BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit degeneratif prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas oleh Kemenkes RI (2013), diketahui bahwa pada tahun 2013 prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia sebesar 0,2 % dan prevalensi penyakit ginjal kronis di Yogyakarta sebesar 0,3%. Penyakit ginjal kronik juga memiliki prevalensi yang tinggi di dunia. Berdasarkan data United States Renal Data System (USRDS), terjadi peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat sebesar 3,7% dari tahun 2011 yaitu sebanyak 636.905 kasus (Collins et al, 2013). Menurut (Pernefri, 2011), penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan rusaknya fungsi ginjal yang terukur nilai GFR kurang dari 60 ml/min/1,73 m 2 selama lebih dari tiga bulan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan berupa cuci darah atau dialisis. Pada tahun 2011, diagnosa penyakit utama terbesar pasien hemodialisis yaitu gagal ginjal terminal sebanyak 87%. Hemodialisis merupakan salah satu terapi yang digunakan dalam penanganan penyakit ginjal kronik karena terapi hemodialisis dapat menggantikan sebagian fungsi ginjal yang sudah rusak (Sompie, 2015). Persentase pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis mengalami protein defisit sebesar 18-75% (Chumlea, 2008). Menurut Susetyowati, dkk (2002), dalam (Wiyanthi, 2005), masalah gizi yang banyak dialami oleh pasien gagal ginjal kronik terapi hemodialisis adalah malnutrisi. Berdasarkan yang dilakukan oleh (Qureshi, Alvestrand, Danielsson, & al, 1998), yaitu melakukan pengukuran status gizi pasien gagal 1
ginjal kronik hemodialisis, didapatkan hasil dari 164 pasien gagal ginjal kronik yang memiliki status gizi baik sebesar 30%, status gizi sedang sebesar 51%, dan status gizi kurang sebesar 13%. Hal yang sering dikeluhkan oleh pasien yang menjalani terapi hemodialisis rutin adalah kelemahan atau fatigue (Sulaiman, 2015). Jika dibandingkan individu normal pada usia lanjut yang sama, pasien hemodialisis memiliki kekuatan otot yang lebih lemah dan pergerakan yang lebih lambat (Anand, 2013). Menurut (Johansen, Shubert, Doyle, Soher, Sakkas, & Kent-Braun, 2003) dan (Sakkas, I, V, & KL, 2004), penyebab atrofi otot yang paling utama meliputi asidosis, abnormalitas metabolisme vitamin D atau konsentrasi kalsium serum, penurunan aktivitas jangka panjang, malnutrisi, dialisis yang inadekuat, hiperparatiroidisme, rendahnya aktivitas fisik, dan miopati urea. Kekuatan genggam tangan merupakan suatu pengukuran terhadap kekuatan beberapa otot yang terletak di tangan dan lengan. Besarnya kekuatan genggam tangan diukur dalam besaran kilogram (Bassey 1990). Otot tangan memiliki peranan penting dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti menggunakan alat atau berpindah posisi (Kaur & Shyamal, 2010). Pada yang dilakukan oleh (Garcia M. M., 2013), menunjukkan bahwa hand grip srength (HGS) memiliki tingkat keakuratan yang cukup baik sebagai instrumen penilaian gizi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Banyak faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan, diantaranya usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, penggunaan tangan yang dominan, pekerjaan, dan teknik pengukuran yang digunakan (Yardimci, et al., 2015). Berdasarkan yang dilakukan oleh (Giannaki, Sakkas, 2
Karatzaferi, Hadjigeorgiou, Lavdas, & Liakopoulos, 2011), penurunan performa dan fungsi fisik serta penurunan kemampuan untuk dapat hidup mandiri akan mempengaruhi kualitas hidup pada pasien hemodialisis. Selain itu, adanya atrofi otot dan rendahnya massa otot tubuh ber angka harapan hidup yang rendah. Kesehatan fisik berkaitan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja (Butar-Butar & Siregar, 2012). Kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis menurun secara signifikan akibat adanya komorbiditas seperti diabetes, hipertensi, kadar hemoglobin rendah, dislipidemia, dan penyakit tiroid (Abraham, S, 2012). IMT mempunyai peran dalam menilai prognosis pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Massa sel tubuh yang menurun pada pasien hemodialisis berdampak pada penurunan fungsi tubuh (Vincent, 2011; Garcia, 2013). Berdasarkan yang dilakukan oleh (Dwana, 2014) dan (Bossola, Stefania, Giovanna, & al, 2009), IMT ber kemampuan fungsional tubuh. Pada yang dilakukan oleh (Dwana, 2014), nilai IMT yang semakin buruk maka akan berdampak pada semakin rendahnya kekuatan genggam tangan (36,7%). Sedangkan berdasarkan oleh (Bossola, Stefania, Giovanna, & al, 2009), didapatkan hasil yang berkebalikan dimana semakin baik nilai IMT maka semakin menurun fungsi fisik pasien. Rendahnya massa otot pada pasien hemodialisis juga dapat disebabkan karena proses penuaan. Penurunan persentase massa otot berdampak pada penurunan kekuatan otot yaitu sekitar 30-40% (Rosmalina, Permaesih, Rustan, Ernawati, Moeloek, & Herman, 2001). 3
