.48 34.83 37.79 41.01 48.39 57.18 66.52 12.54 3 Karawang 12.34 14.53 16.70 19.29 24.59 25.65 31.55 16.71 4 Purwakarta 5.23 5.86 6.27 6.77 8.53 9.70 11.27 14.33 5 Subang 4.56 5.23 7.34 9.60 10.70 12.12 13.75 18.22 6 Indramayu 16.45 17.53 18.05 23.59 31.90 31.90 34.54 14.60 Sumber: BPS Jawa Barat, 2008. Tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tidak menggambarkan besarnya PDRB. Kabupaten Bekasi memiliki PDRB tertinggi, tetapi rata-rata tingkat pertumbuhannya tidak tinggi, dan merupakan wilayah pada urutan ke 4 dalam

134 dominasi sawah irigasinya. Kabupaten Indramayu dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi rendah memiliki PDRB tertinggi dibanding wilayah lainnya. Begitu pula dengan Kota Bekasi rata-rata tingkat pertumbuhan berada pada urutan ketiga memiliki PDRB lebih besar dibandingkan kedua wilayah di atas. Tabel 9 menggambarkan proyeksi jumlah penduduk di Daerah Irigasi Jatiluhur, di mana total penduduk pada tahun 2000 sebanyak 7.8 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 11.5 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk diperkirakan sekitar 1 2 persen tiap tahun selama 25 tahun. Jumlah penduduk tertinggi terjadi di wilayah perkotaan seperti Kota dan Kabupaten Bekasi serta Karawang, diperkirakan pada tahun 2025 masing-masing sekitar 23 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan air baku untuk domestik meningkat terus seiring dengan pertumbuhan penduduk (Nippon Koei, 2006). Tabel 9. Proyeksi Penduduk di Daerah Irigasi Jatiluhur PDRB Atas Dasar Harga Berlaku(Rp miliar) No. Kabupaten/Kota 2003 2005 2010 2015 2020 2025 1. Kota Bekasi 1 797 1 990 2 196 2 347 2 496 2 634 2. Bekasi 1 826 2 022 2 231 2 385 2 536 2 676 3. Karawang 1 786 1 978 2 183 2 333 2 481 2 618 4. Purwakarta 707 783 864 924 982 1 037 5. Subang 1 292 1 430 1 579 1 687 1 794 1 893 6. Indramayu 431 478 527 563 599 632 Total 7 839 8 681 9 580 10 239 10 888 11 490 Sumber: Nippon Koei, 2006 Tabel 10. berikut ini menggambarkan proyeksi permintaan air baku dari Daerah Irigasi Jatiluhur dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2025. Permintaan air baku untuk domestik per hari meningkat terus. Proyeksi pada tahun 2025 permintaan air baku untuk domestik di Karawang mencapai 312 m 3 /hari atau 3.61 m 3 /detik, diikuti Kota Bekasi sebesar 252 m 3 /hari atau 2.92 m 3 /detik. Pada tahun

135 2025 diperkirakan permintaan air baku untuk domestik di wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur diproyeksikan 1 018 juta m 3 /hari atau 11.78 m 3 /detik. (Nippon Koei, 2006). Tabel 10. Proyeksi Permintaan Air Baku No. Kabupaten/Kota Proyeksi Permintaan Air baku(ribu m 3 /hari) 2003 2010 2015 2010 2025 1. Kota Bekasi 84 139 177 211 252 2. Bekasi 114 148 175 201 234 3. Karawang 224 253 272 289 312 4. Purwakarta 11 16 20 24 27 5. Subang 41 49 55 61 68 6. Indramayu 58 76 91 106 125 Total 532 681 790 892 1018 Sumber: Nippon Koei, 2006 6.2 Kondisi Sumber Air di Daerah Irigasi Jatiluhur Pengembangan tenaga air yang mengalir tergantung pada volume air dan pada ketinggian yang mungkin tersedia. Tenaga potensial berbanding langsung dengan kedua peubah tersebut. Ilmu yang membahas kedua aspek tersebut antara lain hidrologi. Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses yang menyangkut masalah penyusutan dan penambahan sumberdaya air di dam pada permukaan bumi untuk setiap tahapan keberadaannya. Dengan ilmu hidrologi dapat diterapkan peningkatan kesejahteraan rakyat, seperti melalui kegiatan irigasi, pengendalian banjir, pembangkit listrik tenaga air, air baku untuk industri, dan domestic. Hidrologi yang akan dibahas menyangkut peredaran air dari dan ke bumi di permukaan, sedangkan hidrologi air bawah permukaan atau air tanah tidak akan dibahas dalam penelitian ini. Persamaan hidrologis adalah pernyataan secara sederhana dari hukum kekekalan masa yang dapat dinyatakan sebagai total

