Semarang, 13 Mei 2008

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

ANALISIS KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Kota Surabaya Berbasis Android

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh setiap kendaraan menjadi sumber polusi utama yaitu sekitar

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

Joko Purwadi NIM : S

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA

Page 1 KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR: KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG

PENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

TJ TUGAS AKHIR I - 3 SKS

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

AMDAL dan Dampak Lingkungan Proyek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

VIII. SKENARIO KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI BIAYA EMISI CO AKIBAT ADANYA RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL CEPAT (TREM) DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi (Chandra, 2007). Permasalahan utama yang dihadapi kota-kota di dunia yaitu semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

ISBN 979 978 3948 65 2 Semarang, 13 Mei 2008 Kerjasama: Universitas Semarang Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Penerbit: Semarang University Press 2008

ISBN 979 978 3948 65 2 KUALITAS UDARA AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG Agus Muldiyanto, S.T., M.T. 1,Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T. 1, dan Mukti Wiwoho, S.T. 1 Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh kegiatan transportasi terhadap kualitas udara. Lokasi mengambil sampel di beberapa tempat yang diindikasikan tingkat kepadatan lalulintasnya tinggi, frekuensi kemacetan, tingginya nilai emisi gas buang, macam-macam moda yang mengakses, dan kondisi lingkungan geografis di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pencemaran udara akibat kegiatan transportasi di Kota Semarang, mengetahui konsistensi emisi gas buang terhadap baku mutu yang telah ditetapkan, dan mengetahui pengaruh pencemaran udara terhadap kualitas udara. Kapasitas jalan dan v/c rasio pada lokasi penelitian menunjukkan tingkat kepadatan lalulintas yang mengurangi ruang gerak kendaraan. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kemacetan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya jumlah gas buang kendaraan yang dikeluarkan kendaraan yang berakibat pada meningkatnya kadar pencemaran udara. Hal ini diindikasikan dari hasil pengukuran ISPU yang sebagian besar telah melampaui ambang batas ISPU. Kata kunci: pencemaran udara, kapasitas, V/C rasio, ISPU 1. Pendahuluan Transportasi darat dengan jalan raya sebagai prasarana vital merupakan salah satu urat nadi sektor transportasi. Transportasi jenis ini digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat dan tersebar luas. Dari segi prasarana dan sarana diperlukan perencanaan sistem transportasi yang terarah, diperlukan tata guna lahan yang baik, perbaikan moda transportasi mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia dan barang. Peranan sektor transportasi secara nyata tampak dalam skala yang lebih kecil yaitu pada pertumbuhan suatu kota. Kenaikan aktivitas ini memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kondisi kualitas udara akibat pencemaran. Perencanaan transportasi jangka panjang salah satunya agar memperhatikan: penyesuaian standar kualitas udara, bersih dari polusi udara, dan kesehatan lingkungan (Legacy, 2005). Pencemaran udara menjadi permasalahan yang serius di kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Kota Semarang, hal ini berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan, dan pengembangan ekonomi. Peningkatan pencemaran udara yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan makhluk hidup, perlu upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu dan konsepsional untuk memulihkan kualitas udara agar dapat berfungsi semestinya. Berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pembangunan berkelanjutan dinyatakan bahwa transportasi yang berkelanjutan adalah transportasi yang berwawasan lingkungan yang ditinjau dari segi teknis, ekonomis, dan 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang Prosiding Seminar Nasional Sistem Transportasi Indonesia B-14-1

