BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN. indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Endianto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAHU SEBAGAI ANDALAN INDUSTRI PARIWISATA DI SUMEDANG. Oleh : Dadang Sungkawa *)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Tahun Bawang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional dan sumber

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebelum tahun an, mata pencaharian pokok penduduk Kecamatan

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu proses yang ditujukan untuk. meningkatkan produksi pertanian bagi konsumen, yang sekaligus dapat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang bersuku Gayo dan daerahnya terletak di Dataran Tinggi tepatnya

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan industri dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu menyangkut faktor teknologi industri, juga besar peranannya adalah dukungan dari masyarakat di mana industri itu berada. Oleh karena itu, masyarakat setempat harus dibina dan dipersiapkan untuk kehadiran dan kelanjutan adanya suatu industri. Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut. Munculnya industri merupakan bagian yang penting dalam pembangunan ekonomi dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik (Saripudin, 2005 : 165). Lahan di daerah perkotaan yang terbatas, memungkinkan pembangunan areal industri lebih diarahkan ke daerah pinggiran kota yang masih memiliki lahan luas dan secara langsung dapat dengan mudah dijangkau dari daerah pedesaan. Menurut Sarbini (1988 dalam Saripudin, 2005 : 166-167), hal ini juga dimaksudkan untuk menyerap tenaga kerja dari pedesaan sehingga dapat mengurangi urbanisasi. 1

Pembangunan industri di setiap daerah atau wilayah akan berbeda, hal itu didasarkan kepada perbedaan karakteristik setiap tempat atau wilayah yang dapat menunjang berdirinya suatu industri dilakukan, mengingat jumlah penduduk semakin banyak sehingga jumlah angkatan kerjapun banyak, yang tidak mungkin dapat diatasi hanya pada bidang pertanian saja tetapi harus di tunjang oleh pembanguan di bidang industri. Dengan pembangunan industri ini dapat mendorong pembangunan daerah dan terbukanya bidang-bidang usaha lain, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran yang makin meningkat. Meskipun demikian, Menurut Irsan Azhary Saleh (1991:1) Sejak awal dasawarsa 70-an secara tajam mulai disadari, bahwa meskipun mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun kebanyakan negara berkembang belumlah berhasil menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi angkatan kerja pada umumnya, baik ditinjau dari segi tingkat pendapatan, ataupun dari kesesuaian pekerjaan terhadap keahlian. Harapan bahwa pertumbuhan yang pesat dari sektor industri modern akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran secara tuntas ternyata masih berada pada rentang perjalanan yang panjang. Bertolak dari kenyataan inilah maka eksistensi industri kecil telah mengambil tempat penting dalam masalah kesempatan kerja dan ketenagakerjaan di negara berkembang. Sehubungan dengan pentingnya pengembangan sektor industri, terutama sektor industri kecil, Jawa Barat mempunyai komoditas unggulan dalam karakteristik agroklimat yang dapat dijelaskan dalam komoditas kawasan budidaya dataran tinggi dan dataran rendah. Komoditas potensial yang mempunyai peranan terhadap bisnis. Pertanian Jawa Barat berdasarkan data tahun 2008 antara lain komoditas sayuran dapat dilihat pada tabel berikut ini. 2

No. Komoditas Tabel 1.1 Data Produksi Komoditas Sayuran di Jawa Barat. Produksi (ton) Luas Tanam (Ha) Konsentrasi Lokasi 1. Bawang Merah 100.228 13.244 Bandung, Cirebon, Majalengka, Garut, Kuningan 2. Kentang 504.971 25.265 Bandung,Garut,Majalengka 3. Kubis 451.647 18.445 Cianjur,Bandung,Garut,Majalengka 4. Cabe Merah 365.173 23.939 Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Majalengka,Indramayu 5. Tomat 288.779 12.421 Bandung,Garut,Cianjur,Majalengka 6. Wortel 144.801 6.121 Bandung, Cianjur, Majalengka Sumber :Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 2008 Berdasarkan tebel diatas salah satu komoditas sayuran bawang merah merupakan komoditas tanaman sayuran unggulan jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Hal ini didasarkan pada semakin meningkat konsusmsi makanan siap saji di tengah masyarakat yang memerlukan penyedap dari bawang merah goreng secara tidak langsung telah memacu peningkatan terhadap produksi bawang merah goreng tersebut Kabupaten Kuningan sebagian besar petaninya telah mengolah bawang merah menjadi bawang gorang yang pemasarannya telah menembus pasar ekspor, salah satu tujuan ekspor utamanya adalah Singapura. Meskipun dengan kesederhanaan teknologi yang dimiliki serta modal yang terbatas, namun industri bawang merah goreng yang umumnya industri rumah tangga (home industry), mampu bertahan ditengah-tengah kondisi pasar yang penuh dengan persaingan. 3

Industri bawang merah goreng yang terdapat di Kabuapten Kuningan merupakan Industri yang sudah lama ada. Usaha bawang merah goreng yang diproduksi oleh waraga masyarakat tersebut tidak lepas dari bantuan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan terutama Dinas Perdagangan dan Perindustrian yang awal mulanya memberikan bantuan kredit, penyuluhan, dan akses pasar bagi para pengusaha bawang merah goreng tersebut. Namun, Pemerintah baru memberikan izin berdirinya industri bawang merah goreng sejak tahun 1990. Menurut data yang di peroleh dari Dinas Industri dan Perdagangan tahun 2008 di Kabupaten Kuningan saat ini terdapat 31 jenis Industri bawang merah goreng yang sudah mendapatkan izin untuk beridirnya usaha dan tersebar di setiap Kecamatan yang berada di Kabupaten Kuningan. Adapun data mengenai Industri bawang goreng yang di peroleh dari Dinas Industri pada tahun2003, 2007 dan 2008 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Thn. For mal Tabel 1.2 Industri Bawang Merah Goreng Di Kabupaten Kuningan Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Investasi (Rp.Juta) Non Jml For Non Jml Formal Non Jumlah For mal Formal Formal mal 2003 30 12 42 342 34 376 1.995.000 108.000 2.103.000 2007 31 12 43 346 34 380 2,908.065 108.000 3.016.065 2008 31 12 43 346 34 380 2.900.000 100.000 3.000.000 Sumber : Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Kuningan (2009) 4

Pesatnya pengolahan industri makanan secara tidak langsung turut meningkatkan kebutuhan bawang merah goreng dalam negeri. Konsusmsi makanan siap saji di tengah masyarakat yang semakin meningkat belakangan ini, seperti nasi goreng, sate, tongseng yang memerlukan penyedap dari bawang merah goreng secara tidak langsung telah memacu peningkatan terhadap produksi bawang merah goreng tersebut. Setiap tahun permintaan bawang merah di luar konsumsi restoran, hotel, dan industri olahan kurang lebih 5% per tahun. Meskipun permintaan akan bawang merah goreng terus meningkat tiap tahunnya ternyata belum diikuti oleh produksinya secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan petani bawang merah dalam hal budi daya tanaman, seperti keberagaman jenis tanah, pengendalian hama dan gulma, pemupukan dan penanganan pasca panen. Meskipun demikian, nilai produksi bawang merah goreng yang berada di Kabupaten Kuningan tidak mengalami penurunan. Hal ini disebabkan bawang merah yang merupakan bahan utama bawang merah goreng yang ada di Kabupaten Kuningan tidak hanya di peroleh dari petani yang ada di Kabupaten Kuningan saja melainkan diperoleh juga dari Kabupaten Cirebon khususnya dari Kecamatan Losari dan Kecamatan Brebes. Industri bawang merah goreng yang berada di Kabupaten Kuningan telah mampu menjadi ciri khas produk Kabupaten Kuningan dan dalam kegiatan usahanya tersebar di setiap kecamatan. Salah satunya adalah di Kecamatan Garawangi khususnya di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani bawang merah yang pada umumnya sebagian besar petani di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi menanam 5

bawang merah hanya pada musim tanam bawang saja. Dikarenakan keterbatasan para petani dalam membudidayakan tanaman bawang merah. Akibatnya pada musim tanam bawang di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Produksi bawang merahnya menjadi berlebihan dipasaran sehingga menjadikan harga bawang merah menjadi turun drastis. Selain itu, sifat bawang merah yan tidak tahan lama serta cepat busuk sehingga mengalami penurunan mutu dalam pemasarannya. Oleh karena itu, diperlukan pengawetan terhadap bawang merah dengan mengolahnya menjadi bawang merah goreng. Bawang merah goreng merupakan salah satu komoditas unggulan Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan dan telah melakukan kerjasama dengan PT Indofood mulai tahun 2003 sehingga dapat menjadi sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah di Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan. Data dari dinas Industri dan perdagangan Kabupaten Kuningan tahun 2008 mengenai industri bawang merah goreng di Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan adalah sebagai berikut : 6

Tabel 1.3. Industri Bawang Merah Goreng di Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan Nama Desa/Kecamatan Nama Pemilik/Perusahaan Jumlah tenaga Kerja (orang) Nilai Investasi (Rp.000) Kapasitas Produksi/ Tahun Tahun Berdiri sesuai izin Desa Sukamulya H.Tanggal Toyibudin 50 175.000 450 ton 1991 Kec.Garawangi Bawang Tunggal Desa Sukamulya Rasid 10 20.000 200 ton 1991 Kec.Garawangi Putra Mandiri Desa Sukamulya Anang 7 10.000 100 ton 1991 Kec.Garawangi Sahabat Tunggal Desa.Garawangi Ja l 10 150.000 150 ton 1992 Kec.Garawangi Sari Wangi Desa.Garawangi H.E.Suarta 15 35.000 250ton 1995 Kec.Garawangi Sari Wangi Desa.Garawangi Surya 8 10.000 150 ton 1996 Kec.Garawangi Surya Desa.Sukamulya Kec.Garawangi Dadang Dasuki Sami Mulya 20 20.000 200ton 2001 Sumber : Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kuningan,2009 Tingkat perkembangan perindustrian berbeda-beda pada tiap golongan masyarakat sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologinya. Selain itu, setiap industri pasti akan memberikan dampak bagi lingkungan sekitarnya, baik positif maupun negatif. Salah satu industri yang dapat memberikan dampak positif bagi masayarakat sekitarnya adalah dapat menjadi salah satu alternatif lapangan usaha bagi penduduk sekitar. Berdasarkan hal tersebut, eksistensi industri bawang merah goreng di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan sangat menarik perhatian penulis untuk diteliti. Adapun judul penelitiannya adalah Eksistensi Industri Bawang Merah 7

Goreng Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani Bawang Merah di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis membatasi penelitian sebagai berikut : 1. Bagimanakah eksistensi Industri bawang merah goreng Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan? 2. Bagaimanakah pengaruh industri bawang merah goreng terhadap sosial ekonomi petani di desa Sukamulya dan desa Garawangi Kecamatan Garawangi KabupatenKuningan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai, antara lain : 1. Untuk mengidentifikasi bagaimanakah eksistensi industri bawang merah goreng Desa Sukamulya dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan 2. Untuk mengidentifikasi bagaimanakah pengaruh industri bawang merah goreng terhadap sosial ekonomi penduduk di Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan 8

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Untuk mengembangkan wawasan ilmu Geografi, antara konsep dan teori dengan kenyataan di lapangan. 2. Bagi pemerintah daerah, instansi terkait dan pihak lain dapat dijadikan sebagai masukan dalam pembangunan terutama dalam mempertimbangkan pengambilan kebijakan perusahaan. 3. Bagi kepentingan kegiatan belajar mengajar Geografi, dapat dijadikan sebagai sumber acuan bagi pengajaran. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan judul diatas maka penulis memberikan definisi masing-masing konsep tersebut berdasarkan judul yang diteliti yaitu Eksistensi Industri Bawang Goreng Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan. 1. Eksistensi Adalah keberadaan atau adanya sesuatu kehadiran yang mengandung unsur bertahan, yang dimaksud dengan eksistensi disini adalah Eksistensi Industri Bawang Goreng terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani Bawang Merah Di Desa Sukamulya Dan Desa Garawangi Kecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan. 9

2. Industri Pada dasarnya industri merupakan bagian dari proses produksi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan baku menjadi barang jadi, sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomis bagi masyarakat. 3. Kondisi Sosial ekonomi Adalah kondisi penduduk yang berhubungan dengan mata pencaharian, pendapatan,tingkat pendidikan,kondisi tempat tinggal, status tempat tinggal dan kepemilikan rumah tangga serta kesehatan para petani bawang merah di Desa Sukamulya dan Desa Garawangi. 4. Petani Adalah penduduk yang mata pencahariannya ada pada bidang pemanfaatan dan pengolahan lahan pertanian. 10