136 aliran masuk pada waduk harus sama dengan total aliran keluar ditambah dengan perubahan terhadap simpanan. Sumber utama dari aliran masuk adalah curah hujan, yaitu sumber-sumber aliran keluar adalah aliran permukaan, penguapan, pemeluhan, pencegatan, dan sebagainya. Perubahan simpanan adalah pengaruh dari perubahan permintaan, simpanan cekungan, dan simpanan sementara. Hubungan antara curah hujan dan aliran sangat rumit (Dandekar,1991) dan tidak akan dibahas secara rinci dalam penelitian ini. Sungai Citarum terletak di Daerah Irigasi Jatiluhur di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yaitu kurang lebih 300 km, yang bersumber di Gunung Wayang Selatan Kota Bandung dan bermuara di Laut Jawa. Sungai ini melintasi kota Bandung, ibukota Jawa Barat yang sering membuat bencana banjir di kota Bandung, tetapi di hilir, air mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi untuk Jawa Barat atau secara nasional. Di hilir sungai Citarum telah dibangun Waduk Juanda oleh Pemerintah (tahun 1957 1967), kemudian Waduk Saguling (1985) dan Waduk Cirata (1988) oleh PT. PLN yang semuanya menghasilkan listrik. Waduk Juanda mempunyai multi fungsi dan diutamakan sebagai pengendali banjir, irigasi, air baku untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri, sedangkan produksi listrik oleh pembangkit listrik tenaga air, tergantung kebutuhan air di hilir, yaitu untuk irigasi, air baku untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri dapat dilihat pada Lampiran 9. Aliran air sungai Citarum dari tahun 2001 2007, rata-rata 5 miliar m 3 /tahun, semula di tampung di waduk Saguling kemudian diteruskan ke waduk Cirata, keduanya untuk memproduksi listrik, dan terakhir air melalui Sungai

137 Citarum dialirkan sebagai inflow di Waduk Juanda (Jatiluhur). Air dari Waduk Juanda dikeluarkan sebagai outflow waduk sesuai keperluan di hilir ke sungai Citarum lagi dimana sebelumnya dilewatkan turbin pembangkit listrik tenaga air, yang akan menghasilkan listrik. Selanjutnya dialirkan ke dataran rendah di pantai utara Jawa Barat yang telah berkembang, yaitu daerah industri, daerah pertanian, dan perusahaan daerah air minum. Tabel 11. Rata-Rata Aliran Sungai Citarum Tahun Rata-Rata Aliran Sungai Citarum (juta m 3 ) Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agts Sept Okt Nov Des Jumlah 2001 690.01 719.01 649.99 1039.00 541.01 464.98 281.02 208.02 203.06 632.18 1301.96 394.39 7124.63 2002 1064.18 751.04 976.22 882.96 306.06 186.03 251.18 98.48 75.04 80.35 203.91 664.73 5540.18 2003 350.09 710.28 730.64 399.17 386.20 98.24 49.71 55.84 149.95 420.88 333.67 609.79 4294.46 2004 612.93 610.79 774.81 641.99 683.98 153.52 126.50 43.58 128.77 104.83 292.20 569.16 4743.06 2005 639.12 973.20 914.62 749.35 369.46 433.62 237.33 145.95 183.51 226.43 313.40 563.11 5749.10 2006 713.61 752.13 360.78 590.06 350.25 134.46 63.16 34.40 25.30 42.01 78.48 641.18 3785.82 2007 269.98 759.56 529.38 921.47 430.45 319.52 126.56 53.92 47.76 219.58 617.02 814.22 5109.42 Rata-Rata 619.99 753.72 705.21 746.29 438.20 255.77 162.21 91.46 116.20 246.61 448.66 608.08 5192.38 Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 Oleh karena itu daerah hilir telah dibangun daerah irigasi teknis dan daerah industri yang membuat pertumbuhan penduduk meningkat yang perlu didukung dengan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan listrik yang semua kebutuhan airnya bersumber dari Waduk Juanda. Air di Daerah Irigasi Jatiluhur oleh berbagai pihak banyak dibutuhkan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi, maka perlu dikelola oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II supaya tidak terjadi konflik kepentingan. 6.3 Tata Guna Lahan Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah Irigasi Jatiluhur terdiri dari 3 wilayah saluran induk, yaitu Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat. Wilayah Tarum Timur meliputi Kabupaten

