BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Berat lahir rendah dapat terjadi karena kurang bulan, IUGR (intrauterine growth

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. selama beberapa tahun terakhir. Penurunan kematian bayi dari tahun 1990 hingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 25 per-1000 kelahiran hidup dengan Bayi Berat Lahir. Rendah (BBLR) penyebab utamanya. 2 Kematian bayi baru lahir di

BAB I PENDAHULUAN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Patent duktus arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN. jumlah serta tingkat kompleksitasnya. 2. penyakit jantung semakin meningkat. 3 Di Washington, Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan neonatus merupakan bagian dari perawatan bayi yang berumur

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. kematian neonatal yaitu sebesar 47,5%. 1 Penyebab kematian neonatal. matur 2,8%, dan kelainan konginetal sebesar 1,4%.

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Hipoglikemia atau kadar gula darah di bawah nilai. normal, bila terjadi berlarut-larut dan berulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertama sebagai penyebab kematian maternal. 2. Pendarahan obstetri secara umum dibagi menjadi perdarahan antepartum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup bulan (Reading et al., 1990). Definisi hipoalbuminemia pada neonatus berbeda

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Aribul Maftuhah

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan preterm menurut The American College of. Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) dalam suatu negara. Angka Kematian Bayi (AKB)

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Unit Perawatan Intensif Neonatus (NICU) dengan staf khusus dan perlengkapan khusus. Perawatan intensif ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kematian anak. Derajat kesehatan suatu negara dapat diukur dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

Faktor Penyulit pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang Dirawat di RSUD Al Ihsan Bandung Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. 1. perkembangan, dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal ini tanpa melihat mempertimbangkan penggunaan insulin atau adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan abnormal dari sel-sel neuron di otak. Manifestasi klinis dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berat lahir rendah didefinisikan sebagai berat lahir kurang dari 2500 gram. Berat lahir rendah dapat terjadi karena kurang bulan, IUGR (intrauterine growth restriction) atau keduanya. Bayi KMK didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari persentil ke-10 untuk usia kehamilan. Bayi KMK dapat terjadi karena adanya faktor predisposisi genetik, malnutrisi dan infeksi sewaktu kehamilan (Katz et al., 2013). Kejadian bayi KMK cukup sering, terutama di negara berkembang. Di Amerika latin, antara tahun 1994-2004 dilaporkan sekitar 3,6% dari 14.274 bayi lahir di RS Central Militer Hospital Colombia adalah bayi KMK. Jumlah tersebut sangat dipengaruhioleh status sosio-ekonomi dan presentase malnutrisi yang ada di Amerika Latin. Di Mexico prevalensi KMK antara tahun 2000-2002 tercatat sebesar 6% dari 31.209 bayi yang dilahirkan (Boguszewski et al., 2011). Pada penelitian di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571 KMK dari 14.702 persalinan (4,40%). Kejadian KMKpaling sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya (2,08%) dan paling banyak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (6,44%) (Soefeowan et al., 2011). Bayi KMK memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi baik pada masa perinatal ataupun setelahnya. Pada masa perinatal, komplikasi yang dapat terjadi berupa hipoglikemia, hipotermia, enterokolitis nekrotikan (EKN) dan bahkan 1

kematian. Morbiditas bayi KMK lebih tinggi dibandingkan bayi sesuai masa kehamilan (SMK). Penelitian klinis mengenai luaran bayi KMK sudah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan Granovsky (2005) didapatkan kejadian Retinopathy of prematurity(rop) lebih tinggi pada bayi KMK dengan usia kehamilan 26-31 minggu. Retinopathy of prematurity merupakan penyebab kebutaan tersering pada masa anak-anak. Selain ROP, bayi KMK juga berisiko tinggi terjadi EKN, bronchopulmonary displasia(bpd), pendarahan intraventrikuler (PIV), leukomalasia periventrikuler, penyakit paru kronik dan mempunyai waktu rawat inap yang lebih lama dibandingkan bayi SMK yang kurang bulan. Penelitian yang dilakukan Sharma (2004) melaporkan bahwa bayi KMK yang kurang bulan mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi meninggal dibandingkan bayi SMK. Adapun penyebab kematian pada bayi KMK tersebut adalah pendarahan paru, asfiksia berat, sepsis, pendarahan intraventrikuler, sindrom distres respirasi dan pneumothorax. Penelitian lainnya menunjukkan bayi KMK berisiko 5 kali lebih tinggi meninggal pada periode neonatus dan 4,7 kali dalam 1 tahun kehidupan dibandingkan dengan SMK (Gaskin et al., 2010). Sistem skoring guna memprediksi kematian pada neonatus telah banyak dikembangkan dan dilakukan validasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Empat sistem skoring yang sering digunakan dalam memprediksi kematian pada neonatus adalah skor The Clinical Risk Index for Babies (CRIB), CRIB II, Score for Neonatal Acute PhysiologyII (SNAP II) dan Score for Neonatal Acute Physiology Perinatal ExtensionII (SNAPPE II). Parameter skorcrib meliputi 2

