BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan penelitian akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi permasalahan

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2006/2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA ANALISA KINERJA SISTEM POLDER PLUIT TERHADAP KOMPARTEMEN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN PROGRAM MIKE URBAN SWMM

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu

BAB III METODE PENELITIAN

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

ANALISIS KOLAM RETENSI SEBAGAI PENGENDALIAN BANJIR GENANGAN DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI

Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN THE GREENLAKE SURABAYA

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

Perencanaan Sistem Drainase Rumah Sakit Mitra Keluarga Kenjeran, Surabaya

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB III METODE PENELITIAN

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

REKAYASA HIDROLOGI II

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD)

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Pola Penanganan Drainase Kawasan Jalan Pura Demak Untuk Mengurangi Permasalahan Banjir di Kota Denpasar

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN GRAND CITY BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : Elvanda Danu Hergaiswara ( ) Sidoarjo JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN - ITS

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PENGENDALIAN BANJIR DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA DENGAN KONSEP ZERO RUN OFF FLOOD CONTROL AT UKRIDA INTEGRATED COMPLEX WITH ZERO RUN OFF CONCEPT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.

Surface Runoff Flow Kuliah -3

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

KAJIAN SISTEM DRAINASE PATUKANGAN-PEGULON KABUPATEN KENDAL

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

Tinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

Transkripsi:

40 BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM 4.1 Deskripsi Wilayah Studi 4.1.1 Pendahuluan Museum Bank Indonesia merupakan salah satu bangunan bersejarah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Museum tersebut sudah berdiri sejak tahun 1828 dengan nama De Javasche Bank. Perkembangan kota Jakarta yang sangat pesat terutama pada daerah sekitar kawasan Museum Bank Indonesia menyebabkan terjadinya masalah banjir di kawasan tersebut. Pesatnya pembangunan menyebabkan perubahan tata hidrologi air mikro di kawasan tersebut. Daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air kini telah berubah menjadi lahan bangunan. 4.1.2 Letak Geografis dan Tata Guna Lahan Museum Bank Indonesia terletak di daerah Jakarta Barat. Batas-batas wilayah Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah Timur Sebelah Barat Sebelah Selatan : Jl. Bank : Jl. Pintu Besar Utara : Kali Krukut : Museum Bank Mandiri

41 Museum tersebut memiliki luas sekitar 1,9 Ha. Letak geografis Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007 Gambar 4.1 Peta Geografis Museum BI 4.1.3 Topografi dan Geologi Keadaan topografi Museum Bank Indonesia terletak pada dataran rendah. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa kawasan Museum Bank indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari Laboratorium ITB mendapatkan bahwa telah terjadi penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sebasar 30-35 mm dalam kurun waktu 12 tahun (1984-2006).

42 Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007 Gambar 4.2 Peta Topografi Museum BI 4.2 Permasalahan Banjir dan Kondisi Sistem Drainase Banjir yang terjadi di Museum Bank Indonesia pada tahun 2002 mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pihak Bank Indonesia. Air yang menggenangi Museum tersebut mencapai ketinggian 60 cm. Sumber genangan yang terjadi di Museum Bank Indonesia dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a. Banjir kiriman b. Banjir lokal

43 4.2.1 Banjir Kiriman Yang dimaksud dengan banjir kiriman adalah banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungai atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan. Dalam kasus banjir di Museum Bank Indonesia, banjir yang terjadi lebih diakibatkan adanya banjir kiriman dari daerah Bogor. Daerah Bogor yang sekarang memiliki daerah resapan yang sangat kecil sangat beresiko menimbulkan banjir pada daerah hilir. Museum Bank Indonesia merupakan suatu kawasan yang berada pada daerah hilir dan hal tersebut menjadikan Museum Bank Indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Disamping itu keberadaan kali Krukut yang terletak di belakang Museum Bank Indonesia merupakan salah satu kali yang meluap jika terjadi banjir kiriman yang berasal dari Bogor. Luapan kali tersebut menimbulkan genangan di Museum Bank Indonsia. 4.2.2 Banjir Lokal Yang dimaksud dengan banjir lokal adalah genangan air yang timbul akibat hujan di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi jika debit limpasan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Pada Museum Bank Indonesia, banjir lokal disebabkan oleh semakin sedikitnya daerah resapan air di kawasan tersebut. Semakin banyaknya impervious area (daerah kedap air) mengakibatkan sistem drainase tidak mampu menampung air hujan.

44 4.2.3 Kondisi Sistem Drainase Kondisi saluran drainase pada Museum Bank Indonesia sudah tidak mampu lagi menanggulangi banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Hal ini terjadi pada tahun 2002 yaitu pada saat terjadi banjir yang terjadi di sebagian besar kawasan DKI Jakarta karena curah hujan yang sangat tinggi. Banjir tersebut menggenangi Museum Bank Indonesia dengan ketinggian air mencapai 60 cm. Gambar 4.3 Saluran Drainase Eksisting Museum BI 4.3 Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir 4.3.1 Review Kegiatan Terdahulu Usaha penanggulangan banjir terutama pada kawasan Museum Bank Indonesia sebenarnya telah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dengan terdapatnya Banjir Kanal Barat

45 di sekitar Museum Bank Indonesia. Di samping itu Museum Bank Indonesia juga termasuk dalam sistem polder Pluit. Hal ini sangat membantu Museum Bank Indonesia terhindar dari banjir jika polder Pluit tersebut bekerja dengan baik. Tetapi dalam kenyataannya, sistem polder Pulit sudah tidak mampu lagi mengatasi masalah banjir pada kawasan Museum Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikitnya daerah tampungan air pada polder Pluit. Tampungan air tersebut telah berubah fungsinya dari yang semula sebagai tempat penampungan air, sekarang telah banyak menjadi tempat-tempat pusat perbelanjaan dan perdagangan. Sumber : Pusair DPU 2007 Gambar 4.3 Daerah Polder di Jakarta

46 Tabel 4.1 Keterangan daerah Polder No Nama Luas (Ha) 1 Rawa Buaya 50 2 Cengkareng 450 3 Kapuk Poglar 550 4 Pantai Indah Kapuk Utara 250 5 Pantai Indah Kapuk Selatan 150 6 Muara Angke 50 7 Muara Karang 75 8 Pluit Industri 50 9 Teluk Gong 90 10 Jelambar Wijaya Kusuma 100 11 Jelambar Baru 100 12 Tomang Barat 170 13 Grogol 80 14 Rawa Kepah 229 15 Pondok Bandung 90 16 Pluit 2083 17 Siantar Melati 860 18 Setiabudi Barat 216 19 Setiabudi Timur 132 20 Mangga Dua 160 21 Pademangan 635 22 Kemayoran 850 23 Sumur Batu 278 24 Sunter Selatan 346 25 Sunter Barat 1250 26 Sunter Timur I Kodamar 200 27 Sunter Timur I Utara 600 28 Sunter Timur III Rawa Badak 570 29 Sunter Timur II 1750 30 Kelapa Gading (Walikota) 90 31 Marunda 2240 32 Penggilingan 103 33 Istana Merdeka 15 34 Hankam Slipi 4 35 Komplek TVRI Cengkareng 7 36 Pulomas 460 37 Tanjungan/Tegal Alur 390 Sumber: Pusair DPU 2007

47 4.3.2 Pemodelan Hidrolik Sistem Polder Untuk pemodelan hidrolik sistem polder Museum Bank Indonesia, maka yang pertama dimodelkan adalah dimensi saluran drainase yaitu saluran yang terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier beserta parameter koefisien kekasaran manning saluran dan lahan, kemiringan saluran. Pemodelan tersebut dibantu dengan program XP SWMM. Pemodelan dimensi saluran dianggap memenuhi syarat apabila hasil output dari program tersebut tidak menunjukkan terjadinya genangan. Di samping itu, batasan faktor kecepatan maksimum, dan minimum harus memenuhi persyaratan seperti yang telah diterangkan pada bab II. Untuk menghasilkan suatu sistem polder yang baik, selain faktor di atas diperlukan perencanaan kapsitas pompa yang bertujuan untuk mengendalikan elevasi air, dan volume air di kolam penampungan. Selain saluran drainase dan pompa, perlu ditinjau pula perencanaan volume tampungan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air yang berasal dari saluran drainase perkotaan. a. Dimensi Saluran Untuk melakukan pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia dengan bantuan program XP SWMM maka dihasilkan saluran dengan spesifikasi sebagai berikut: Saluran Primer Saluran primer merupakan saluran pengumpul dari semua saluran yang terdapat pada sistem polder. Saluran primer yang dipakai pada

48 polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X60 cm. Pada sistem polder Museum Bank Indonesia juga digunakan saluran trotoar yang letaknya tepat di sebelah timur Museum Bank Indonesia. Saluran tersebut berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan ke Kali Krukut. Saluran trotoar tersebut berbentu persegi dan mempunyai ukuran 100 cm X 100cm Gambar 4.4 Saluran Terbuka Gambar 4.5 Box Culvert Pada saluran primer kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,75 m/s-1,2 m/s. Saluran Sekunder Saluran sekunder merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran pengumpul dari saluran tersier untuk kemudian dialirkan menuju ke saluran primer. Saluran sekunder yang dipakai pada polder Museum

49 Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X 40 cm. Gambar 4.6 Box Culvert Pada saluran sekunder kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,6- m/s-1,1 m/s. Saluran Tersier Saluran tersier pada sistem polder Museum Bank Indonesia berfungsi sebagai saluran penerima air hujan yang berasal dari talang air. Saluran tersier yang dipakai pada polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 30 cm X 40 cm. Gambar 4.7 Box Culvert Pada saluran tersier kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,4- m/d-0,5 m/d.

50 Pada saluran-saluran tersebut nantinya akan ditutupi dengan grill (penutup dari bahan besi) dengan tujuan menghindari adanya kecelakaan. b. Kolam Tampungan Kolam tampungan merupakan kolam yang berfungsi untuk menampung air yang berasal dari air hujan yang ditampung dan dialirkan oleh saluran drainase. Kolam tampungan harus mampu menampung air tersebut untuk waktu yang terbatas sampai air tersebut dibuang ke tempat pembuangan oleh pompa. Volume kolam tampungan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 240 m3, dengan ukuran 80 m2 X 3 m. Pada Museum Bank Indonesia, kedalaman kolam tampungan yang dipakai adalah 3 m karena pada Museum Bank Indonesia kegiatan yang diijinkan untuk melakukan aktifitas penggalian hanya diperbolehkan sampai kedalaman 3-5 m. Pembatasan aktifitas penggalian tersebut dikarenakan telah terjadinya penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sehingga dikawatirkan apabila penggalian yang terlalu dalam dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan sekitar. c. Pintu Klep Pada sistem polder Museum Bank indonesia juga digunakan pintu klep (pintu pengatur) untuk menghindari terjadinya aliran balik. Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir sudah tidak populer lagi dikarenakan banyaknya kekurangan yaitu sebagai berikut: Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah malam.

51 Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan waktu dan hal ini dapat menimbulkan banjir. Pemasangan pintu klep pada Museum Bank Indonesia dipergunakan untuk menutup saluran gorong-gorong yang digunakan sebagai alat pembuang air secara gravitasi. Gambar 4.8 Pintu Klep Gambar 4.9 Contoh Pemakaian Pintu Klep

52 d. Kapasitas Pompa Banjir genangan merupakan kondisi banjir yang terjadi karena air hujan yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik dari sistem. Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik yang meliputi drainase, kolam retensi, pompa air dan pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir harus dibatasi dengan jelas, sehingga jumlah air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Konsep sistem polder sangat sesuai untuk diterapkan dalam menanggulangi banjir genangan. Upaya penanggulangan banjir genangan seperti ini pada dasarnya ada dua upaya, yaitu: a) Menambah tampungan (storage) dengan cara memperbesar dimensi kolam tampungan agar air hujan dapat tertampung sementara; dan b) Memasang pompa untuk mengeluarkan air dari sistem. Permasalahannya adalah berapa volume tampungan, berapa kapasitas pompa yang harus dipasang; dan bagaimana kombinasi antara kedua upaya tersebut. Penentuan kapasitas pompa pada suatu sistem polder dengan diketahui hujan rencana dan kapasitas tampungan yang ada. Sebagai pendekatan awal, kapasitas pompa dianalisis secara grafis terhadap Kurva Limpasan Permukaan fungsi waktu dikurangi besarnya Kapasitas tampung dari tampungan memanjang / saluran primer dan kolam.

53 Grafik hub antara limpasan dan tampungan Limpasan (m3) 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 t V 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (jam) Limpasan (m3) Storage m^3 Gambar 4.10 Hubungan Limpasan dan Tampungan Berikut ini adalah hasil simulasi sistem polder Museum Bank Indonesia untuk mendapatkan perkiraan kapasitas pompa yang digunakan. Untuk mendapatkan grafik kapasitas pompa, maka simulasi harus dilakukan setiap 2 jam dengan program XP SWMM. Pada simulasi ini tidak dipergunakan alat pembuang pada sistem polder.

54 Tabel 4.2 Volume Tampungan Rencana dan Eksisting Jam Ke- Tampungan Rencana (m3) Tampungan Eksisting (m3) 0 210276 138,815 2 1919,965 138,815 4 2354,113 138,815 6 2642,282 138,815 8 2794,873 138,815 10 2932,693 138,815 12 3070,442 138,815 14 3145,594 138,815 16 3211,623 138,815 18 3277,508 138,815 20 3343,388 138,815 22 3424,381 138,815 24 3490,564 138,815 26 3501,737 138,815 28 3501,988 138,815 30 3501,989 138,815 Kapasitas pompa = ΔQ Δt (4.1) Dimana Δ Q = perubahan kapasitas yang terjadi pada sistem (m 3 ) Δ t = lamanya puncak waktu limpasan (detik) Dengan menggunakan data tersebut, maka didapat grafik kapasitas pompa beserta besar kapasitas pompa yang digunakan.

55 Gambar 4.11 Grafik Kapasitas Pompa dengan Curah Hujan 25 tahun Kapasitas pompa tampungan rencana = ΔQ Δt = (2000-210,276) / (2*3600) = 0,2485728 m 3 /s = 0,25 m 3 /s Kapasitas pompa yang direncanakan pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia adalah sebesar 0,25 m 3 /s. Pompa yang dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia berjumlah 2 (dua) buah. Pemakaian pompa sebanyak 2 (dua) buah dimaksudkan agar jika terdapat salah satu pompa tidak berfungsi, maka terdapat pompa yang dapat dipakai sebagai alat pembuang sehingga sistem polder dapat bekerja dengan baik. Kapasitas pompa tersebut didapat berdasarkan hasil simulasi dengan curah hujan 25 tahunan dan volume kolam tampungan (storage) 240 m3.

56 Gambar 4.12 Skematisasi Sistem Polder Museum Bank Indonesia 4.4 Kalibrasi dan Verifikasi Model Kalibrasi adalah proses penyesuaian antara hasil (output) dari instrumen yang diukur terhadap nilai standar ukur yang dipakai. Yang dimaksud dengan verifikasi adalah proses pembuktian bahwa program komputer dapat dipakai sesuai dengan apa yang telah terdapat pada spesifikasi program. Beberapa cara kalibrasi antara lain: Trial and Error Proses kalibrasi dengan cara trial and error dimulai dengan sekelompok parameter yang ditetapkan berdasarkan pengalaman. Output dibandingkan dengan besarnya limpasan hasil observasi, kemudian

57 parameter diubah-ubah sedemikian hingga hasil simulasi mendekati hasil observasi. Automatic Calibration Pada proses kalibrasi dengan cara automatic calibration, di dalam model sudah mengandung program optimasi yang mengubah parameter dengan cara langkah demi langkah sampai kriteria kecocokan dipenuhi. Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses kalibrasi dilakukan dengan cara mengubah-ubah parameter-parameter. Adapun parameterparameter tersebut adalah sebagai beriku: 1. Koefisien kekasaran Manning saluran 2. Koefisien kekasaran Manning lahan 3. Parameter infiltrasi 4. Kemiringan dasar saluran pada beberapa saluran Setelah melakukan perubahan-perubahan pada parameter-parameter tersebut, maka didapatkan nilai parameter yang dapat digunakan untuk pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia. Nilai-nilai parameter tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

58 Tabel 4.3 Nilai-Nilai Parameter yang Digunakan Nama Parameter Rentang Nilai Nilai yang digunakan Kekasaran Manning n Di saluran 0,01-0,025 0,015 (saluran terbuat dari beton) Di lahan 0,010-0,3 0,014-0,15 Kedap air : beton/aspal = 0,014 Lolos Air : tanah berumputl = 0,15 Parameter Infiltrasi Green & Ampt: IMD 0,24-0,417 0,24 (mm) 217,5-400 254 K (mm/jam) 0,1-500 0,1 Parameter-parameter tersebut telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan sebenarnya. Untuk parameter infiltrasi Green Ampt, nilai-nilai yang didapat juga berdasarkan kondisi di lapangan. Gambar 4.13 Parameter Nilai Infiltrasi Green Ampt

59 Gambar 4.14 Nilai Kekasaran Manning lahan Gambar 4.15 Nilai Kekasaran Manning Saluran Model sistem polder Museum Bank Indonesia dikalibrasikan agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan yaitu perencanaan sistem polder yang dapat diaplikasikan di lapangan.

60 Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses verifikasi belum dapat dilakukan karena jaringan drainase yang dimodelkan belum dibangun di lapangan. 4.5 Simulasi Pada Pemodelan Sistem Polder Museum BI 4.5.1 Simulasi Curah Hujan 2 tahun Tanpa Pompa Pada simulasi dengan curah hujan 2 tahun tidak dipakai pompa. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder yang direncanakan dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas ringan. Hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Volume kolam tampungan 240 m3. Setelah dilakukan simulasi, maka hasil yang didapat adalah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sistem polder tersebut dapat membuang air hujan ke kali Krukut meskipun tidak memakai pompa pembuang, dimana pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa tidak ada genangan air yang terjadi.

61 Gambar 4.16 Hasil Simulasi Curah Hujan 2 Tahun Neraca keseimbangan air (water balance) merupakan analisa keseimbangan air terhadap air yang masuk (inflow) dengan air yang keluar (outflow) dan besar volume air yang hilang atau keluar sungai (surface flooding). Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 2 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 1887 102,61 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 1350 73,42 Total Water remaining in Surface Storage 349 18,98 Infiltration over the Pervious Area. 96 81,91

62 *=====================================================* Initial system volume = 19.7000 m3 Total system inflow volume = 1344.1464 m3 Inflow + Initial volume = 1363.8464 m3 *========================================== Total system outflow = 1170.9596 m3 Volume left in system = 140.1821 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 1311.1418 m3 *=====================================================* 4.5.2 Simulasi Curah Hujan 5 Tahun Tanpa Pompa Sama seperti simulasi dengan curah hujan 2 tahun, simulasi dengan curah hujan 5 tahun juga bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas rendah. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.

63 Gambar 4.17 Hasil Simulasi Curah Hujan 5 Tahun Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 5 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 1887 102,61 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 1350 73,42 Total Water remaining in Surface Storage 349 18,98 Infiltration over the Pervious Area 96 81,91

64 *======================================== Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 1344.1464 m3 Inflow + Initial volume = 1360.2464 m3 *======================================== Total system outflow = 1170.9596 m3 Volume left in system = 136.5821 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 1307.5418 m3 *========================================= 4.5.3 Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tanpa Pompa Simulasi dengan curah hujan 10 tahun bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas curah hujan 10 tahun. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.

65 Gambar 4.18 Hasil Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tabel 4.6 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 10 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 3241 176,24 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 2674 145,25 Total Water remaining in Surface Storage 379 20,60 Infiltration over the Pervious Area 96 81,92 *====================================== Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 2671.5153 m3 Inflow + Initial volume = 2687.6153 m3 *====================================== Total system outflow = 2495.2725 m3 Volume left in system = 136.8756 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 2632.1481 m3 *======================================

66 4.5.4 Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Tanpa Pompa Hujan 25 tahunan merupakan curah hujan yang menjadi syarat dalam perencanaan sistem polder Museum Bank Indonesia. Hujan 25 tahunan dapat dikatakan sebagai curah hujan dengan intensitas sedang. Pada simulasi dengan curah hujan 25 tahunan tidak digunakan pompa pembuangan. Sebagai komponen pembuang air, maka hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir). Gambar 4.19 Hasil Simulasi Curah Hujan 25 Tahun

67 Tabel 4.7 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 4050 220,21 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 3476 189,05 Total Water remaining in Surface Storage 385 20,95 Infiltration over the Pervious Area... 96 81,92 *====================================== Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 3472.7608 m3 Inflow + Initial volume = 3488.8608 m3 *======================================= Total system outflow = 3303.0406 m3 Volume left in system = 137.0444 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 3440.0850 m3 *========================================= 4.5.5 Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Dengan Pompa Simulasi berikut ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kapasitas pompa yang akan dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Dan besar kapasitas pompa yang akan dipakai telah dibahas sebalumnya. Pada simulasi ini juga digunakan alat pembuang berupa saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir).

68 Gambar 4.20 Hasil Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Gambar 4.21 Grafik Perencanaan Kinerja Pompa Kapasitas 0,25 m 3 /s

69 Tabel 4.8 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan No. Volume Tampungan Kapasitas Pompa Elevasi Operasi (m) (Lt/dt) Pompa 1 Pompa 2 Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Durasi (Jam) Pompa1 Pompa 2 1. 240 m3 250 250 0,06-2,00 0,11-1,70 4,7506 0,8031 Gambar 4.22 Grafik Kinerja Pompa 1

70 Gambar 4.23 Grafik Kinerja Pompa 2 Tabel 4.9 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 4050 220,21 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 3476 189,05 Total Water remaining in Surface Storage 385 20,95 Infiltration over the Pervious Area... 96 81,92 m 3 *======================================= Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 3471.5212 m3 Inflow + Initial volume = 3487.6212 m3 *======================================= Total system outflow = 2586.1386 m3 Volume left in system = 149.1319 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 2735.2705 m3 *=========================================

71 4.5.6 Simulasi Curah Hujan 50 tahun Tanpa Pompa Simulasi dengan curah hujan 50 tahun ini tanpa menggunakan pompa dengan dan volume kolam tampungan 240 m3. Output air dipakai pipa dengan diameter 30 cm sebanyak 3 buah. Skenario ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas hujan yang tinggi. Hasil dari pemodelan Sistem Drainase Musium Bank Indonesia untuk hujan rencana 50 tahun menunjukkan bahwa adanya luapan air di lokasi studi. Volume limpasan air tersebut sebesar 21,6 m3 dan berlangsung selama 0,09 jam atau 324 detik. Luapan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara inflow dengan outflow. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dipakai pompa untuk dapat mengeluarkan air limpasan tersebut keluar dari sistem. Tabel 4.10 Keterangan Banjir Yang Terjadi Durasi Volume Volume Durasi Pompa No. Banjir Luapan Air Tampungan (Jam) (Jam) (m 3 ) 1. 240 m 3 0 0,09 21,6

72 Gambar 4.24 Hasil Simulasi 50 Tahun Tanpa Pompa Tabel 4.11 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Tanpa Pompa m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 4703 255,75 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 4129 224,54 Total Water remaining in Surface Storage 386 21,00 Infiltration over the Pervious Area 96 81,93

73 *======================================= Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 4124.2950 m3 Inflow + Initial volume = 4140.3950 m3 *======================================= Total system outflow = 3955.9810 m3 Volume left in system = 137.1278 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 4093.1088 m3 *===================================== 4.5.7 Simulasi Curah Hujan 50 Tahun dengan Pompa Simulasi dengan curah hujan 50 tahunan dengan pompa ini bertujuan untuk mengatasi luapan air yang terjadi pada simulasi 50 tahun tanpa pompa dan untuk mengetahui apakah kapasitas pompa sebesar 0,25 m 3 /s tersebut dapat dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Selain memakai pompa sebagai alat pembuang, simulasi ini juga menggunakan saluran gorong-gorong 3 buah dengan diameter 30 cm sebagai alat pembuangan air hujan. Spesifikasi pompa yang digunakan pada simulasi ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan No. Volume Tampungan Kapasitas Pompa Elevasi Operasi (m) (Lt/dt) Pompa 1 Pompa 2 Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Durasi (Jam) Pompa1 Pompa 2 1. 240 m3 250 250 0,06-2,00 0,11-1,70 4,7506 0,8031

74 Gambar 4.26 Grafik Perencanaan Kinerja Pompa Kapasitas 0,25 m3/s Tabel 4.13 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Dengan Pompa Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) 4703 255,75 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds 4129 224,54 Total Water remaining in Surface Storage 386 21,00 Infiltration over the Pervious Area 96 81,93 *======================================= Initial system volume = 16.1000 m3 Total system inflow volume = 4042.5764 m3 Inflow + Initial volume = 4058.6764 m3 *====================================== Total system outflow = 911.3598 m3 Volume left in system = 13.9393 m3 Evaporation = 0.0000 m3 Outflow + Final Volume = 925.2991 m3 *======================================== m 3

75 Hasil yang didapat dari simulasi dengan curah hujan 50 tahunan menggunakan pompa menunjukkan bahwa tidak terjadi luapan air yang terjadi. Luapan air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pompa pembuang. Gambar 4.27 Hasil Simulasi Curah Hujan 50 tahun Dengan Pompa

76 Gambar 4.28 Grafik Kinerja Pompa 1 Gambar 4.29 Grafik Kinerja Pompa 2