138 Subang dan Kabupaten Indramayu bagian barat, Wilayah Tarum Utara meliputi Kabupaten Karawang, dan Wilayah Tarum Barat meliputi DKI Jakarta, Kabupaten dan Kota Bekasi. Wilayah Tarum Barat berbeda dengan 2 wilayah lainnya. Wlayah itu berkembang mengarah menjadi pusat industri dan pemukiman. Tabel 12. Sawah Irigasi Teknis di Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2001 2007 No. Wilayah Sawah Irigasi Teknis di Daerah Irigasi Jatiluhur (ribu Ha) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tarum Barat 58.196 58.196 58.196 54.935 54.392 53.652 53.652 1 a. Cikarang 30.671 30.671 30.671 30.781 30.626 30.071 30.071 b. Lemang Abang 27.525 27.525 27.525 24.154 23.766 23.581 23.581 Tarum Utara 87.426 87.426 87.426 87.396 87.396 87.276 87.276 2 a. Rengas Dengklok 45.996 45.996 45.996 45.996 45.996 45.846 45.846 b. Talagasari 41.430 41.430 41.430 41.430 41.430 41.430 41.430 Tarum Timur 97.297 85.561 83.865 83.863 83.855 83.855 83.855 a. Jatisari 34.957 21.757 21.742 21.740 21.740 21.740 21.740 3 b. Binong 25.962 25.749 25.728 25.728 25.727 25.727 25.727 c. Patrol 36.378 38.055 36.395 36.395 36.388 36.388 36.388 Jumlah 242.919 231.183 229.487 226.194 225.643 224.783 224.783 Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 Kondisi ini sangat berbeda dengan wilayah Tarum Timur dan Tarum Utara yang merupakan wilayah sentra produksi pangan, tetapi ke depan diperkirakan penduduk dan industri brkembang pesat. Oleh karena itu, kebutuhan air baku dari Waduk Juanda akan meningkat terus. Tata guna lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 didominasi sawah irigasi teknis. Pada tahun 2007 proporsi tertinggi di Kabupaten Karawang 87.28 ribu hektar (39 persen) diikuti Subang dan Indramayu 85.86 ribu hektar (37 persen), dan Kabupaten/Kota Bekasi 53.65 ribu hektar (24 persen). Berkurangnya luas areal sawah dari tahun ke tahun karena

139 pesatnya pertumbuhan industri dan meningkatnya jumlah penduduk, terutama di Kabupaten Bekasi. Kota Bekasi merupakan wilayah yang terus berkembang menjadi wilayah perkotaan, seiring dengan peranannya sebagai wilayah penyangga Jakarta, dan berperan sebagai kota satelit dari Jakarta. Begitu juga dalam pengaturan dan penyaluran air baku Perusahaan Air Minum DKI Jakarta dilakukan saluran air Kali Malang baku ke arah barat dari di Bendung Bekasi yang diteruskan ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta melalui Pompa Air Baku (PAB) di Cawang. 6.4 Status dan Perkembangan Pengelolaan Daerah Irigasi Jatiluhur Pada tahun 1956, Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri terakhir Indonesia mendeklarasikan Proyek Serbaguna Jatiluhur. Tujuan utama proyek tersebut meningkatkan produktivitas padi untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Proyek pembangunan Waduk Juanda (Proyek Jatiluhur) dimulai tahun 1957, dibagi dalam dua kegiatan, yaitu pertama membangun waduk yang membendung Sungai Citarum dengan kapasitas kurang lebih 3 juta meter kubik, dengan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 150 MW. Kedua, membangun sistem irigasi yang mencakup kurang lebih seluas 240 ribu hektar sawah irigasi teknis di wilayah utara Provinsi Jawa Barat yang dihubungkan dengan sistem irigasi Walahar dan Salamdarma, dengan dua kali panen dalam setahun. Proyek itu selesai pada tahun 1967, dan kemudian dinamakan Waduk Juanda atau Waduk Jatilihur, sedangkan wilayah pelayanannya disebut Daerah Irigasi (DI) Jatiluhur. Selanjutnya yang akan dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai ekonomi, yang sangat bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat, seperti produk keluaran dari pemanfaatan air secara ekonomi untuk irigasi, pembangkit listrik