Salah satu teknik pengukuran massa otot yaitu menggunakan lingkar lengan atas (LLA). Pengukuran LLA sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya kurang energi protein yang ditandai menurunnya massa otot (Nur, 2012). Berdasarkan oleh Alfitri (2015), terdapat bermakna antara LLA kekuatan genggam tangan (p<0,05). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pula pada kekuatan genggam tangan. Berdasarkan yang dilakukan oleh Sakkas, et al (2004), pasien hemodialisis jenis kelamin pria mengalami pengurangan ukuran dan kekuatan otot yang lebih besar dibandingkan pasien hemodialisis wanita (p=0,01). Terapi hemodialisis merupakan salah satu faktor penting dalam terjadinya proses katabolik yang berdampak pada malnutrisi energi dan protein. Pasien yang menjalani terapi hemodialisis secara rutin dapat mengalami keseimbangan energi dan protein yang negatif akibat hilangnya asam amino dan meningkatnya energy expenditure. Hal ini berdampak akut pada metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat sehingga merupakan penyebab katabolisme protein tubuh, protein otot, dan simpanan protein (Ikizler, et al., 2002). Pada pasien hemodialisis, asupan protein merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian karena asupan protein yang memadai dapat menyediakan kebutuhan protein yang meningkat berkaitan perubahan metabolisme protein (Kluthe, Luttgen, Capetianu, Heinze, Katz, & Sudhoff, 1978). Kebutuhan protein yang dianjurkan untuk pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis yaitu sebesar 1-1,2 g/kg berat badan/hari (Fahmia, Tatik, & Erma, 2012). Berdasarkan yang dilakukan oleh (Rosmalina, Permaesih, 4
Rustan, Ernawati, Moeloek, & Herman, 2001), konsumsi protein mempunyai korelasi positif dan bermakna kekuatan otot. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang ber kemampuan fungsional pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis rutin yang diketahui dari kekuatan genggam tangan. Penanganan masalah status gizi yang baik pada pasien akan berdampak pada perbaikan kemampuan fungsional sehingga dapat tercapai peningkatan kualitas hidup pada pasien. B. Rumusan Masalah Apakah faktor karakteristik (usia, jenis kelamin, lama hemodialisis), faktor status gizi (indeks massa tubuh dan lingkar lengan atas), faktor asupan zat gizi (asupan protein dan energi), dan faktor penyakit penyerta diabetes mellitus tipe 2 berkaitan kekuatan genggam tangan pada pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis rutin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tujuan khusus: 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 5
2. Untuk mengetahui jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui penyakit penyerta diabetes melitus tipe 2 sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 4. Untuk mengetahui usia sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 5. Untuk mengetahui lama hemodialisis pasien sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 6. Untuk mengetahui indeks massa tubuh sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 7. Untuk mengetahui lingkar lengan atas sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 8. Untuk mengetahui asupan energi sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 9. Untuk mengetahui asupan protein sebagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasien Hasil ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan sehingga pasien dapat mempertahankan kemampuan fungsional tubuhnya. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan rujukan dalam meningkatkan terapi yang berkaitan status gizi dan kemampuan fungsional pasien. 3. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan kepada peneliti tentang faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pada pasien hemodialisis sekaligus pemahaman teori yang telah didapatkan dalam perkuliahan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito. Namun, terdapat beberapa yang memiliki persamaan ini yang disajikan dalam tabel berikut: 7
Dwana (2014); Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Kekuatan Genggam Tangan pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Dr. Zainal Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Tujuan Metode Persamaan Perbedaan Mengetahui apakah terdapat analitik pendekatan antara IMT cross-sectional Abidin Garcia (2013); Relationship between hand grip strength and nutritional assessment methods used hospitalized patients of Sulaiman (2015); Hubungan Lamanya Hemodialisis Fatigue pada Pasien Gagal Ginjal di RS PKU Muhammadiy ah Yogyakarta Setiowati (2014); Hubungan Indeks kekuatan genggam tangan pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh. Melihat antara HGS IMT, SGA, dan NRS 2002 Mengetahui lamanya hemodialisis fatigue pada pasien. Mengetahui IMT, persen lemak tubuh analitik pendekatan cross-sectional analitik pendekatan cross-sectional analitik pendekatan Tujuan Metode Uji hipotesis Tujuan untuk melihat HGS IMT hand dynamom eter dan IMT Outcome lama hemodiali sis kelemaha n otot HGS Metode pengambila n sampel Tujuan Metode pengambila n sampel Uji hipotesis Metode penilaian 8
Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Gizi Kekuatan Otot Zat Sakkas, et al (2004); Male dialysis patients are subject to a higher rate of muscle wasting and weakness than female counterparts Alfitri, (2015) K.N dan asupan zat gizi kekuatan otot Mengetahui apakah jenis kelamin berperan dalam atrofi dan kelemahan otot yang sering ditemui pada pasien hemodialisis Mengetahui kemampuan metode HGS sebagai alat asesmen gizi pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta cross-sectional Tujuan untuk melihat IMT dan asupan terhadap kekuatan otot analitik pendekatan cross-sectional rancangan crosssectional. Tujuan Salah satu tujuan yaitu untuk mengetah ui antara kekuatan genggam tangan LLA pada pasien kekuatan otot menggunak an CSA dan komposisi tubuh MRI, DEXA, dan mempertim bangkan aktivitas fisik Jumlah subjek Tidak melakukan tujuan untuk mengetahui kemampua n HGS sebagai alat asesmen gizi metode 9