BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita Semua Yth. Para Narasumber, Para Peserta Sosialisasi, Serta hadirin yang berbahagia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TAPIN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Narkotika di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah personil yang di Direktorat Reserse Narkotika dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) semakin marak terdengar dari usia

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 2014 BNN. Penghargaan. Pencegahan. Pemberantasan. Narkotika. Prekursor. Tata Cara.

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Alam dan Sumber Daya Manusia yang melimpah, sehingga Indonesia

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BUPATI MALANG. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua.

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dalam hal ini pemerintah dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan. menyebabkan suatu permasalahan yang baru.

MEMBEBASKAN KULONPROGO DARI BAHAYA NARKOBA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG

TABEL 2.1 REKAPITULASI EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RENSTRA SKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2015 KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

dan pelaksanaan dalam pencegahan, penanggltlangan,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Badan Narkotika Kota Administrasi Jakarta Selatan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

PETUNJUK TEKNIS DEPUTI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NOMOR : JUKNIS/01/V/DE/PM.00/2015/DEP. DAYAMAS TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. A. Sejarah dan Letak Badan Narkotika Provinsi (BNP)

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peredaran narkotika sudah sangat meluas dan terjadi diseluruh lapisan masyarakat. Kondisi ini semakin parah dikarenakan banyak sekali ditemukan kasus penyalahgunaan narkotika khususnya pada golongan remaja. Berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun pakar pakar yang memiliki perhatian khusus terkait masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Namun, dari banyaknya cara, upaya serta metode-metode yang telah dilakukan ternyata belum cukup ampuh untuk menekan dan mengatasi masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia sampai pada saat ini. Salah satu bentuk perhatian pemerintah dengan maraknya kasus narkotika yang terjadi di Indonesia adalah dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Telah disebutkan dengan jelas dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ( Pasal 7) bahwa : Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi segala kegiatan penggunaan narkotika, baik itu menanam; memelihara; menguasai; menyediakan; memiliki; atau menyimpan, tetapi dalam penggunaannya bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan maupun kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dengan jelas hal tersebut dilarang. Bagi yang terbukti menyalahgunakan narkotika untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain, maka akan dikenai hukuman pidana maupun denda. Untuk dapat mengamalkan UU tersebut, melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, dibentuklah Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementrian. Sebelumnya, BNN merupakan Lembaga Non-Struktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2007. Dengan dibentuknya BNN diharapkan mampu menjalankan tugasnya yaitu melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pencegahan dan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (psikotropika, prekusor, dan bahan adiktif lainnya; kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol) dengan pertanggungjawaban kepada presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari hasil kinerja BNN, dapat diperoleh fakta bahwa kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Fakta tersebut dapat dilihat dari data statistik tentang jumlah

tersangka kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia berdasarkan kelompok usia seperti pada Tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2007-2011 Sumber : Direktorat Tindak Pidana Narkoba, Maret 2012 (dalam Data Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2007-2011). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba berdasarkan kelompok usia di Indonesia tercatat sangat banyak. Jumlah tersangka penyalahgunaan narkotika terbanyak terdapat pada golongan usia lebih dari 30 tahun, dengan jumlah 98.828 tersangka, disusul dengan kelompok usia25-29 tahun yang berjumlah 49.776 tersangka. Kelompok usia 20-24 tahun menempati urutan ketiga terbanyak, dengan jumlah 30.494 tersangka, kemudian kelompok usia 16-19 tahun berjumlah 9.635 tersangka, dan yang terakhir kelompok usia dibawah 16 tahun, dengan jumlah 561 tersangka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan narkotika telah dilakukan oleh semua kelompok umur, dengan penyalahgunaan terbanyak dilakukan oleh kelompok usia lebih dari 30 tahun dan yang paling sedikit adalah dibawah usia 16 tahun.