140 tenaga air, air baku untuk industri, domestik, dan lain sebagainya, dikecualikan pengendalian banjir khususnya hidrologi yang berkaitan dengan sungai Citarum. 6.5 Waduk Juanda Waduk Juanda dibangun dengan multi-tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan sektor air irigasi, domestik, municipal, dan industri. Pengelola sumber daya air di Daerah Irigasi Jatiluhur sejak pembangunan waduk Juanda sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa perubahan status pengelola. Pengelola berstatus Perusahaan Umum (Perum) Jatiluhur sejak bulan Juli 1967 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1967 tertanggal 24 Juli 1967, diubah menjadi Perusahaan Otorita Jatiluhur pada tahuna 1970 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1970 sebagai perusahaan yang bertujuan memperoleh profit. Pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan sosial bukan komersial sehingga terjadi benturan antara tujuan perusahaan untuk mencapai profit dengan tujuan pembangunan waduk untuk menopang ketersediaan pangan. Pengelolaan waduk secara efisien dan efektif perlu dilakukan sehingga konflik kepentingan tidak terjadi. Berdasarkan alasan di atas, pemerintah mengubah status Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1980, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perusahaan Umum, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 1999 tentang tugas Perusahaan Umum Jasa Tirta II memberikan pelayanan umum dan secara simultan mencari keuntungan sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan.

141 Bendungan mempunyai dua dasar fungsi, yaitu pertama merupakan sebuah waduk/kolam penampung air yang mempunyai kesanggupan untuk menyediakan air, dan yang kedua menaikkan ketinggian permukaan air yang merupakan potensi dari air sungai. Tahun Tabel 13. Rata-Rata Air Keluar dari Waduk Juanda Tahun 2001-2007 TMA Rata-Rata (m) Air Keluar Waduk (Juta m 3 ) Volume Waduk Realisasi Rencana Turbin HJV Limpas Total (Juta Normal Kering Basah 3 m ) Volume Efektif 3 (Juta m ) Luasan Waduk (Km 2 ) 2001 102.83 99.58 98.00 99.58 5141.80 713.31 99.01 5954.12 2128.10 1549.20 84.59 2002 101.11 101.05 98.53 101.05 5638.34 495.52 247.05 6380.91 2017.65 1438.75 82.29 2003 86.07 96.28 93.99 96.28 3644.50 355.71 0.00 4000.21 1068.56 489.66 62.32 2004 95.76 96.46 90.42 96.46 4234.13 210.21 0.00 4444.34 1637.14 1058.24 74.87 2005 102.16 98.32 94.49 98.32 4519.74 381.15 45.45 4946.34 2084.6 1505.70 83.69 2006 94.05 98.92 97.27 102.09 4441.12 23.74 0.00 4464.86 1536.56 957.66 72.65 2007 93.99 95.86 91.75 98.08 3236.63 769.23 0.00 4005.86 1525.29 946.39 72.51 Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 Waduk Juanda terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (± 9 km dari pusat Kota Purwakarta), berjarak kurang lebih 100 km tenggara Jakarta dan kurang lebih 60 km barat laut kota Bandung. Waduk Juanda adalah waduk terbesar di Indonesia. dengan panorama danau yang luasnya 8 300 hektar. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis dengan potensi air tersedia sebesar 12.9 milyar m 3 per tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Menara pelimpas berbentuk morning glory, elevasi mercu +107.0 m, dan dapat menampung air dari Sungai Citarum maksimum 2.25 miliar m 3. Waduk dilengkapi Hollowjet yang dapat dibuka atau ditutup berdasarkan persentase sesuai dengan kebutuhan air di hilir. Apabila Pembangkit Listrik Tenaga Air, ada

142 beberapa unit turbin tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga air yang dikeluarkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air, tidak mencukupi untuk kebutuhan di hilir, maka kekurangan air dapat dikeluarkan dari waduk melalui Hollowjet berdasarkan kebutuhan. Waduk Juanda semula dibangun ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan penyediaan pangan melalui produktivitas lahan irigasi dari pemanfaatan air sungai Citarum. Jadi Waduk Juanda, yang pertama memiliki fungsi penyediaan air irigasi seluas kurang lebih 240 000 hektar sawah pada tahun 1967 dengan dua kali tanam satu tahun di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Indramayu bagian barat. Hampir 80 90 persen air dari Waduk Juanda untuk kepentingan irigasi dilakukan dengan sistem gilir giring dua mingguan dan pola tanam dikelompokkan menjadi 5 golongan tanam dalam setiap musim tanam. Air dari sumber setempat dalam penelitian ini diasumsikan untuk kepentingan irigasi semua. Kedua, adalah untuk memasok air baku untuk air minum di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yaitu kurang lebih 450 juta m 3 /tahun atau sekitar 80 persen kebutuhan air baku untuk air minum DKI dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota serta industri yang berkembang pesat di wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur dan sekitarnya. Selanjutnya, secara teknis operasi waduk tidak akan dibahas pada penelitian ini, tetapi yang dibahas dalam penelitian ini hanya air yang bermanfaat secara ekonomi misalnya pada sektor pertanian, industri, dan air baku untuk air minum serta listrik dari pembangkit listrik tenaga air. Air keluar yang melalui pelimpas dan hollowjet diasumsikan tidak ada, karena cukup kecil. Demikian juga

