BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

JURNAL PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MELALUI PENJATUHAN SANKSI PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan, kebutuhan listrik dan lain sebagainya. Perilaku korupsi itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

yang berdampak terhadap kerugiakan dan kepentingan masyarakat.

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil makmur dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat. Adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang besar dan pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai aspek kehidupan bangsa. 1 Dampak korupsi terhadap dunia politik akan mempersulit berkembangnya demokrasi dan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dampak korupsi terhadap sektor hukum akan menghambat ketertiban dan penegakan hukum. Akibat korupsi, pembangunan ekonomi negara jadi semakin sulit dan berantakan. Korupsi juga membuat kesenjangan 1 Redaksi Grhatama, 2009, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan I, Pustaka Grhatama, Yogyakarta, hlm.66. Lihat juga Lab.Pusat Data Hukum Fak.Hukum UAJY, 2007, Himpunan Lengkap Undang-Undang Bidang Pidana di Luar Kodifikasi, Edisi I, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm.128. 1

2 sosial ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin lebar. 2 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen, dibandingkan Maret 2013 meningkat 480 ribu orang. 3 Kemiskinan yang terjadi tidak dapat dipungkiri adalah salah satu dampak dari korupsi. Upaya pemerintah untuk memberantas korupsi yang merugikan negara dan rakyat, diantaranya dengan mengeluarkan peraturan perundangundangan seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya disingkat UU PTPK) dalam Pasal 2 dan Pasal 3 berisi ketentuan bahwa salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan negara atau 2 http://www.ritayuniarti.com/dampak-korupsi-bagi-negara-indonesia/#sthash.rud6wbsf.dpuf, Rita Yuniarti, Dampak Korupsi Bagi Indonesia, diakses 8 Maret 2014. 3 http://www.voaindonesia.com/content/bps-inflasi-kemiskinan-meningkat-pada- 2013/1822602.html, diakses 9 Maret 2014.

3 perekonomian negara. Konsekuensinya, pemberantasan korupsi tidak sematamata bertujuan agar koruptor dipidana penjara yang membuat jera saja, tetapi juga dapat mengembalikan kerugian keuangan negara yang telah dikorupsi. Pasal 4 UU PTPK berisi ketentuan bahwa terdapat pengembalian kerugian keuangan atau perekonomian negara jika pelaku tindak pidana korupsi memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK walau pengembalian tersebut tidak menghapuskan pidana pelaku tindak pidana tersebut. Pengembalian kerugian keuangan negara juga diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang berisi ketentuan bahwa Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud. UU PTPK memberikan sanksi kepada pelaku tindak pidana korupsi berupa pidana penjara, pidana denda dan pembayaran uang pengganti. 4 Pembayaran uang pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU PTPK menentukan bahwa jumlah uang pengganti sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Dalam hal terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk 4 Muhammad Yusuf, 2013, Merampas Aset Koruptor, Cetakan Pertama, Kompas, Jakarta, hlm.161-162.

4 menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam UU PTPK dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. 5 Pengembalian kerugian keuangan negara merupakan konsekuensi dari akibat tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sehingga untuk mengembalikan kerugian tersebut diperlukan sarana yuridis yakni dalam bentuk pembayaran uang pengganti. Ketentuan dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU PTPK tersebut, jika terpidana membayar uang pengganti, seharusnya dapat menutupi kekurangan terhadap kerugian keuangan negara berdasarkan selisih kerugian negara dengan harta benda pelaku yang telah dirampas (pelaksanaan pensitaan pada tahap pra ajudikasi) 6 atau apabila pelaku tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan maka harta benda yang sebelumnya disita dapat dilelang guna membayar kerugian negara dan esensinya adalah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah pada tahun 2001-2012 tercatat estimasi total kerugian akibat praktik korupsi (kerugian Negara secara eksplisit) sebesar Rp 168.190.000.000.000,- (seratus enam puluh delapan 5 Redaksi Grhatama, Op. Cit., hlm.56. Lihat juga Lab.Pusat Data Hukum Fak.Hukum UAJY, Op. Cit., hlm.119. 6 Indrayanto Seno Adji, 2009, Korupsi dan Penegakan Hukum, Cetakan Pertama, Diadit Media, Jakarta, hlm.260.