pemeriksaan klinis dan laboratorium. Variabel klinis bayi terdiri dari berat lahir, usia kehamilan dan kelainan kongenital mayor. Pemeriksaan laboratorium yang digunakan pada skor ini adalah analisis gas darah untuk melihat BE (base excess) (Sarquis et al., 2002) Penggunaan skor CRIB dan CRIB II terbatas untuk bayi dengan berat lahir <1500 gram dan usia kehamilan <32 mingggu. Pemeriksaan laboratoium pada skor CRIB harus dikerjakan dalam 12 jam pertama kehidupan agar jumlah skor diperoleh valid. Skor SNAP II dan SNAPPE II merupakan penyederhanan dari skor Score for Neonatal Acute Physiology (SNAP). Skor SNAP terdiri dari variabel klinis dan laboratorium yang harus diperiksa dalam 24 jam setelah neonatus dirawat. Variabel klinis terdiri dari tekanan darah, laju pernafasan, denyur nadi, kejang dan suhu tubuh. Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah rutin, nilai analisis gas darah (ph serum, nilai bikarbonat, rasio PO 2 /FiO 2,PO 2,PCO 2 ), elektrolit (Natrium, kalium, kalsium total dan kalsium terionisasi, fungsi ginjal, bilirubin indirek dan direk, gula darah sewaktu dan feses guaiac (Dorling et al., 2005). Pada skor SNAPPE II dan SNAP II disebutkan bahwa bayi KMK berkontribusi dalam meningkatkan risiko kematian, tetapi seberapa besar risiko kematian pada bayi KMK masih belum diketahui. Sistem skor yang sudah ada hanya dapat diaplikasikan pada RS yang memiliki fasilitas untuk pemeriksaan laboratorium seperti nilai AGD, feses guaiac dan elektrolit, sehingga sistem skoring tersebut tidak dapat digunakan di fasilitas kesehatan atau RS dengan fasilitas terbatas. 3

Sejauh ini jumlah NICU di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat terbatas dan hanya terdapat di rumah sakit-rumah sakit besar, sehingga penggunaaan sarana ini diharapkan efektif dan efisien. Salah satu cara meningkatkan keefektifan dan efisiensi penggunaan fasilitas NICU adalah dengan memilih bayi-bayi yang memang memiliki prognosis untuk hidup lebih besar sehingga dapat menekan kematian bayi.penggunaan sistem skoring dengan menggunakan parameter yang sederhana dan mudah diterapkan dapat membantu memprediksi bayi-bayi KMK yang mempunyai prognosis buruk.penelitian ini bermaksud untuk menyusun skor prediksi kematian pada bayi KMK sehingga diharapkan dapat membantu dalam manajemen bayi KMK dan menurunkan angka kematian bayi KMK. 1.2 Tujuan bayi KMK. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun skor prediksi kematian pada 1.3 Manfaat 1. Bidang Pendidikan Menambah informasi dan pengetahuan mengenai penyusunan skor prediksi kematian pada bayi KMK. 2. Penelitian Sebagai salah satu dasar penelitian dan pengembangan penelitian tentang bayi KMK secara umum dan tentang tata laksana serta luaran bayi KMK pada khususnya. 4

3. Pelayanan Masyarakat Skor prediksi yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan tata laksana bayi KMK dan memperbaiki luaran bayi KMK. 1.4 Keaslian penelitian Penelitian-penelitian terkait faktor prediksi kematian pada bayi KMK dan sistem skoring guna memprediksi kematian pada neonatus telah banyak dilakukan. Tabel 1.1. Penelitian-penelitian tentang faktor prediksi kematian pada bayi KMK. No Peneliti dan lokasi Desain penelitian Subyek Hasil 1. Katz et al., 2014 Amerika serikat 2. Bano et al., 2013 Boston dan Pakistan 4. Yu Joon et al., 2011 Seoul, Korea 5. Katz et al., 2013 Asia, Afrika dan Amerika Latin 46 referensi populasi dari negara dengan pendapatan tinggi, sedang dan rendah. Deskriptif dengan Data bayi 722 KMK berbasis rumah (januari 2009-Desember sakit (Hospital 2010) mengenai cara based descriptive study) persalinan, usia ibu, berat lahir dan usia kehamian 415 bayi BBLER dilakukan subgrup berdasarkan usia kehamilan dan persentil berat badan Systematic review Bayi kurang bulan (<32 minggu, 32-34 minggu, <37 minggu, bayi KMK (kurang dari persentil ke- 10) dan bayi KMK dan kurang bulan Prevalensi bayi KMK di Nepal sebesar 10,5%-72,5% dan di India 12%-78,4%. Bayi KMK perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kematian bayi KMK yang kurang bulan lebih tinggi dibandingkan dengan bayi cukup bulan dan SMK. Insidensi bayi KMK meningkat pada tahun 2010 dibandingkan 2009 (13,13% vs 10,76%) Jumlah kelahiran bayi KMK lebih tinggi di Pakistan dibandingkan negara di barat Angka kematian bayi KMK yang sangat kecil (VSGA) lebih tinggi dibandingkan bayi KMK dan SMK (P=0.020 dan P=0.012) Risiko kematian pada bayi kurang bulan sebesar 6,82 (95%CI 3,56-13,07) pada periode neonatus dan 2,5 (95%CI 1,48-4,22) pada periode setelah neonatus. Risiko kematian pada bayi KMK sebesar 1,83 (95%CI 1,34-2,50) pada periode neonatus dan 1,9 (95%CI 1,32-2,73) pada periode setelah neonatus. Risiko kematian pada bayi yang kurang bulan dan KMK lebih tinggi dibandingkan kelompok keduanya RR 15,42 (95%CI 9,11-26,12) 5