143 untuk perikanan darat, pengembangan pariwisata, dan olahraga air tidak akan dibahas karena potensi pendapatannya cukup kecil untuk kepentingan Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Di Waduk Juanda, dilengkapi dengan 6 unit turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air, dengan daya terpasang 187.5 MW atau masing-masing unit mampu membangkitkan daya dengan kapasitas 32.2 MW dengan produksi tenaga listrik mencapai + 1 000 juta kwh/tahun yang tergantung ketersediaan air di waduk. Pembangkit ini dikelola dan dipasarkan oleh PerusahaanUmum Jasa Tirta II. Sebesar 80 90 persen pembelinya adalah PT. PLN dan selebihnya dipakai sendiri. Untuk menghasilkan 1 kwh tiap unit maka Pembangkit Listrik Tenaga Air, membutuhkan air antara 5 7 m 3 per detik yang tergantung pada tinggi muka air waduk dan beban pembangkit listrik tenaga air yang digunakan. Air untuk produksi listrik diasumsikan volumenya setara dengan outflow air dari Waduk Juanda untuk kepentingan penggunanya. Menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II (2008) volume air yang masuk Waduk Juanda sama dengan air yang keluar waduk. 6.6 Sektor dan Wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah Irigasi Jatiluhur dibagi dua, yaitu selatan dan utara Jatiluhur. Daerah Irigasi Selatan Jatiluhur adalah daerah irigasi semi teknis yang sumber airnya menggunakan sumber setempat, sedangkan Daerah Irigasi Jatiluhur adalah daerah irigasi teknis yang sumber airnya disamping menggunakan air dari waduk Juanda, juga menggunakan sumber air setempat. Dalam tulisan di sini dibatasi hanya untuk Daerah Irigasi Utara Jatiluhur, karena untuk Daerah Irigasi Selatan

144 Jatiluhur adalah irigasi non teknis yang luasannya tersebar di selatan Jatiluhur tidak memberikan pendapatan kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Setelah air keluar dari waduk Juanda kembali ke sungai Citarum sampai di Bendung Curug yang berjarak 17 km dari Waduk Juanda. Di Curug terdapat Bendung Curug yang berfungsi membagi air ke saluran induk, yang ke Timur disebut Saluran primer (induk) Tarum Timur, yang membawa air ke Wilayah Subang dan Wilayah Indramayu bagian Barat. Ke utara di Bendung Walahar (terusan sungai Citarum) dialirkan ke saluran induk primer Tarum Utara (TU) untuk membawa air ke Wilayah Kabupaten Karawang. Ke bagian Barat disebut Saluran Induk Primer Tarum Barat (TB) yang mengalirkan air ke Wilayah Kabupaten Bekasi dan DKI Jakarta (Lihat Gambar 12). Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008 Gambar 13. Skema Sistem Pengairan Jatiluhur

145 Karena air untuk sektor pertanian, perusahaan daerah air minum, dan industri melalui saluran yang sama, maka diasumsikan bahwa air dari sumber setempat seluruhnya digunakan untuk irigasi sektor pertanian, sedangkan air baku untuk perusahaan daerah air minum dan industri diasumsikan bersumber dari waduk Juanda. Selama 7 tahun dari tahun 2001 2007, rata-rata air dari Waduk Juanda (outflow) untuk menunjang kebutuhan di hilir diperlukan air sebesar 5.193 miliar m3, sedangkan rara-rata air yang dipasok ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar 0.392 miliar m3. Rata-rata air dipakai untuk kepentingan irigasi, baik di Tarum Timur, Tarum Utara maupun Tarum Barat, ternyata sawah memerlukan air sebesar 8 000 m 3 per hektar per musim tanam (Balai Klimat Sukamandi, Jawa Barat). Jumlah air ini sebagian dari Waduk Juanda dan sumber setempat tergantung kepada waktu tanamnya. Tabel 14. Rata-Rata Jumlah Air dari Wilayah ke Sektor Tahun 2001-2007 Rata-rata Air ke Sektor (miliar m 3 ) No. Sektor Tarum Tarum Tarum Waduk Timur Utara Barat 1. Pembangkit Listrik Tenaga Air 5.159 - - - 2. Irigasi - 1.908 1.921 1.869 3. Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota - 0.003 0.006 0.033 4. Industri - 0.060 0.036 0.052 5. Perusahaan Air Minum DKI - - - 0.392 Jumlah 5.159 1.971 1.963 2.346 Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008