5 triliun seratus sembilan puluh milyar rupiah) sedangkan nilai total pengembalian kerugian negara yang diperoleh berdasarkan penjumlahan dari denda, biaya pengganti dan perampasan barang bukti berupa uang terhadap 1842 terdakwa koruptor hanya sebesar Rp. 15.090.000.000.000,- (lima belas triliun sembilan puluh milyar rupiah). Selisih antara kerugian negara akibat korupsi dengan total hukuman finansial yang harus dibayar koruptor adalah sebesar Rp 153.100.000.000.000,- (seratus lima puluh tiga triliun seratus milyar rupiah). 7 Jumlah pengembalian kerugian negara atas perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK tahun 2007-2011 dari pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi yang ditetapkan Pengadilan adalah sebesar Rp 540.814.873.375,- (lima ratus empat puluh milyar delapan ratus empat belas juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh lima rupiah). 8 Total penyelamatan kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 yang ditangani oleh Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebesar Rp 10.309.285.998.540,- (sepuluh triliun tiga ratus sembilan milyar dua ratus delapan puluh lima juta sembilan ratus sembilan puluh delapan ribu lima ratus empat puluh rupiah) dan US$ 64,543,11 (enam puluh empat ribu lima ratus empat puluh tiga dollar Amerika Serikat sebelas sen) serta BAHT 3,835,192.76. 9 7 http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/03/05/mj5krr-peneliti-ugm-biaya-eksplisitkorupsi-rp-16819-triliun,diakses 9 Maret 2014. 8 Muhammad Yusuf, Op. Cit., hlm.179. 9 Ibid, hlm.180.

6 Pada tahun 2013, kasus tindak pidana korupsi pengadaan simulator SIM oleh Djoko Susilotelah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 121.000.000.000,- (seratus dua puluh satu milyar rupiah). Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, uang pengganti yang harus dibayar adalah sebesar Rp 32.000.000.000,- (tiga puluh dua milyar rupiah) 10. Selain itu, kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Angelina Sondakh telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 39.900.000.000,- (tiga puluh sembilan milyar sembilan ratus juta rupiah). Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tahun 2013, uang pengganti yang harus dibayar adalah sebesar Rp 12.580.000.000,- (dua belas miliar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US$ 2,350,000 (dua juta tiga ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) 11. Berdasarkan data yang telah diuraikan, selisih jumlah antara kerugian negara dan pengembalian kerugian keuangan negara masih belum seimbang. Pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti diharapkan menjadi salah satu upaya pengembalian kerugian keuangan negara yang efisien, mengingat jika para koruptor membayar uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan maka kerugian keuangan negara dapat ditanggulangi dan pembangunan nasional yang menjadi cita-cita bangsa dapat ditingkatkan. Dalam hal ini, terdapat berbagai faktor yang sekiranya menghambat pengembalian kerugian keuangan negara, baik proses pelaksanaan 10 http://antikorupsi.org/sites/antikorupsi.org/files/files/berita/laporan_pemantauan_tren_vonis_p engadilan_2013.pdf. diakses 10 Maret 2014. 11 http://news.liputan6.com/read/752086/angelina-sondakh-juga-wajib-bayar-uang-pengganti-rp- 3998-miliar. diakses 10 Maret 2014.

7 pembayaran uang pengganti yang penggaturannya kurang lengkap maupun penghitungan pembayaran uang pengganti yang tidak diatur secara jelas. Berdasarkan fakta dan permasalahan yang diuraikan, maka penegak hukum baik jaksa maupun hakim sebagai eksekutor akan mengalami berbagai kendala dalam melaksanakan eksekusi pengembalian kerugian keuangan negara. Dengan demikian, penulis mengangkat penelitian dengan judul Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Melalui Penjatuhan Sanksi Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah adalah; 1. Bagaimana proses pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? 2. Apakah kendala pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses dan kendala pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. D. Manfaat Penelitian

8 Manfaat hasil penelitian meliputi : 1. Manfaat Teoritis Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan dibidang hukum diluar kodifikasi pada khususnya, terutama dalam proses dan kendala pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah bermanfaat untuk memberikan masukan dalam membenahi peraturan perundang-undang yang berlaku saat ini terkait prosedur yang belum jelas dan kendala yang terjadi dalam hal pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Hasil penelitian yang didapat selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan melakukan revisi peraturan perundang-undangan. b. Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Republik Indonesia memberikan masukan dalam pelaksanaan pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi guna memperoleh hasil yang lebih optimal. c. Bagi Masyarakat adalah untuk memberikan wawasan yang lebih banyak terkait pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi.

9 d. Bagi Penulis, dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum luar kodifikasi khususnya dalam pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Selain itu kegiatan penelitian dan permasalahan yang akan diteliti sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum. E. Keaslian Penelitian Penulisan dengan judul pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dijamin keasliannya dan bukan hasil plagiat dari karya tulis orang lain. Berikut beberapa penelitian yang membahas mengenai pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi: 1. Raymundus Lejau, Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) 020507873, program studi Ilmu Hukum, program kekhususan Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum, kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menulis skripsi dengan judul Ekseskusi Putusan Pengadilan Tentang Pembayaran Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi. Letak kekhususannya yaitu untuk memperoleh data tentang eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dan data tentang kendala yang dihadapi Jaksa dalam eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti

10 dalam tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilakukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Kendala yang dihadapi jaksa adalah terpidana sudah jatuh miskin setelah ditahan sehingga tidak ada harta benda untuk di eksekusi, terlebih jika terpidana meninggal dunia dan untuk terpidana yang masih hidup terkadang lebih memilih subsider pidana penjara daripada membayar uang pengganti. Letak perbedaannya dengan penulis adalah penulis lebih fokus membahas proses dan kendala dalam hal Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Melalui Ketentuan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi. 2. Yulius Koling Lamanau, NPM 070509690, program studi Ilmu Hukum, program kekhususan Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum, kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menulis skripsi dengan judul Pengaruh Pengembalian Kerugian Negara dalam Proses Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi. Letak kekhususannya adalah untuk mengetahui Pengaruh Pengembalian Kerugian Negara dalam Proses Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi. Hasil penelitiannya adalah Pengembalian kerugian Keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Letak perbedaannya dengan penulis adalah penulis lebih fokus membahas proses dan kendala dalam hal Pengembalian Kerugian

11 Keuangan Negara Melalui Ketentuan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi. 3. Agung Susilo Wibowo, NPM 060509373, program studi Ilmu Hukum, program kekhususan Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum, kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menulis skripsi dengan judul Peran Kejaksaan Negeri Sleman Dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi Periode Tahun 2005-2010. Letak kekhususannya adalah untuk memperoleh data tentang fungsi Kejaksaan Negeri Sleman sebagai eksekutor dalam pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi dan data tentang kendala yang timbul dalam pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi. Hasil penelitiannya adalah peran Kejaksaan Negeri Sleman dalam pengembalian kerugian keuangan Negara akibat tindak pidana korupsi belum maksimal dan kendala yang dihadapi terjadi karena kurangnya koordinasi antara Jaksa Fungsional dan Jaksa Pidana Khusus. Letak perbedaannya dengan penulis adalah penulis lebih fokus membahas proses dan kendala dalam hal Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Melalui Ketentuan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pemaparan 3 skripsi tersebut, maka penelitian hukum dijamin keaslian penulisannya. F. Batasan Konsep

12 Dalam penulisan ini, batasan konsep mengenai pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi adalah : 1. Kerugian Negara Menurut Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang ditanggung oleh negara secara nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 2. Keuangan Negara Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, keuangan negara adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. 3. Pembayaran Uang Pengganti

13 Menurut Pasal 18 UU PTPK, pembayaran uang pengganti merupakan salah satu jenis sanksi pidana tambahan. Sanksi pidana tambahan adalah sanksi pidana diluar sanksi pidana yang dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 UU PTPK dan sanksi pidana tambahan selain yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 4. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK. Tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 UU PTPK adalah yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan dalam Pasal 3 UU PTPK adalah yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Hukum

14 Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang berfokus pada hukum positif berupa peraturan perundang-undangan mengenai pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. 2. Data Data dalam penelitian hukum normatif ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yaitu mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari Perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. 12 Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 13 Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor: 140. Tambahan Lembaran Negara Republik 12 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm.141. 13 Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2011, Pedoman Penulisan Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 9.

15 Indonesia Nomor: 3874. Bab II pada Pasal 2 dan Pasal 3 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara, Pasal 4 tentang Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Pasal 17 tentang pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355. Pasal 1 angka 22 yang berisi ketentuan bahwa Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. 14 Bahan hukum sekunder berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan 14 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit.hlm.141.

16 pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. 15 Bahan hukum sekunder diperoleh dari literatur tentang Tindak Pidana Korupsi; Pengembalian Kerugian Keuangan Negara; Uang Pengganti, Dokumen Hasil Seminar Nasional Tentang Tindak Pidana Korupsi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, internet (website) yang berkaitan dengan pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. 3. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipakai adalah: a. Studi Kepustakaan. Studi Kepustakaan dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau literatur, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hasil penelitian, internet (website) yang berkaitan dengan pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. b. Wawancara Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara interview atau wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan terlebih dahulu sebagai pedoman untuk wawancara yang akan dilakukan pada subyek penelitian. 4. Narasumber 15 Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, Op. Cit.hlm.9.

17 Berdasarkan jenis penelitian normatif yang didukung dengan penelitian di lapangan, penulis menentukan 1 (satu) orang jaksa di Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan 2 (dua) orang jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 5. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam mengelola dan menganalisis data yang diperoleh dari lapangan maupun penelitian adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami data atau merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis, sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai masalah atau keadaan yang diteliti. 6. Proses Berfikir Proses berfikir yang digunakan dalam penarikan kesimpulan adalah secara deduktif, yaitu bertolak dari proposisi umum yang telah diyakini kebenarannya yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsidan berakhir pada kesimpulan berupa pengetahuan baru yang bersifat khusus mengenai pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. H. Sistematika Penulisan Hukum BAB I PENDAHULUAN

18 Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika ini. BAB II PROSES DAN KENDALA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MELALUI PENJATUHAN SANKSI PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum tentang tindak pidana korupsi diantaranya membahas pengertian tentang korupsi dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, tinjauan tentang pengembalian kerugian keuangan negara diantaranya membahas pengertian kerugian keuangan negara dan ruang lingkup pengembalian kerugian keuangan negara, dan menguraikan tentang pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti antara lain membahas tentang tinjauan pembayaran uang pengganti, proses dan kendala pengembalian kerugian keuangan negara melalui penjatuhan sanksi pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. BAB III PENUTUP Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran.