PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON)

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

TATA GEREJA PEMBUKAAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

PERATURAN RUMAH TANGGA BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

PERATURAN PENATALAYANAN KEUANGAN GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR 12/BPMS-BNKP/2012 tentang TERTIB PENGGEMBALAAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN HURIA KRISTEN INDONESIA (HKI)

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

VII. KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN Nomor : 1128/J04/P/2006 TENTANG KETENTUAN KETERTIBAN MAHASISWA DALAM KAMPUS

Rp ,- (seratus juta rupiah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR 01/BPMS-BNKP/2007 tentang BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BANUA NIHA KERISO PROTESTAN

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN DESA SIDOMULYO

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON) 76

Ketetapan Synode Bolon GKPS ke-32 Tahun 1994 No. 5/1 Tahun 1994 Tentang RUHUT PAMINSANGON DI GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN SYNODE BOLON GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN Menimbang : a. Bahwa untuk menunaikan panggilan dan suruhan gereja, GKPS bertanggung jawab melaksanakan siasat gereja; b. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan penunaian tugas dan tanggung jawab melaksanakan siasat gereja dimaksud, perlu meninjau ulang Keputusan Pimpinan Pusat GKPS No.904/1-78 tentang Ruhut Paminsangon GKPS, serta menetapkan Ruhut Paminsangon yang baru; Mengingat : 1. Tata Gereja GKPS; 2. Peraturan Rumah Tangga GKPS; 3. Peraturan-peraturan GKPS lainnya; Memperhatikan : 1. Usul Majelis Pendeta GKPS tentang Rancangan Ruhut Paminsangon GKPS; 2. Musyawarah Synode Bolon GKPS ke-32 tahun 1994 di Parapat; MEMUTUSKAN Menetapkan : Pertama : Peraturan Siasat Gereja di GKPS yang disebut Ruhut Paminsangon di GKPS adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Ketetapan ini. Kedua : : Dengan berlakunya Ketetapan ini, maka Peraturan Siasat Gereja yang diatur dalam Keputusan Pimpinan Pusat GKPS No.904/1-78 tentang Ruhut Paminsangon GKPS dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketiga : : Ketetapan ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995. Ephorus Ditetapkan di : Parapat Tanggal : 7 Juli 1994 A.n Synode Bolon GKPS Pimpinan Pusat GKPS Sekretaris Jenderal Pdt. Jas Damanik, S. Th Pdt. A. Munthe, M. Th 77

Lampiran: Surat Ketetapan Synode Bolon GKPS No. 5/1 Tahun 1994 -------------------------------------------------------- RUHUT PAMINSANGON DI GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam ketetapan ini yagn dimaksud dengan: a. Ruhut Paminsangon ialah Siasat Gereja menurut Tata Gereja GKPS. b. Anggota ialah semua anggota GKPS menurut Tata Gereja GKPS, yakni: 1. Anggota Sidi; 2. Anggota Baptis; 3. Anggota Persiapan; dan, 4. Anggota Siasat. c. Majelis Jemaat ialah semua Pendeta, Penginjil, Sintua, Syamas dan Ketua-ketua Seksi yang menjadi anggota GKPS di jemaat yang bersangkutan d. Pimpinan Majelis Jemaat ialah: Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara Jemaat. e. Tata Cara Penyiasatan ialah pengaturan tentang pelaksanaan Ruhut Paminsangon di GKPS. f. Ditegur ialah diingatkan terhadap suatu pelanggaran dan dalam masa tertentu diawasi agar pelanggaran tersebut tidak terulang lagi serta bila dalam masa yang ditentukan tersebut ternyata terulang lagi maka yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai Anggota Siasat. g. Anggota Siasat ialah yang salah satu atau lebih haknya ditangguhkan dan kepadanya dikenakan satu atau lebih kewajiban untuk waktu yang telah ditentukan. h. Dikucilkan ialah dikeluarkan dari dan kehilangan hak serta kewajibannya sebagai anggota GKPS. i. Daluwarsa ialah dilewatinya masa/tenggang waktu tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk mengenakan siasat Gereja. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud Ruhut Paminsangon ialah agar Gereja mempunyai pedoman dalam pelaksanaan penggembalaan anggota. Pasal 3 78

Tujuan mengadakan Ruhut Paminsangon ialah agar anggota sadar akan tugas dan tanggungjawabnya selaku warga gereja, sadar akan pelanggaran yang telah dilakukan dan hidup sesuai dengan Firman Allah. BAB III YANG DIKENAKAN PENYIASATAN, SANKSI DAN PENGECULIANNYA Pasal 4 Yang dikenakan penyiasatan ialah anggota yang melakukan perbuatan dosa dan atau perilaku lainnya yang bertentangan dengan Firman Tuhan dan Peraturan GKPS, yang berkenaan dengan: a. Ajaran (haporsayaon); b. Organisasi: c. Pelayan; d. Perkawinan; e. Perzinahan; dan f. Kejahatan. Pasal 5 Anggota yang melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang disebut dalam Pasal 4 di atas dapat dikenakan siasat Gereja: a. Ditegur ; b. Dijadikan Anggota Siasat c. Dikucilkan. Pasal 6 (1) Pelanggaran yang sudah lampau waktu 6 (enam) bulan, karena daluwarsa, tidak boleh diperiksa, dipertimbangkan, dan atau dikenakan siasat Gereja. (2) Ketentuan ayat (1) di atas dikecualikan untuk pelanggaran yang berkenaan dengan organisasi dan yang ketentuannya telah diatur secara tegas dalam Peraturan GKPS. (3) Pelanggaran yang disebut ayat (2) di atas tidak boleh diperiksa, dipertimbangkan, dan atau dikenakan siasat Gereja apabila sudah lampau waktu 5 (lima) tahun. (4) Terhadap anggota yang melakukan pelanggaran semata-mata karena terpaksa untuk membela diri atau orang lain, atau karena melaksanakan undang-undang atau perintah jabatan, atau karena berada dalam keadaan sakit ingatan tidak dapat dikenakan penyiasatan. (5) Anggota yang melakukan pelanggaran, tidak boleh diperiksa, dipertimbangkan, dan atau dikenakan siasat Gereja, jika pelanggaran tersebut sudah pernah diperiksa dan dipertimbangkan oleh Majelis Jemaat, baik dengan yang menghasilkan keputusan mengenai siasat Gereja maupun tidak. BAB IV TATA CARA PENYIASATAN Bagian Pertama Pengawasan 79

Pasal 7 (1) Majelis Jemaat wajib mengawasi perilaku kehidupan anggota. (2) Pengawasan tersebut dilakukan dengan memberi teguran atau nasehat kepada anggota yang melakukan pelanggaran dengan empat mata dan ternyata tidak diindahkan harus dilaporkan kepada Pimpinan Majelis yang bersangkutan. (3) Jika pelanggaran tersebut dapat dikenakan siasat Gereja Ditegur, Dijadikan Anggota Siasat atau Dikucilkan, Anggota Majelis Jemaat yang mengetahuinya wajib menyampaikan hal tersebut kepada Pimpinan Majelis Jemaat. (4) Tanpa mengurangi kewajiban Majelis Jemaat sebagimana disebut dalam ayat (1) di atas, seluruh anggota sidi wajib mengamati kehidupan sesamanya dengan: a. Member teguran atas pelanggaran yagn dilakukan oleh semua orang yang berada dalam tanggungjawabnya, dan bila tidak dindahkan, melaporkannya kepada Pimpinan Majelis Jemaat; b. Melaporkan pelanggaran orang lain yang disaksikannya sendiri kepada Pimpinan Majelis Jemaat. Bagian Kedua Tempat Pelaporan Pelanggaran Pasal 8 Tempat pelaporan pelanggaran ialah Pimpinan Majelis Jemaat dan/atau yang dihunjuk, di jemaat mana pelanggar terdaftar sebagai anggota. Bagian Ketiga Pemeriksaan Pendahuluan Pasal 9 (1) Jika Pimpinan Majelis Jemaat sudah menerima laporan tenyang adanya pelanggaran, pemeriksaan tentang kebenaran laporan tersebut dilakukan oleh Pimpinan Majelis Jemaat atau yang dihunjuk untuk itu. (2) Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Pimpinan Majelis Jemaat berhak menentukan apakah pelanggaran tersebut akan dibawakan ke dalam Sidang Majelis Jemaat atau dilimpahkan kepada salah seorang anggota Majelis Jemaat untuk melakukan penggembalaan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran tersebut. (3) Terhadap anggota yang melakukan pelanggaran yang berkenaan dengan perzinahan, dan atau kejahatan, siasat Gereja dapat dikenakan apabila pengakuan dari yang bersangkutan dan atau keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan tetap terhadap pelanggaran tersebut sudah ada. Bagian Keempat Penyidangan Pasal 10 (1) Jika Pimpinan Majelis Jemaat telah menemukan pelanggaran anggota yang dapat dikenakan siasat Gereja maka dalam tempo paling lambat 1 bulan Pimpinan Majelis 80

Jemaat harus membawakannya ke dalam Sidang Majelis Jemaat untuk menentukan sanksi atas pelanggaran tersebut. (2) Sanksi yagn dimaksud dalam ayat (1) menyangkut: jenjang, tenggang waktu serta kewajiban-kewajiban maupun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diterima kembali sebagai Anggota Baptis atau anggota Sidi. Bagian Kelima Kesempatan Membela Diri Pasal 11 Anggota yang dikenakan penyiasatan diberikan kesempatan untuk membela dirinya dalam Sidang Majelis Jemaat yang diadakan untuk penyiasatan tersebut. Bagian Keenam Penyampaian dan Pengumuman Keputusan Pasal 12 (1) Keputusan Sidang Majelis Jemaat yang mengenakan siasat Gereja Ditegur, disampaikan secara lisan dan atau tertulis. (2) Keputusan Sidang Majelis Jemaat yang mengenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat dan Dikucilkan diumumkan melalui warta jemaat (tingting kuria). Bagian Ketujuh Penggembalaan Pasal 13 (1) Jika seorang anggota dikenakan siasat Gereja Ditegur, Majelis Jemaat harus menentukan salah seorang atau beberapa orang anggota Majelis Jemaat untuk memperhatikan peri kehidupannya agar pelanggarannya tidak terulang sampai batas waktu yang ditentukan. (2) Jika seorang anggota yang telah Ditegur masih mengulangi pelanggarannya, sementara batas waktu yang ditentukan belum lewat, maka Majelis Jemaat dalam sidangnya dapat memperpanjang tenggang waktu siasat Gereja tersebut, dan bila ternyata anggota tersebut masih mengulangi pelanggarannya maka Majelis Jemaat melalui persidangannya dapat mengenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat kepada anggota tersebut. (3) Jika seorang anggota dikenakan siasat Ggereja Dijadikan Anggota Siasat. Majelis Jemaat harus menentukan dari anggota Majelis Jemaat untuk memperhatikan kehidupannya serta membimbingnya agar menyesali dan meninggalkan perbuatan yang menjadikannya dikenakan siasat Gereja. (4) Jika seorang Anggota Siasat masih belum bersedia menyesali dan meninggalkan perbuatannya yang menjadikannya dikenakan penyiasatan sampai batas waktu yang ditentukan, maka Majelis Jemaat dalam persidangannya dapat memperpanjang tenggang waktu siasat Gereja tersebut, dan bila ternyata anggota tersebut masih belum menyesali dan meninggalkan perbuatannya tersebut, maka Majelis Jemaat dalam persidangannya dapat mengenakan siasat Gereja Dikucilkan kepada anggota tersebut. 81

(5) Jika seseorang anggota yang telah Dikucilkan memohon untuk dapat diterima kembali menjadi anggota, maka Pimpinan Majelis Jemaat dapat menerima yang bersangkutan menjadi Anggota Siasat setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap kesungguhan permohonan tersebut. (6) Kepada seseorang yang telah Dikucilkan dan telah diterima menjadi Anggota Siasat seperti yang disebut dalam ayat (5) di atas, Pimpinan Majelis Jemaat harus menentukan persyaratan yang harus dipenuhi agar yang bersangkutan dapat diterima kembali menjadi Anggota Sidi. Bagian Kedelapan Berakhirnya Sanksi Penyiasatan Pasal 14 (1) Siasat Gereja Ditegur yang dikenakan kepada anggota berakhir apabila Majelis Jemaat memutuskan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan yang dikenakan kepadanya. (2) Keputusan tentang berakhirnya siasat Gereja Ditegur tersebut dalam ayat (1) di atas disampaikan kepada anggota yang bersangkutan secara lisan ataupun tertulis. (3) Penerimaan kembali Anggota Siasat dapat dilakukan apabila Majelis Jemaat telah memutuskan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan yang dikenakan kepadanya. (4) Penerimaan kembali seorang Anggota Siasat dilakukan dengan mengumumkannya melalui warta jemaat (tingting). (5) Penerimaan kembali seorang anggota yang telah Dikucilkan dapat dilakukan apabila Majelis Jemaat telah memutuskan bahwa yang bersangkutan telah menyesali dan meninggalkan pelanggaran yang menyebabkannya Dikucilkan. (6) Penilaian bahwa anggota yang disebut dalam ayat (5) di atas telah menyesali dan meninggalkan pelanggarannya adalah berdasarkan pengamatan terhadap perilaku yang bersangkutan setelah yang bersangkutan diterima sebagai Anggota Siasat. (7) Penerimaan kembali seorang anggota yang telah Dikucilkan seperti yang disebut dalam ayat (5) di atas dilakukan melalui liturgi khusus untuk itu dalam kebaktian Minggu dan diumumkan melalui warta jemaat (tingting). BAB V PELANGGARAN DAN SANKSINYA Bagian Pertama Yang Berkenaan dengan Ajaran (Haporsayaon) Pasal 15 (1) Seseorang anggota yang menolak Alkitab sebagai Firman Allah, dan atau menolak Ajaran Trinitas dikenakan siasat Gereja Dikucilkan. 82

(2) Seorang anggota yang turun aktif dalam pemanggilan, penyembahan atau pemujaan ilah atau roh yang lain dari Allah Tritunggal, atau memiliki dan menggunakan jimat atau yang sejenisnya, ataupun yang menerima baptisan ulang, dikenakan siasat Gereja Dijadiakan Anggota Siasat. (3) Seorang anggota yang terpengaruh oleh ajaran sesat (bidat),atau yang dengan tidak sengaja turut menyebarkan ajaran sesat dikenakan siasat Gereja Ditegur. (4) Seorang anggota yang dengan sengaja turut menyebarkan ajaran sesat (bidat) dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (5) Seorang anggota yang tidak setia mengikuti kebaktian, atau lama tidak ikut ambil bagian dalam Perjamuan Kudus, tidak menyuruh anaknya ke Sekolah Minggu dan/atau Katekhisasi Sidi atau tidak sesegera mungkin membaptiskan anaknya, dikenakan siasat Gereja Ditegur. Bagian Kedua Yang Berkenaan dengan Organisasi Pasal 16 (1) Seorang anggota yang melalaikan kewajibannya dalam pendanaan dan administrasi dikenakan siasat Gereja Ditegur. (2) Seorang anggota yang menolak hasil keputusan siding atau rapat yang diadakan dalam Jemaat dikenakan siasat Gereja Ditegur. (3) Seorang anggota yang dengan sengaja menghalangi atau mempengaruhi hak pilih bebas anggota dengan suap atau ancaman atau yang dengan sengaja mengacaukan hasil pemungutan suara dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (4) seorang anggota yang dengan sengaja mengganggu ketertiban kebaktian, rapat dan acara gereja lainnya atau menyebarkan berita untuk mengobarkan rasa permusuhan antar kelompok dalam jemaat dikenakan siasat Gereja Ditegur. Bagian Ketiga Yang Berkenaan Dengan Pelayan Pasal 17 (1) Seorang Pelayan yang lalai dalam tugasnya memimpin kebaktian, memberitakan Firman, mengikuti persidangan, mengadakan penggembalaan, mengurus dan memelihara harta kekayaan GKPS dikenakan siasat Gereja Ditegur. (2) Seorang Pelayan yang melakukan sesuatu yag bukan wewenangnya atau melakukan perbuatan yang dapat menjadi batu sandungan, dikenakan siasat Gereja Ditegur. Bagian keempat Yang Berkenaan dengan Perkawinan 83

Pasal 18 1. Seorang anggota yang mengingkari atau membatalkan Parpadanan Laho Marhajabuan, kecuali bila ternyata fihak yang lainnya tidak memenuhi persyaratan untuk perkawinan dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 2. Seorang anggota yang kawin tanpa peneguhan dan pemberkatan perkawinan di gereja dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 3. Seorang anggota yang kawin tidak memenuhi syarat atau melanggar larangan seperti yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan Perkawinan GKPS dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat 4. Seorang anggota yang kawin lagi dengan orang yang diantara mereka telah terjadi dua kali kawin-cerai dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 5. Seorang anggota yang menceraikan suami atau istrinya kecuali ternyata dari surat keputusan pengadilan Negeri yang mengabulkan gugatan cerai itu sejalan dengan yang ditentukan dalam Pasal 25 Peraturan Perkawinan GKPS, dikenakan siasat Gereja Dijadiakn Anggota Siasat. 6. Seorang anggota perempuan yang melahirkan anak diluar ikatan perkawinan, atau seorang laki-laki yang mengaku mempunyai anak diluar ikatan perkawinan, dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 7. Seorang anggota yang mempunyai isteri/suami lebih dari satu orang, dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 8. Seorang anggota yang menjadi isteri/suami kedua atau lebih, dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 9. Seorang anggota yang tetap beristeri/bersuami lebih dari satu orang walaupun sudah Dijadikan Anggota Siasat lebih dari 2 (dua) tahun, dikenakan siasat Gereja Dikucilkan. 10. Seorang Anggota yang dijadiakan isteri/suami kedua atau lebih yang tetap mempertahankan ikatan perkawinan walaupun sudah Dijadikan Anggota Siasat lebih dari 2 (dua) tahun dikenakan Siasat Gereja Dikucilkan. 11. Seorang anggota yang terlibat secara aktip dalam mengusahakan perceraian orang lain dikenakan siasat Gereja Ditegur. 12. Seorang anggota yang lalai melaksanakan kewajibannya sebagai anak/suami/isteri/orang tua dikenakan siasat Gereja Ditegur. Bagian Kelima Yang Berkenaan dengan Perzinahan Pasal 19 (1) Seorang anggota yang melakukan hubungan suami-isteri dengan yang bukan suami atau isterinya dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. 84

(2) Sepasang suami-isteri yang anaknya lahir terlalu dini kecuali karena prematur dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (3) Seorang anggota yang pekerjaannya sehari-hari memberikan kemudahan pada perbuatan cabul dan zinah dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (4) Seorang anggota yang melakukan hubungan homoseksual (gay, biseksual, lesbian) dikenakan siasat Gereja Ditegur. Yang Keenam Yang Berkenaan dengan Kejahatan Pasal 20 (1) Seorang anggota yang melakukan kejahatan terhadap milik orang lain, yakni mengambil tanpa hak dengan maksud memiliki, dengan cara: berjudi, menggelapkan, memiliki dengan menipu, menadah barang yang berasal dari kejahatan, mencuri, merampas atau merampok dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (2) Seorang anggota yang melakukan kejahatan terhadap barang yang bukan miliknya, misalnya: merusak, membakar atau melenyapkan dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. (3) Seorang anggota yang melakukan kejahatan terhadap kesehatan dan jiwa sendiri maupun orang lain, misalnya dengan: menyalahgunakan narkotika, memperkosa, merampas kemerdekaan, menganiaya atau membunuh ataupun menggugurkan kandungan dikenakan siasat Gereja Dijadikan Anggota Siasat. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Ruhut Paminsangon ini sepanjang mengenai pelaksanaannya ditetapkan oleh Sidang Majelis Jemaat yang bersangkutan dan berlaku setelah mendapat persetujuan dari Pendeta Resort yang bersangkutan. Ditetapkan di: Parapat Tanggal : 7 Juli 1994 An. Synode Bolon GKPS Ephorus Sekretaris Jenderal Pdt. Jas Damanik, S. Th Pdt. A. Munthe, M. Th 85