lingkungan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang dan akan datang serta memanfaatkan sumberdaya secara bijaksana dengan mempertimbangkan kebutuhan sumberdaya bagi generasi sekarang dan akan datang (Anonim, 1997). Kerugian lingkungan akibat adanya transportasi antara lain: polusi udara emisi gas buang kendaraan, getaran kendaraan berat yang mempengaruhi bangunan di tepi jalan, kebisingan kendaraan, kecelakaan, tundaan disebabkan oleh pengguna jalan lain, keausan sarana dan prasaran, institusi visual dari kendaraan atau infrastruktur terhadap tatanan urban dan rural, pemisahan kehidupan masyarakat akibat jalan. Whitelegg (1993), Anonim (1997), dan Bachrun (1993) menyatakan ada enam komponen polusi udara hasil emisi gas buang kendaraan bermotor yang menjadi perhatian utama yaitu: karbon monoksida oksida sulfur, hidrokarbon, oksida nitrogen, partikel dan timah hitam. Bila pembakaran pada kendaraan bermotor tidak sempurna maka terbentuk karbon monoksida padahal bila pembakaran sempurna seharusnya terbentuk karbon dioksida. Udara sebagai sumberdaya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya (PP No. 41/1999). Agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara. Kualitas udara menjadi sangat penting untuk diteliti, karena peran transportasi dapat menimbulkan dampak yang tidak dapat dihindarkan terutama di wilayah perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi tingkat pencemaran udara akibat kegiatan transportasi di Kota Semarang; 2) mengetahui konsistensi emisi gas buang terhadap baku mutu yang telah ditetapkan; dan 3)mengetahui pengaruh pencemaran udara terhadap kualitas udara Batasan permasalahan yang diusulkan agar penelitian lebih terfokus dalam mencapai tujuan yaitu: 1) standar mutu udara sesuai dengan PP RI No 41 Tahun 1999; 2) alat yang digunakan untuk mengukur sebatas alat yang sudah tersedia; dan 3) dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan transportasi perkotaan dalam hal ini dibatasi pada pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan transportasi kendaraan bermotor/ emisi gas buang kendaraan dan pengamatan dalam skala lokal/ perkotaan. 2. Kajian Pustaka Pola jaringan jalan Kota Semarang mengikuti jari-jari dan lingkar (ring and radial pattern). Jalan keluar masuk ke Kota Semarang dapat dilakukan dari beberapa arah, kecuali dari arah Utara, karena batas Kota Semarang sebelah Utara adalah Laut Jawa. Tempat keluar masuk Kota Semarang dari arah Barat melalui Tugu, dari arah Timur melalui Genuk, dari arah Tenggara melewati Pedurungan, dari arah Selatan melewati Banyumanik, dan dari arah Barat Daya melewati Boja. Kegiatan transportasi di Kota Semarang berdasarkan prinsip pemisahan lalulintas luar kota dengan dalam kota, pemisahan lalulintas berat, sedang dan ringan, pembebasan pusat kota dan perumahan dari lalulintas terusan dan lalulintas berat, peraturan penggunaan jalan sesuai dengan klasifikasi jalan yang bersangkutan dan hirarki fungsi jalan. Sistem jaringan jalan Kota Semarang yang dilalui rute angkutan umum Pedurungan Mangkang merupakan rute yang paling strategis, karena: 1) sebagian menggunakan jalan arteri primer; 2) menghubungkan pinggiran kota arah barat dan timur melewati pusat kota; dan 3) menghubungkan daerah industri, perumahan dan perdagangan serta perkantoran pemerintah. B-14-2 Kualitas Udara Akibat Kegiatan Transportasi di Kota Semarang (A. Muldiyanto, M. Handajani, & M. Wiwoho)

Sistem jaringan jalan di wilayah Kota Semarang dilalui jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antarprovinsi maupun di dalam provinsi Jawa Tengah. Kedudukan kota ini berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang melalui Kota Semarang. Permasalahan yang dihadapi dalam sektor transportasi ini adalah: 1) Percampuran pergerakan lokal (dalam kota) dengan pergerakan antarkota, hal ini terjadi pada beberapa ruas jalan seperti Jl. Terboyo, Jl. R Patah, Jl. Dr. Cipto, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Siliwangi, Jl. Walisongo 2) Kapasitas jaringan tidak sepadan dengan intensitas pergerakan pada beberapa ruas jalan, khususnya pada jam-jam sibuk, hal ini terjadi pada Jl. Brigjen Katamso, Jl. Brigjen Sudiarto, Jl. Siliwangi, Jl. Walisongo, Jl. Setiabudi, Jl. Perintis Kemerdekaan. 3) Ketersediaan fasilitas transportasi yang kurang memadai yaitu terminal, halte, dan tempat penyeberangan. 4) Efisiensi pergerakan. Pergerakan kendaraan jalur Jakarta-Semarang dan Semarang- Surakarta mempunyai intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan Semarang-Surabaya. 5) Dari adanya jalur dengan pencampuran antar moda tersebut sering menimbulkan masalah kemacetan. Status mutu udara ambien ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis, serta tata guna tanah. Apabila hasil inventarisasi dan/atau penelitian menunjukkan status mutu udara ambien daerah berada di atas baku mutu udara ambien nasional, kemudian ditetapkan status mutu udara ambien daerah yang bersangkutan sebagai udara tercemar. Indeks Standar Pencemar Udara ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika. Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Data ISPU mengklasifikasikan kualitas udara dalam 5 golongan dan warna yaitu: kondisi udara "Baik", "Sedang, "Tidak Sehat, "Sangat Tidak Sehat", dan Berbahaya, mengacu pada KepMen LH No.Kep-45/MENLH/10/1997. Masing-masing kategori tersebut berasosiasi dengan efek kesehatan yang dapat ditimbulkan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Asosiasi antara efek pencemar secara umum dengan kategori ISPU Kategori dan Warna Skala Efek Baik 0 50 Tidak ada efek bagi kesehatan dan pada lingkungan Sedang 51 100 Tidak ada efek bagi kesehatan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif Tidak sehat 101 199 Merugikan manusia dan hewan yang sensitif dan kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika Sangat tidak sehat 200 299 Tingkat kuakitas yang merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar Berbahaya > 300 Secara umum berbahaya dan merugikan kesehatan yang serius pada populasi Sumber: KepMen LH No. Kep.45/MNELH/10/1997 Prosiding Seminar Nasional Sistem Transportasi Indonesia B-14-3

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) didapatkan dari rumus berikut: I = La Lb Xa Xb - ( Xx Xb ) + Lb (1) Keterangan : I = ISPU terhitung. La = ISPU batas atas. Lb = ISPU batas bawah. Xa = Ambien batas atas. Xb = Ambien batas bawah. Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran. Konsentrasi nyata ambien (Xx) dinyatakan dalam satuan ppm, mg/m 3. Tabel 2. Batas Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) PM 10 ISPU CO O 3 SO 2 NO 2 g/m 3 mg/m 3 g/m 3 g/m 3 g/m 3 50 50 80 5 120-100 150 365 10 325-200 350 800 17 400 1130 300 420 1600 34 800 2260 400 500 2100 46 1000 3000 500 600 2620 57,5 1200 3750 Sumber: Bapedalda, Semarang 3. Metode Penelitian Langkah dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi survai lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan, analisis dan penyimpulan. Penelitian mengkaji tentang pencemaran udara akibat kegiatan transportasi perkotaan, sehingga teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu mengukur kualitas udara di beberapa titik tertentu dan mengumpulkan data sekunder. Pada awal survai dilakukan pendataan kualitas udara yang sudah diukur/sudah tersedia. Emisi gas buang kendaraan yang diukur di dalam penelitian ini adalah emisi gas buang kendaraan angkutan umum. Masing-masing diukur emisi gas buangnya sesuai dengan bahan bakar kendaraan yaitu solar dan bensin. Kendaraan dengan bahan bakar solar emisi gas buang kendaraan yang diukur adalah ketebalan asap dan kendaraan dengan bahan bakar bensin emisi gas buang kendaraan yang diukur adalah kandungan CO, CO 2, O 2, dan HC. 4. Hasil dan Pembahasan a) Kapasitas Jalan Data sekunder hierarki jalan (Tabel 3) digunakan untuk memperhitungkan kapasitas jalan, dan selanjutnya guna mendapatkan hasil tentang perbandingan V/C dan tingkat pelayanan jalan. B-14-4 Kualitas Udara Akibat Kegiatan Transportasi di Kota Semarang (A. Muldiyanto, M. Handajani, & M. Wiwoho)

Tabel 3. Data hirarki jalan di beberapa titik sampel No Ruas Jalan Fungsi Jalan Daya Dukung Jalan (Ton) Penggunaan ArahArus (Arah) Standar Jalan Lebar Jalan (m) Rerata Arus Sibuk (smp) 1 Setia Budi AP 10 2 Kota 17.8 2816 2 Brigjend Sudiarto AP 10 2 Kota 21.0 4532 3 Siliwangi AP 10 2 Kota 21.3 4967 4 Kaligawe AP 10 2 Kota 14.5 4710 Sumber: Data sekunder diolah (2007) Keterangan: AP = Arteri Primer Tabel 4. Hasil perhitungan kapasitas dasar dan V/C rasio No Ruas Jalan C (smp/jam) V/C rasio 1 Setia Budi 2779,5 0.9 2 Brigjend Sudiarto 3385,8 0.74 3 Siliwangi 3385,8 0.68 4 Kaligawe 3492,7 0.74 b) Pengukuran Kualitas Udara Data rata-rata hasil pengukuran kualitas udara yang meliputi Partikulat (PM 10 ), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO 2 ), Sulfur Oksida (SO 2 ), dan Ozon (O 3 ) ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas udara yang didapat dari 3 Stasiun AQMS di Kota Semarang Parameter Satuan Lokasi SEF1 SEF2 SEF3 Baku Mutu PM 10 μg/m 3 50.788 61.235 55.323 150 CO mg/m 3 1.015 1.331 0.719 10 NO 2 μg/m 3 23.414 20.264 22.451 150 SO 2 μg/m 3 5.744 8.219 14.934 365 O 3 μg/m 3 32.051 42.174 45.375 235 Keterangan= SEF = Stasiun tetap Air Quality Monitoring System (AQMS) SEF 1 = Banyumanik; SEF 2 = Pedurungan; SEF 3 = Tugu c) Indeks Standar Pencemar Udara Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara sebagai berikut: Prosiding Seminar Nasional Sistem Transportasi Indonesia B-14-5

Tabel 6. Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara PM 10 Lokasi g/m 3 g/m 3 g/m 3 g/m 3 NO 2 SO 2 O 3 SEF1 49.712 23.414 49.712 32.949 SEF2 39.265 20.264 39.265 19.625 SEF3 45.177 22.451 45.177 19.625 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kapasitas jalan dan v/c rasio pada lokasi penelitian menunjukkan tingkat kepadatan lalulintas yang mengurangi ruang gerak kendaraan. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kemacetan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya jumlah gas buang kendaraan yang dikeluarkan kendaraan yang berakibat pada meningkatnya kadar pencemaran udara. Hal ini diindikasikan dari hasil pengukuran ISPU (Tabel 6) yang sebagian besar telah melampaui ambang batas ISPU (Tabel 2). Saran Meninjau hasil pengukuran emisi gas buang yang telah dilakukan maka perlu dilakukan pengukuran secara rutin terhadap kendaraan umum maupun pribadi. Karena pada penelitian ini hanya mengambil sampel pada saat penelitian berlangsung dan hanya dilakukan pada kendaraan umum saja. Perlu pengkajian lebih lanjut dengan memperhatikan pertumbuhan jumlah kendaraan yang akan datang. Daftar Pustaka Anonim. 1997. Agenda 21 Indonesia. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pp 187-250 Anonim. 1997 a. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta Bachrun, R.K. 1983. Polusi Udara Perkotaan Pemantauan dan Pengaturan. PAU, ITB, Bandung, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 35/MENLH/10/1993 Legacy. 2005. The Region's Transportation Plan, East-West Getway Council of Governments Team Conference Mitchell, G.O. 2003. The Indicators of Minority Transportation Equity (TE), Sacra-mento Transportation and Air Quality Collaborative Community Development Institute. Sacramento. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara UAQ-i. 2006. Draf Atlas Kualitas Udara Kota Semarang, Proyek Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan. Pemerintah Kota Semarang Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Peraturan Pemerintah Tentang Pengendalian Pencemaran Udara B-14-6 Kualitas Udara Akibat Kegiatan Transportasi di Kota Semarang (A. Muldiyanto, M. Handajani, & M. Wiwoho)