PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

-2-3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Syarat Bangunan Gedung

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

L E M B A R A N D A E R A H

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMUTIHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Bandung Utara (KBU) merupakan bagian dari dataran tinggi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI CITARUM DAN CIKERUH GUBERNUR JAWA BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Transkripsi:

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG BARAT GUBERNUR JAWA BARAT; Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Bandung Utara, telah ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008; M e n g i n g a t b. bahwa petunjuk pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Bandung Utara di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat perlu segera ditetapkan, sejalan dengan penataan ruang di wilayah tersebut; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara di Wiiayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat; 1. U n d a n g - U n d a n g N o m o r 1 1 T a h u n 1 9 5 0 t e n t a n g Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli 1950); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); JaIan Diponeydro No. 22 Telepon (022) 4232448-4233317, 4230963 Faks. (022) 4203450 BANDUNG - 4011.5

2 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247); 10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411); 12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Beret di Provinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4688); 15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);

16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4624); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 29. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

4 30. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 31. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 32. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 34. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi; 35. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; 36. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; 37. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P-14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan; 38. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 39. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 3 Seri D); 40. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 2 Seri E); 41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pengendalian dan Rehabilitasi Lahan Kritis (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 15 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 18); 42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 tentang Sempadan Sumber Air (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 16 Seri C, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 6); 43. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 21); 44. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 38);

5 Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. 3. Bupati adalah Bupati Bandung dan Bupati Bandung Barat. Barat. 4. Instansi Terkait adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, instansi vertikal dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 5. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang, yang kegiatannya diwadahi oleh lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi ilmiah, atau perkumpulan masyarakat 6. Orang adalah orang perorangan, sekelompok orang, badan usaha dan/atau badan hukum. 7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 8. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 9. Penataan Bangunan adalah upaya pengaturan untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang tertib, aman, nyaman, serasi, dan seimbang melalui tertib pembangunan dan keselamatan perumahan dan permukiman. 10. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 11. Kawasan Bandung Utara yang selanjutnya disebut KBU adalah kawasan yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat dengan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung Burangrang, Masigit, Gedongan, Sunda, Tangkubanparahu dan Manglayang, sedangkan di sebelah barat dan selatan dibatasi oleh garis (kontur) 750 m di atas permukaan laut (dpl) yang secara geografis terletak antara 107 27' - 107 Bujur Timur, 6 44' - 6 56' Lintang Selatan.

12. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian akuifer yang berguna bagi sumber air. 13. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 14. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 15. Kawasan Pertanian adalah kawasan yang dibudidayakan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, holtikultura, hutan produksi, perkebunan, peternakan, perikanan, agribisnis dan agrowisata. 16. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan serta tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. 17. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 18. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 19. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 20. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 21. Sarana Lingkungan adalah fasilitas lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. 22. Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik cekungan yang memungkinkan lingkungan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang meliputi prasarana transportasi, prasarana kesehatan serta prasarana energi dan komunikasi. 6

23. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 24. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 25. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk m anusia d an p e r i l akunya y an g m e m p e n g a r u h i kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 26. Kondisi Fungsi Hidroorologis adalah keadaan yang menggambarkan naik turunnya kemampuan dalam meresapkan air sebagai akibat dari perubahan pemanfaatan ruang dengan membandingkan indeks konservasi potensial dengan indeks konservasi aktual. 27. Tingkat Kekritisan Kawasan adalah kondisi fungsi hidroorologis yang dinyatakan dalam klasifikasi sangat kritis, kritis, agak kritis, normal dan balk. 28. Indeks Konservasi Potensial yang selanjutnya disebut Ikp adalah parameter yang menunjukkan kondisi hidroorologis ideal untuk konservasi yang dihitung berdasarkan variabel curah hujan, jenis batuan dan kelerengan. 29. Indeks Konservasi Aktual yang selanjutnya disebut Ika adalah parameter yang menunjukkan kondisi hidroorologis yang ada untuk konservasi yang dihitung berdasarkan variabel curah hujan, jenis batuan, kelerengan dan penggunaan lahan. 30. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disebut KWT adalah perbandingan antara luas wilayah terbangun dengan luas seluruh wilayah. 31. Koefisien Wilayah Terbangun Aktual yang selanjutnya disebut KWTa adalah perbandingan antara luas wilayah terbangun dengan luas seluruh wilayah pada saat pengamatan. 32. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas persil tanah. 33. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah bilangan pokok atas perbandingan antara total luas lantai bangunan dengan luas kavling. 34. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan antara luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas persil yang dikuasai. 7

8 BAB II PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Indeks Konservasi Potensial (Ikp) Pasal 2 (1)Ikp harus dijadikan dasar penentuan pola ruang dan intensitas pemanfaatan dalam penyusunan rencana tata ruang di Kabupaten/Kota. (2)Ikp di KBU tercantum dalam peta dengan skala 1:10.000 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Kedua Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Pasal 3 (1) KWT maksimal merupakan persentase tertinggi luas wilayah yang dapat dijadikan kawasan terbangun untuk tiap-tiap desa/kelurahan. (2) KWT maksimal tiap-tiap desa/kelurahan tercantum dalam peta dengan skala 1:10.000 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 4 (1) Desa/kelurahan dengan KWTa yang telah mencapai KWT maksimal dilarang melakukan penambahan luas kawasan terbangun. (2) Penambahan luas kawasan terbangun pada desa/kelurahan dengan KWTa yang telah mencapai KWT maksimal dapat dipertimbangkan, dengan ketentuan harus menerapkan rekayasa teknis dan/atau rekayasa vegetatif untuk memperbaiki kondisi fungsi hidroorologis kawasan sesuai ketentuan teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini. (3) KWTa harus dievaluasi dan diperbaharui setiap tahun. Bagian Ketiga Arahan Pola Ruang KBU Pasal 5 (1) Penetapan arahan pola ruang di KBU didasarkan pada Ikp, ketinggian lahan dan kemiringan lahan serta mempertimbangan guna lahan eksisting dan KWT. (2) Arahan pola ruang menjadi pedoman dalam penyusunan dan penyesuaian RTRW Provinsi dan Kabupaten.

9 (3)Arahan pola ruang tercantum pada peta dengan skala 1:10.000 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III sebagai bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Keempat Pengaturan Zonasi Pasal 6 Untuk zona/kawasan perkotaan dengan kepadatan tinggi dan kawasan dengan intensitas perkembangan kawasan terbangun yang pesat, diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten. BAB III PENATAAN BANGUNAN Bagian Kesatu Penataan Bangunan dan Luas Lahan Minimum Pasal 7 Penataan bangunan dibedakan untuk kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten. Pasal 8 Luas petak lahan minimum untuk KBU dibatasi berdasarkan kondisi kemiringan lahan, yang dibedakan atas kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Bagian Kedua Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Pasal 9 (1)Setiap bangunan harus memenuhi ketentuan KDB sesuai yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) KDB ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan, resapan air, pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, peruntukan lahan, fungsi bangunan dan kenyamanan bangunan. (3) Pertimbangan dalam perhitungan KDB untuk wilayah KBU didasarkan pada Ikp dan kemiringan lereng. (4) Ketentuan besarnya KDB dibatasi setinggi-tingginya 40% untuk kawasan perkotaan dan 20 % untuk kawasan perdesaan.

10 (5) Ketentuan teknis perhitungan dan penetapan besarnya KDB dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Ketiga Ketinggian Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Pasal 10 (1) Ketinggian Bangunan diatur dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan. (2) Lokasi yang belum diatur dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan, ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh instansi terkait dengan mempertimbangkan lebar jalan, kondisi tanah, fungsi bangunan, keselamatan bangunan, kajian arsitektural serta keserasian dengan lingkungannya. Pasal 11 (1) Bangunan harus memenuhi ketentuan KLB sesuai yang ditetapkan dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) KLB ditentukan berdasarkan kepentingan pelestarian lingkungan, resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, peruntukan lahan, fungsi dan kenyamanan bangunan. (3) Perhitungan KLB didasarkan pada KDB petak tersebut dan ketentuan tinggi bangunan maksimum yang diperbolehkan. (4) Ketentuan perhitungan dan penetapan besarnya KLB dalam rencana detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Ketiga Koefisien Dasar Hijau (KDH) Pasal 12 (1) KDH ditentukan berdasarkan kepentingan resapan air permukaan tanah. (2) Ketentuan besarnya KDH pada ayat (1) minimal 52% untuk kawasan perkotaan dan 80% untuk kawasan perdesaan.

11 (3) Ketentuan perhitungan dan penetapan besarnya KDH tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Keempat Perencanaan Tata Letak Bangunan Pasal 13 (1) Prinsip perencanaan tata letak bangunan adalah menjaga fungsi resapan air, mempertahankan kontur lahan alami, karakter fisik dan vegetasi alami, dan memperkecil luas terbangun atau penutupan lahan. (2) Perencanaan tata letak bangunan meliputi luas pelandaian lereng maksimum, penetapan jarak bebas minimum samping dan belakang, garis sempadan bangunan, dan desain tata letak bangunan yang tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Kelima Perancangan Bangunan Pasal 14 (1) Perancangan bangunan didasarkan pada kepentingan menjaga fungsi resapan air, meminimalkan KDB per kawasan, KDB per petak lahan, dan luas perataan tanah, dengan menerapkan prinsip eko arsitektur. (2) Ketentuan perancangan bangunan yang meliputi bentuk, struktur, dan atap bangunan, tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Keenam Pengelolaan Pekarangan Pasal 15 Pengelolaan pekarangan harus berdasarkan pada prinsip menghindari air keluar dari persil tanah yang dibangun atau debit air larian lebih kecil atau sama dengan sebelum dibangun.

BAB IV PENGAWASAN DAN PENERTIBAN Bagian Kesatu Pengawasan Paragraf 1 Umum Pasal 16 12 (1) Untuk menjamin tercapainya tujuan pengendalian pemanfaatan ruang KBU dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang di KBU. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dengan melibatkan masyarakat. Paragraf 2 Pemantauan Pasal 17 (1) Pemantauan bertujuan mengamati, mengikuti dan mendokumentasikan perubahan status atau kondisi kegiatan pemanfaatan ruang di KBU. (2) Pemantauan dilakukan secara rutin atau periodik dan insidentil. Paragraf 3 Evaluasi Pasal 18 (1) Evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Evaluasi dilakukan terhadap kinerja perencanaan, kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang maupun ketentuan teknis dalam Peraturan Gubernur ini dan perijinan. Paragraf 4 Pelaporan Pasal 19 (1) Kepala Dinas Provinsi yang membidangi tata ruang melaporkan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang KBU kepada Gubernur setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

13 (2) Dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang KBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas dibantu oleh Tim yang dibentuk oleh Gubernur. Bagian Kedua Penertiban Pasal 20 (1) Penertiban dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Satuan Polisi Pamong Praja di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten. (2) Apabila berdasarkan hasil pengawasan terbukti terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang dan/atau pengaturan pemanfaatan ruang, Gubernur melaksanakan langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya. Pasal 21 (1) Penertiban dilakukan terhadap penyimpangan atas peraturan pemanfaatan ruang KBU berupa pengembangan kawasan dan/atau pembangunan yang tidak mempunyai izin dan/atau mempunyai izin tetapi melakukan pelanggaran. (2) Pemanfaatan ruang yang tidak memiliki izin tetapi sesuai dengan ketentuan teknis yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini dapat diberikan izin dengan membayar biaya paksaan penegakan hukum, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten. BAB V PERIJINAN Bagian Kesatu Jenis Perijinan Pasal 22 (1) Jenis ijin pemanfaatan ruang yang harus mendapat rekomendasi Gubernur adalah : a. Ijin pemanfaatan tanah; b. Ijin lokasi; c. Ijin perencanaan. (2) Kriteria perijinan yang harus mendapat rekomendasi Gubernur tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

14 Bagian Kedua Mekanisme Rekomendasi Pasal 23 (1) Rekomendasi ijin pemanfaatan ruang diberikan kepada Bupati berdasarkan permohonan yang dilampiri rencana pemanfaatan ruang dan data penunjang lainnya. (2) Rekomendasi untuk ijin pemanfaatan ruang dengan luas > 1.000 m 2 dikeluarkan oleh Gubernur. (3) Rekomendasi untuk ijin pemanfaatan ruang dengan luas < 1.000 m 2 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi tata ruang. (4) Bagan alir mekanisme rekomendasi perijinan tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. BAB VI REHABILITASI LAHAN Pasal 24 (1) Setiap pelaku pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur ini harus melakukan rehabilitasi lahan, meliputi: a. Pembebasan lahan pada lokasi yang pemanfaatan ruangnya tidak sesuai dengan tujuan konservasi; b. Pembangunan kembali pada kawasan yang telah terbangun dengan kepadatan bangunan yang lebih rendah dan memenuhi ketentuan KDB, KDH, dan pengelolaan lahan pekarangan; c. Penerapan rekayasa teknis pada kawasan yang telah terbangun untuk memperbaiki kemampuan meresapkan air hujan dan mengurangi debit air larian; d. Penerapan rekayasa vegetatif pada kawasan yang telah terbangun untuk memperbaiki kemampuan meresapkan air hujan, mengurangi debit air larian dan mengurangi erosi; e. Konsolidasi lahan. (2) Ketentuan teknis mengenai rekayasa teknis dan rekayasa vegetasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

BAB VII KONSOLIDASI LAHAN Pasal 25 15 (1) Konsolidasi lahan bertujuan untuk mencapai kepastian hak atas lahan dan pemanfaatan lahan secara optimal melalui perbaikan penguasaan lahan dan efisiensi penggunaan lahan. (2) Pelaksanaan konsolidasi lahan meliputi penggeseran letak, penggabungan, pemecahan, penukaran, penataan letak, penghapusan dan pengubahan lahan. (3) Lokasi yang berpotensi untuk penerapan konsolidasi lahan adalah wilayah yang direncanakan menjadi permukiman baru, wilayah yang sudah mulai tumbuh, wilayah permukiman yang tumbuh pesat, dan wilayah yang kumuh atau belum teratur. (4) Prosedur pelaksanaan konsolidasi lahan terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu: a. Tahap Persiapan dan Pendataan; b. Tahap Penataan; c. Tahap Pembangunan Sarana dan Prasarana. BAB VIII SISTEM INFORMASI Pasal 26 (1) Sistem informasi pengendalian pemanfaatan ruang KBU memberikan informasi data spasial dan bukan spasial yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang dan perubahan pemanfaatan ruang di KBU. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Dinas Provinsi yang membidangi penataan ruang, dan disajikan dalam jaringan internet yang dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

16 BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasa127 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Gubernur ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi penataan ruang. Pasal 28 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Barat. Ditetapkan di Bandung pada tanggal 2 Mei 2008 Diundangkan di Bandung pada tanggal 2 Mei 2008 S ARIS DAERAH PROVINSI WA BARAT, LAKSAMANA BERITA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008 NOMOR 30 SERI E