6. Granovsky et al., 2012 Israel 7. Bardin et al., 1997 Israel 8. Sharma et al., 2004 Amerika Serikat Population-based study, Bayi BBLSR dari tahun 1995-2007 dengan usia kehamilan 24-31 minggu, dengan berat lahir dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu <p3%, antara p3% dan 10%, antara p 10%-25% dan antara p25%-50% Bayi KMK dan SMK dengan usia kehamian antara 24 dan 26 6/7 minggu. 2487 bayi yang lahir tanpa kelainan kongenital dengan usia kehamilan 36 minggu dan dirawat di NICU RS John Dempsey antara Januari 1992- Desember 1999 Bayi dengan berat lahir antara p3-10% risiko tinggi ROP grade 3 (OR=2,07:95% CI 1,54-2,78), BPD (OR=2,52:95% CI 2,03-3,12), NEC (OR=1,32:95% CI 1,04-1,68) dan bahkan kematian (OR=2,37:95% CI 1,94-2,90). Risiko makin meningkat pada bayi dengan berat lahir <p3%. Kejadian sindrom distres nafas sama pada kedua kelompok Bayi KMK lebih banyak mengalami penyakit paru kronik (65% vs 32%), PDA (54% vs 12%), penggunaan oksigen daam jangka waktu lama (65% vs 32%)dan lama perawatan di rumah sakit dibandingkan pada kelompok bayi SMK (94 hari vs 68 hari) Bayi KMK juga lebih banyak menderita ROP stage 3 dibandingkan bayi SMK (65% vs 12%) Setelah dilakukan kontrol usia kehamilan, didapatkan bayi KMK memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan bayi SMK (OR 3,1 dan P=0,02) Bayi KMK juga berisiko terjadi penyakit paru kronik (OR=2,2 dan P=0,01) dan memiliki lama perawatan di RS yang lebih panjang. Tabel 1.2. Penelitian-penelitian tentang skor prediksi kematian neonatus. No Peneliti dan lokasi Desain penelitian Subyek Hasil 1. Sarquis et al., 2002 Brazil 2. Ezz-Eldin et al., 2015 Kairo 3. Mohkan M et al., 2010 Iran 4. Thimoty et al., 2009 Indonesia 5. Harsha SS dan Archana BR, 2015 India prospektif prospektif prospektif prospektif 100 bayi lahir dengan berat lahir < 1500 gram dan usia kehamilan < 31 minggu dan dirawat di NICU di Parana, Brazil antara 1 mei 1998-11 Juni 1999. 113 bayi kahir kurang bulan yang dirawat di NICU di Kairo Bayi yang dirawat di NICU antara maret 2006- Mei 2009 Bayi yang dirawat di NICU RSUP Hasan Sadikin antara agustus- November 2008 248 bayi yang lahir di NICU dalam 48 jam kelahiran.antara tahun Januari 2012- Juli 2013. Dirawat di NICU Bangalore, India. Skor CRIB memiliki luas area dibawah kurva ROC yang lebih baik dalam memprediksi kematian bayi yang dirawat di NICU dibandingkan dengan berat lahir dan usia kehamilan. Skor CRIB II dapat digunakan dalam memprediksi kematian pada bayi kurang bulan dengan berat lahir rendah. Skor CRIB II lebih baik dibandingkan dengan usia kehamilan atau berat lahir dalam memprediksi kematian pada bayi kurang bulan CRIB, CRIB II, SNAP, SNAP II dan SNA-PE dapat digunakan sebagai sistem skoring dalam memprediksi kematian bayi yang dirawat di NICU. Skor SNAP dapa memprediksi kematian lebih baik dibandingkan skor lainnya. SNAPPE II dapat digunakan untuk memprediksi kematian neonatus yang dirawat di NICU di negara berkembang. Skor SNAPPE II dapat digunakan untuk memprediksi kematian neonatus yang dirawat di NICU di India. Skor SNAPPE II tidak dapat digunakan untuk memprediksi morbiditas pada neonatus 6

Sistem skoring untuk memprediksi kematian pada bayi baru lahir telah banyak dikembangkan dan dilakukan validasi, tetapi sistem skoring tersebut memiliki keterbatasan pada berat lahir, usia kehamilan dan ketersediaan pemeriksaan penunjang pada beberapa negara. Oleh karena itu, perlu dibuat sistem skoring untuk memprediksi kematian pada bayi KMK dengan parameter yang lebih sederhana. 7