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia yang semakin meningkat dan sangat serius ini, menuntut BNN untuk dapat menjalankan tugasnya secara tepat dan cepat. Peredaran narkotikapun juga sudah sangat meluas. Bahkan kota-kota kecil dan kabupaten-kabupaten pun juga tidak lepas dari kasus penyalahgunaan narkotika. Sehingga, untuk dapat meningkatkan kinerjanya, BNN diabntu dengan Badan Narkotika Propinsi (BNP), dan Badan Narkotika Kota/Kabupaten (BNK), yang mana BNP dan BNK tersebut merupakan mitra kerja dan tidak memiliki hubungan strukturalvertikal dengan BNN, serta masing-masing bertanggung jawab kepada presiden, gubernur, dan walikota/bupati sesuai dengan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2007 tentang Tugas BNN, BNP dan BNK. Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Sukoharjo, yang sejak tahun 2011, telah berubah nama menjadi Tim Pencegahan Penanggulangan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika (Tim P4GN), merupakan salah satu mitra BNN yang mana tugasnya adalah melayani masyarakat dalam hal pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika khususnya di Kabupaten Sukoharjo. Masalah penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Sukoharjo juga sudah cukup banyak dan diperkirakan akan semakin meningkat jumlahnya jika tidak segera ditangani secara efektif dan efisien oleh Tim P4GN. Seperti yang dikutip dalam artikel Solopos.com yang berjudul pada tanggal 26 Maret 2012, bahwa ancaman bahaya narkoba sudah masuk hingga seluruh

kelurahan di Indonesia dan korban meninggal sia-sia karena penyalahgunaan narkoba sudah mencapai rata-rata 40 orang per hari. Hal tersebut berdasarkan pernyataan penyuluh narkoba dari Polres Sukoharjo, Sarman, S.Pd. SH. MH. Berikut ini : Tidak ada satu kelurahan pun di Indonesia bebas dari ancaman narkoba. Sebanyak 3,2 juta penduduk di Indonesia menyalahgunakan narkoba dan 15.000 orang mati sia-sia setiap tahunnya atau 40 orang setiap har (Diakses dari www.solopos.com/2012/03/26/bahaya-narkoba-40- oranghari-temui-ajal-akibat-narkoba-173519, tanggal 5 November 2012 pukul 12.10 WIB). Selain dari kutipan tersebut, diperkuat juga dengan temuan data statistik tentang jumlah korban serta kasus penyalahgunaan narkoba di Kabupaten Sukoharjo seperti pada Tabel 1.2 berikut ini : Tabel 1.2 Jumlah Kasus dan Tersangka Narkoba di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009-2010 Tahun Kasus Tersangka 2009 8 14 2010 21 33 2011 24 26 2012 16 16 Jumlah 69 89 Sumber : Satuan Narkoba Polres Sukoharjo. Dari hasil kerjasama Tim P4GN dengan Satuan Narkoba Polres Sukoharjo, pada tahun 2009 telah berhasil mengungkap 8 kasus penyalahgunaan narkoba dengan menangkap 14 tersangka. Pada tahun 2010,

mengalami peningkatan, yaitu 21 kasus dengan 33 tersangka. Dan kembali meningkat pada tahun 2011 dengan 24 kasus dan 26 tersangka, dan pada tahun 2012 mengalami penurunan 16 kasus dengan 16 tersangka. Sehingga, selama empat tahun, telah terjadi kasus penyalahgunaan narkoba sebanyak 69 kasus, dengan 89 tersangka di Kabupaten Sukoharjo. Tabel 1.3 Data Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2013 No. Tahun Kelompok Usia <16 16-19 20-24 25-29 >30 Jumlah 1. 2011 0 2 6 6 12 26 2. 2012 0 1 0 3 12 16 3. 2013* 0 0 1 5 5 11 Jumlah 0 3 7 14 29 53 sampai tanggal 6 Juli 2013 Sumber : Sat. Narkoba Polres Sukoharjo Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kasus penyalahgunaan narkoba terbanyak dilakukan oleh kelompok usia lebih dari 30 tahun, sebanyak 29 tersangka, kemudian kelompok usia 25-29 tahun sebanyak 14 tersangka, kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 7 tersangka, dan kelompok usia 16-19 tahun sebanyak 3 tersangka. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kasus penyalahgunaan narkoba di kabupaten Sukoharjo selama tahun 2011 sampai tahun 2013 yang terbanyak dilakukan oleh kelompok usia diatas 30 tahun dan yang paling sedikit dilakukan oleh kelompok usia 16-19 tahun. Sehingga, sasaran dalam strategi untuk mengatasi penyalahgunaan narkoba di Kabupaten Sukoharjo adalah pada seluruh kelompok usia, dengan fokus sasaran utamanya pada kelompok usia di atas 30 tahun.

Tabel 1.4 Data Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Jenis Narkoba yang Disalahgunakan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2013 Jenis Narkoba yang Disalahgunakan No. Tahun Ganja Shabushabu Ecstasy Pil Kamplet/ Dextro Jumlah 1. 2011 2 24 0 0 26 2. 2012 2 14 0 0 16 3. 2013* 2 8 1 1 12 Jumlah 6 46 1 1 54 sampai tanggal 6 Juli 2013 Sumber : Sat. Narkoba Polres Sukoharjo Menurut data yang didapatkan dari Satuan Narkoba Polres Sukoharjo, dapat diketahui bahwa narkoba yang disalahgunakan dibagi menjadi beberapa jenis. Pada tahun 2011 ditemukan 2 tersangka yang didapati membawa ganja dan 24 tersangka membawa shabu-shabu. Tahun 2012 ditemukan 2 tersangka yang membawa ganja dan 14 tersangka membawa shabu-shabu. Dan pada tahun 2013 (terhitung sampai dengan tanggal 6 Juli 2013) terdapat 2 tersangka yang membawa ganja, 8 tersangka shabu-shabu, 1 tersangka ecstasy dan 1 tersangka membawa pil kamplet/ dextro. Jumlah ini berbeda dari data tersangka yang telah dijelaskan sebelumnya, karena adanya 1 tersangka yang didapati membawa 2 jenis narkoba yang berbeda. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan di Kabupaten Sukoharjo adalah shabu-sabu. Berdasarkaan data-data yang ditemukan, membuat Tim P4GN harus menentukan strategi apa yang dapat dilakukan agar peredaran narkotika tidak semakin meluas, sehingga dapat mengatasi penyalahgunaan narkotika

khususnya di Kabupaten Sukoharjo. Beberapa strategi yang sudah dilakukan antara lain adalah dengan melakukan program sosialisasi. Program sosialisasi ini biasanya dilakukan ke sekolah sekolah, khususnya Sekolah Menengah Tingkat Atas se-kabupaten Sukoharjo. Selain itu, Tim P4GN juga melakukan seminar atau sosialisasi ke instansi-instansi publik, BUMN, BUMD, LSM, komunitas, ormas, warga RT maupun RW, dan anggota PKK di Kabupaten Sukoharjo. Program sosialisasi tersebut merupakan salah satu strategi pencegahan (preventif) yang dilakukan secara rutin oleh Tim P4GN agar peredaran narkotika tidak semakin meluas dikalangan masyarakat Kabupaten Sukoharjo. Tim P4GN juga sudah memulai untuk melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat dengan menggelar program Kampanye Anti Narkoba yang dibalut dengan aksi kepedulian. Strategi tersebut dilakukan Tim P4GN agar penyuluhan terkait bahaya narkoba dapat dilakukan secara menyeluruh disemua segmen masyarakat Kabupaten Sukoharjo. Melalui strategi ini juga Tim P4GN merangkul beberapa komunitas seperti tukang becak, tukang parkir, dan pedagang wedangan di Kabupaten Sukoharjo untuk ikut serta melakukan kampanye Anti Narkoba. Strategi tersebut mulai dijalankan Tim P4GN dengan pertimbangan bahwa kebiasaan masyarakat Kabupaten Sukoharjo yang tidak bisa lepas dari ketiga komunitas trersebut. Kebiasaan masyarakat Kabupaten Sukoharjo yang memanfaatkan tempat wedangan ketika memiliki waktu luang menjadi salah satu alasan Tim P4GN untuk menjalankan strategi dalam menekan peredaran serta

penyalahgunaan narkotika. Karena tempat wedangan ini dikunjungi oleh hampir seluruh segmen masyarakat Kabupaten Sukoharjo, mulai dari anakanak, remaja, dewasa, hingga orang tua. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui dan menggambarkan strategi Tim P4GN untuk mengatasi penyalahgunaan narkotika yang dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, penulis dapat merumuskan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana strategi Tim P4GN dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Sukoharjo? 2. Apa saja hambatan yang dialami Tim P4GN dalam menjalankan strategi mengatasi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Sukoharjo? C. TUJUAN PENELITIAN Bertolak dari rumusan masalah, penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu :

1. Tujuan Operasional a. Untuk mengetahui dan menggambarkan strategi yang dilakukan oleh Tim P4GN dalam mengatasi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Sukoharjo. b. Mengetahui hambatan hambatan apa saja yang dialami oleh Tim P4GN dalam menjalankan strategi mengatasi penyalahgunaan narkotika di kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan Individu Untuk memenuhu salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana di Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Tujuan Fungsional Hasil penelitian ini nantinya agar dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk dapat digunakan oleh lembaga pemerintahan maupun organisasi dan semua pihak yang memerlukan dalam rangka mengatasi permasalahan sosial yang sedang dihadapi.