146 Menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II, pada musim tanam rendeng, yaitu bulan Oktober-Maret, sebesar 70 persen menggunakan sumber setempat dan selebihnya menggunakan air dari Waduk Juanda. Sementara itu pada musim tanam gadu, yaitu bulan April-September, sebesar 70 persen berasal dari Waduk Juanda. Benefit yang diperoleh dari sub sektor pertanian tanaman padi setiap tahunnya seluas 242 000 hektar dalam 2 kali tanam dan per hektar menghasilkan 5 ton gabah kering giling (GKG), dan jika harga gabah Rp. 3 000 per ton maka akan didapat sebesar Rp. 7 triliun. 6.7 Perusahaan Umum Jasa Tirta II 6.7.1 Dasar Hukum Setelah berlakunya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, dimana pengelolaan diistilahkan dengan pengusahaan sumber daya air, tercantum ketentuan dalam pada Pasal 45 yang menyatakan bahwa: 1. Pengusahaaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup. 2. Pengusahaan sumber daya air yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. 3. Pengusahaan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk: (1) penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; (2) pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau

147 (3) pemanfaatan daya air pada suatu alokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan dalam perizinan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Jasa Tirta II, dinyatakan bahwa maksud pendirian perusahaan adalah menyelenggarakan pemanfaatan umum atas air dan sumber-sumber yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh pemerintah dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Tugas-tugas tersebut antara lain menyediakan air irigasi untuk areal sawah seluas 296 000 hektar yang terdiri dari Daerah Irigasi Utara Jatiluhur atau disebut Daerah Irigasi Jatiluhur yang merupakan daerah irigasi teknis seluas kurang lebih 240 000 hektar dan Daerah Irigasi Selatan Jatilur merupakan daerah irigasi semi teknis seluas 56 000 hektar. Kedua daerah irigasi itu dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II dalam rangka memenuhi Ketahanan Pangan Nasional. Di samping itu, menyangkut kegiatan penyuluhan lingkungan dan tugastugas lain yang berkaitan dengan perlindungan, pengembangan, dan penggunaan sungai dan atau sumber-sumber air juga diminta melaksanakan pengembangan air dan sumber air dengan memperhatikan berbagai aspek, antara lain, konservasi sumber daya air, kuantitas dan kualitas air, lingkungan sungai, penanggulangan banjir, dan kekeringan, serta pengelolaan infrastruktur prasarana dan sarana pengairan (Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008). 6.7.2 Tugas, Wewenang Perusahaan Umum Jasa Tirta II Daerah Irigasi Jatiluhur dikelola oleh berbagai institusi, antara lain Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum yang diwakili oleh Balai

148 Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS Ciratum), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Barat dan Dinas Bidang Pekerjaan Umum Kabupaten, dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Menurut Undang-Undang, Daerah Irigasi yang strategis dan luasnya lebih dari 3 000 hektar seperti Daerah Irigasi Jatiluhur, tanggung jawabnya berada di Pemerintah Pusat. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum yang mewakili Pemerintah Pusat mempunyai tugas merehabilitasi, membangun infrastruktur baru atau pengembangan Daerah Irigasi Jatiluhur dan rehabilitasi serta mengerjakan pekerjaan infrastruktur air dimana Dinas Prasana Sumber Daya Air atau Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak mampu menanganinya. Dinas Prasana Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas menangani pemeliharaan pada jaringan sekundernya, sedangkan untuk jaringan tersier ditangani oleh Dinas Dinas Bidang Pekerjaan Umum Kabupaten Kabupaten. Pembiayaan yang ditangani Balai Besar Wilayah Sungai Citarum menggunakan dana APBN, yang ditangani oleh Dinas Prasana Sumber Daya Air menggunakan dana APBN/APBD, yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten dengan APBD Kabupaten. Sementara itu seluruh operasi dan pemeliharaan serta pengelolaan air mulai dari waduk, saluran induk (primer) sampai dengan sektor pengguna dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Pembiayaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II bukan dari APBN, tetapi dari pendapatan menjual listrik, air baku ke perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri. Perusahaan Umum Jasa Tirta II diberi kewenangan untuk menarik iuran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan menjual listrik yang tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah.

149 6.7.3 Penerimaan dan Pembiayaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II Penerimaan yang dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II digunakan untuk membayar operator pintu dan pemeliharaan kecil-kecilan dan pintu karena banjir pada jaringan primer, sekunder, walaupun bangunannya bersifat darurat atau sementara. Sedangkan bangunan permanennya dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum pada tahun anggaran brikutnya karena dananya kemungkinan belum dianggarkan di APBN yang sedang berjalan. Seperti dijelaskan di atas bahwa biaya yang dikeluarkan dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II berasal dari iuran biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan menjual listrik, sedangkan dari Pemerintah melalui APBN tidak ada sumbangan. Bantuannya melalui APBN yang melaksanakan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. Air di Daerah Irigasi Jatiluhur 80 90 persennya untuk kepentingan irigasi, tetapi tidak dapat dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air alias gratis. Dari laporan akuntasi Perusahaan Umum Jasa Tirta II, biaya untuk sektor pembangkit listrik tenaga air, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, dan industri dibagi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Yang termasuk biaya tetap atau biaya usaha adalah biaya yang harus disediakan agar perusahaan tetap dapat beroperasi dan biaya untuk pegawai, biaya umum dan administrasi, biaya ekologi lingkungan serta biaya kantor, serta biaya penyusutan aktiva tetap. Yang termasuk biaya tidak tetap adalah biaya pemeliharaan, biaya bahan dan perlengkapan misalnya biaya bahan bakar/pelumas, biaya bahan kimia, rupa-rupa bahan, bahan sparepart. Biaya riset dan pengembangan yaitu biaya latihan/up grading dan biaya perencanaan dan penelitian (Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008).

150 Setiap tahun Perusahaan Umum Jasa Tirta II membuat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang kemudian disahkan oleh Kementerian BUMN setelah dikonsultasikan oleh kantor Pusat Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Hal ini sebelumnya dibahas antara Kantor Pusat Perusahaan Umum Jasa Tirta II dengan Divisi. Selanjutnya dalam pelaksanaannya oleh masing-masing Balai atau Divisi, misalnya Divisi I yang mempunyai wilayah Kabupaten/Kota Bekasi. Biaya-biaya untuk Divisi II (Balai di Karawang) yang mempunyai wilayah Kabupaten Karawang. Biaya-biaya untuk Divisi III (Balai di Subang) yang mempunyai wilayah Kabupaten Subang dan sebagian Indramayu. Biaya-biaya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air digunakan untuk mengoperasikan dan memelihara Pembangkit Listrik Tenaga Air agar dapat beroperasi sehingga dapat memproduksi listrik yang akan dipasok ke PT PLN dan dipakai sendiri. Volume air untuk pasokan irigasi, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri dapat diketahui, walaupun menggunakan saluran yang sama, tetapi biaya-biaya di Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak dapat diketahui di mana biaya untuk irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri. Oleh karena itu, dalam pembahasan di sini biaya tiap-tiap sektor diasumsikan proporsional dengan volume air yang digunakan di sektor masing-masing. Jadi biaya-biaya yang dikeluarkan dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II digunakan untuk operasi dan pemeliharaan darurat, agar dapat bermanfaat untuk air irigasi, industri, dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota yang barsumber dari Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air (BJPSDA) yang diterima dari industri dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota. Air untuk irigasi

151 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, biaya jasa pegelolaan sumberdaya air tidak boleh dipungut, sehingga air untuk irigasi tidak memberikan pendapatan atau benefit untuk Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Apabila dilihat secara keseluruhan maka Perusahaan Umum Jasa Tirta II telah mendapatkan pendapatan yang didapat dari menjual listrik ke PLN dan menjual air baku ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Keuntungan tersebut yang terpenting untuk kembali untuk dipakai operasi dan pemeliharaan sumberdaya air, jadi prinsip pengusahaan air, hasilnya harus kembali ke air. Tabel 15. Biaya Operasi/Pemeliharaan dan Penerimaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II tahun 2001 2007 Tahun Biaya Operasi/Pemeliharaan dan Penerimaan Perusahaan Umum Jasa Tirta II(Rp miliar) Pembangkit Listrik Tenaga Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Taruma Utara C R P C R P C R P 2001 11.90 78.90 67.00 7.00 20.80 13.70 7.90 1.50-6.40 2002 15.10 92.30 77.20 7.60 25.60 18.00 7.10 1.60-5.50 2003 20.00 60.10 40.20 8.30 35.60 27.30 8.30 1.70-6.60 2004 24.00 84.10 60.10 9.10 36.90 27.70 8.70 1.80-6.90 2005 28.10 116.00 87.90 10.60 46.60 36.00 10.80 2.30-8.50 2006 25.50 113.00 87.40 10.80 56.80 45.90 12.10 2.60-9.50 2007 20.40 107.70 87.30 11.10 56.60 45.50 12.60 2.30-10.30 Jumlah 145.00 652.10 507.10 64.50 278.90 214.10 67.50 13.80-53.70 Tahun Taruma Timur Taruma Barat Total C R P C R P C R P 2001 3.10 1.50-1.70 4.30 1.60-2.70 34.20 104.30 69.90 2002 3.00 1.50-1.50 3.30 1.90-1.30 36.10 122.90 86.90 2003 4.30 1.70-2.60 3.90 0.70-3.10 44.80 99.80 55.20 2004 5.30 3.80-1.50 5.80 5.30-0.50 52.90 131.90 78.90 2005 7.80 4.10-3.70 8.10 5.90-2.20 65.40 174.90 109.50 2006 8.50 4.20-4.30 3.00 6.20 3.20 59.90 182.80 122.70 2007 8.30 3.90-4.30 11.20 6.30-4.80 63.60 176.80 113.40 Jumlah 40.30 20.70-19.60 39.60 27.90-11.40 356.90 993.40 636.50 Keterangan: C: Biaya; R: pendapatan, P: Profit = R-C Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008

152 6.7.4 Penetapan Tarif Air Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air untuk irigasi menurut Undang- Undang Nomor 7 tersebut, tidak boleh dipungut alias gratis dari Biaya jasa pengelolaan sumberdaya air oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Berikut contoh pada Tabel 12 untuk tarif listrik, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, dan industri dari tahun 2001 2007. Terlihat bahwa tarif untuk listrik dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta meningkat terus, sedangkan tarif untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan indutri selama 5 tahun tidak mengalami kenaikan. Dengan tarif tersebut dapat memberikan pendapatan kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II untuk biaya operasi dan pemeliharaan infrastruktur waduk, saluran, bendung, pembangkit listrik tenaga air, dan lain-lain. Tabel 16. Tarif Listrik, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota, Industri, dan Irigasi tahun 2001 2007 No. Tarif Satuan Tarif per Satuan Menurut Sektor Pengguna(Rp/satuan) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Keterang -an 1. Listrik Rp/kwh 79.00 86.50 102.76 117.01 124.48 134.74 138.77 2. Perusahaa n Air Minum DKI Jakarta 3 Rp/m 50.00 57.50 72.50 80.00 100.00 122.00 127.23 3. Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten /Kota 3 Rp/m 23.00 23.00 45.00 45.00 45.00 45.00 45.00 3 4. Industri Rp/m 23.00 23.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 3 5. Irigasi*) Rp/m 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 *)Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Sumber: Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008

153 6.8 Kehilangan Air di Daerah Irigasi Jatiluhur Jaringan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun pemerintah tahun 1957 1967. Jadi jaringan itu sudah berumur kurang lebih 45 tahun, sudah banyak terjadi kerusakan karena kemungkinan biaya untuk pemeliharaan dirasakan tidak memadai di samping perkembangan jumlah penduduk, dan perkembangan industri. Oleh karena itu banyak terjadi kerusakan yang mengakibatkan kebocoran di saluran. Nippon Koei (2006) memperkirakan bahwa efisiensi penggunaan saluran untuk irigasi di Tarum Timur sebesar 65 persen, Tarum Utara sebesar 75 persen, dan Tarum Barat sebesar 65 persen. Sementara itu kehilangan air untuk saluran induk di Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat masing-masing sebesar 5 persen, sedangkan kehilangan air di saluran sekunder di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat masing-masing sebesar 20 persen (Tabel 17). Saluran induk Tabel 17. Rekapitulasi Asumsi Efisiensi Irigasi dn Saluran Induk Efisiensi irigasi (persen) Kehilangan di saluran sekunder (persen) Kehilangan di saluran induk (persen) (e irr ) (LSC) (LPC (e Efisiensi bendung Curug ) OVL) Saluran Tarum Timur 65 20 5 0.516 Saluran Tarum Utara 75 20 5 0.595 Saluran Tarum Barat 65 20 5 0.516 Sumber : Nippon Koei, 2006 Daya tampung normal untuk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar 80 m 3 per detik. Tetapi, karena sedimentasi, saluran bocor, penyempitan, pintu-pintu rusak, dan perbuatan masyarakat, saluran induk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat daya tampungnya tinggal 50 60 m 3 per detik, sedangkan saluran dari Bekasi ke Pompa Air Baku daya tampungnya

154 16 17 m 3 per detik (Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008). Menurut Tenaga Senior Perusahaan Umum Jasa Tirta II, Ir. Azban Basiran (2008), Waduk Juanda diperkirakan sedimentasinya relatif kecil sehingga masih mampu menampung air sebesar 2.25 miliar m 3, karena sedimennya sudah ditampung di hulu yaitu Waduk Saguling dan kemudian Waduk Cirata. Dalam kondisi normal Waduk Juanda mampu menampung 2.25 miliar m 3.