BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Analisis Kinerja Saluran Drainase di Daerah Tangkapan Air Hujan Sepanjang Kali Pepe Kota Surakarta

BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan Umum

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN JOSROYO PERMAI RW 11 KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

ANALISIS PENANGANAN BANJIR DENGAN KOLAM RETENSI (RETARDING BASIN) DI DESA BLANG BEURANDANG KABUPATEN ACEH BARAT TUGAS AKHIR.

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Surface Runoff Flow Kuliah -3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Menurut Suripin (2004 ; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras,

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

EVALUASI SALURAN DRAINASE PADA JALAN PASAR I DI KELURAHAN TANJUNG SARI KECAMATAN MEDAN SELAYANG (STUDI KASUS)

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN MEDAN JOHOR ALFRENDI C B HST

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENATAAN SISTEM DRAINASE DESA TAMBALA KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

EVALUASI TEKNIS SISTEM DRAINASE DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. ABSTRAK

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

BAB III METODE ANALISIS

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau,

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

TUGAS AKHIR KAJIAN SISTEM SALURAN DRAINASE PRIMER RUAS TUGU MUDA TANAH MAS KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR ELGINA FEBRIS MANALU. Dosen Pembimbing: IR. TERUNA JAYA, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

PERENCANAAN KOLAM RETENSI SEBAGAI USAHA MEREDUKSI DEBIT BANJIR ( STUDI KASUS : KECAMATAN MEDAN SELAYANG KELURAHAN ASAM KUMBANG )

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

PENATAAN DRAINASE DI KAWASAN KANTOR BADAN PUSAT STATISTIK KELURAHAN BUMI NYIUR KOTA MANADO

EVALUASI WADUK PUSONG SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI KOTA LHOKSEUMAWE KABUPATEN ACEH UTARA KHATAB

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan

EVALUASI SISTEM DRAINASE JALAN LINGKAR BOTER KABUPATEN ROKAN HULU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

ANALISIS RESAPAN LIMPASAN PERMUKAAN DENGAN LUBANG BIOPORI DAN KOLAM RETENSI DI FAKULTAS TEKNIK UNS SKRIPSI

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

Transkripsi:

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase agar kawasan tersebut terhindar dari banjir. 2.2 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah yang berupa air hujan dan akhirnya kembali mengalir ke laut lagi. Air tersebut juga akan tertahan (sementara) di sungai, danau, waduk dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia ataupun mahkluk lainnya. Dalam daur hidrologi, energi matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh angin melintasin daratan yang bergunung maupun datar. Dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian uap air tersebut akan turun menjadi hujan. Air hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah, untuk kemudian mengalir ke permukaan yang lebih rendah untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai. Sedangkan air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam menjadi bagian dari tanah II-1

(gound water). Air tanah tersebut terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau penampungan air alamiah lainnya. Siklus hidrologi secara skematik seperti gambar 2.1 berikut : Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (google image) 2.3 Sistem Drainase Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin, 2004).Selain itu, drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. II-2

Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat menimbulkan kerugian (R. J. Kodoatie, 2005). Adapun fungsi drainase menurut R. J. Kodoatie adalah: Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari genangan air, erosi, dan banjir. Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya. Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari kelembaban. Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya. Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. (Suripin,2004). Bangunan dari sistem drainase pada umumnya terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). II-3

Menurut R. J. Kodoatie sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu: 1. Sistem drainase mayor adalah sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer. 2. Sitem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota, contohnya seperti saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan. Dari segi kontruksinya sistem ini dapat dibedakan menjadi sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka. 2.4 Sistem Drainase yang Berkelanjutan Pertumbuhan penduduk dan pembangunan menyebabkan perubahan tata guna lahan, dimana yang semula lahan terbuka menjadi areal permukiman. Dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Air sebagai sumber kehidupan, juga berpotensi besar terhadap timbulnya bencana yang sangat merugikan. Konsep dasar dari pengembangan drainase berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Prioritas utama dalam mewujudkan konsep tersebut harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara engembangkan fasilitaas untuk menahan air hujan (rainfall retention fascilities). II-4

Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat berupa yaitu: tipe penyimpanan (storage types) dan tipe peresapan (infiltration types). Fasilitas penyimpan air hujan di luar lokasi berfungsi mengumpulkan dan menyimpan limpasan air hujan di ujung hulu saluran atau tempat lain dengan membangun retarding basin atau kolam pengatur banjir. Penyimpanan di tempat dikembangkan untuk menyimpan air hujan yang jatuh di kawasan itu sendiri yang tidak dapat dibuang langsung ke saluran. Fasilitas penyimpanan tidak harus berupa bangunan, tetapi juga dapat memanfaatkan lahan terbuka. Fasilitas resapan dikembangkan di daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tinggi dan secara teknis pengisian air tanah tidak mengganggu stabilitas geologi. Fasilitas resapan dapat berupa parit, sumur, kolam maupun perkerasan yang porus. Gambar 2.2 Klasifikasi Fasilitas Penahan Air Hujan (Suripin, 2004) II-5

Sistem drainase konvensional adalah sistem drainase dimana air hujan dibuang atau dialirkan ke sungai dan diteruskan sampai ke laut. Berbeda dengan sistem drainase berkelanjutan, sistem ini bertujuan hanya membuang atau mengalirkan air hujan agar tidak menggenang, sehingga tidak diperlukan fasilitas resapan air hujan seperti sumur resapan, kolam, dan fasilitas lainnya. 2.5 Perencanaan Saluran Drainase Saluran drainase harus direncanakan untuk dapat melewatkan debit rencana dengan aman. Perencanaan teknis saluran drainase menurut Suripin mengikuti tahapan-tahapan meliputi: menentukan debit rencana, menentukan jalur saluran, merencanakan profil memanjang saluran, merencanakan penampang melintang saluran, mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta fasilitas system drainase. 2.6 Debit Hujan Perhitungan debit hujan untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional atau hidrograf satuan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik periode ulang dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel 2.1 Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan (Sumber: Suripin, 2004) II-6

Periode Ulang dan Analisis Frekuensi Periode ulang adalah waktu perkiraan dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Besarnya debit hujan untuk fasilitas drainase tergantung pada interval kejadian atau periode ulang yang dipakai. Dengan memilih debit dengan periode ulang yang panjang dan berarti debit hujan besar, kemungkinan terjadinya resiko kerusakan menjadi menurun, namun biaya konstruksi untuk menampung debit yang besar meningkat. Sebaliknya debit dengan periode ulang yang terlalu kecil dapat menurunkan biaya konstruksi, tetapi meningkatkan resiko kerusakan akibat banjir. Sedangkan frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, antara lain: - Distribusi Normal Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana, persamaan distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut: X T = X + K T S... (2.1) Dengan: XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang. II-7

Nilai KT dapat dilihat pada Tabel 2.2 nilai variabel reduksi Gauss sebagai berikut : Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss (Sumber: Bonnier, 1980) - Distribusi Log Normal Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Persamaan distribusi log normal dapat ditulis dengan: S.. (2.2) Dengan: Y T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan Y T = Log X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang. Nilai KT dapat dilihat pada Tabel 2.2 nilai variabel reduksi Gauss. II-8

- Distribusi Log-Person III Persamaan distribusi Log-Person III hampir sama dengan persamaan distribusi Log Normal, yaitu sama-sama mengkonversi ke dalam bentuk logaritma. S T.. (2.3) Dimana besarnya nilai KT tergantung dari koefisien kemencengan G. Tabel 2.3 memperlihatkan harga KT untuk berbagai nilai kemencengan G. Jika nilai G sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log Normal. Tabel 2.3 Nilai KT untuk Distribusi Log-Person III II-9

(Sumber: Suripin, 2004) - Distribusi Gumbel Bentuk dari persamaan distribusi Gumbel dapat ditulis sebagai berikut: XTr = + K. S.. (2.4) Besarnya faktor frekuensi dapat ditentukan dengan rumus berikut: K =.. (2.5) Dengan: XT = besarnya curah hujan untuk periode tahun berulang Tr tahun (mm) Tr = periode tahun berulang (return period) (tahun) = curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm) S = standard deviasi K = faktor frekuensi YTr = reduced variate Yn = reduced mean Sn = reduced standard Besarnya nilai Sn, Yn, dan YTr dapat dilihat dalam Tabel 2.4; 2.5; 2.6 sebagai berikut: II-10

Tabel 2.4 Reduced mean (Yn) (sumber, suripn, 2004) Tabel 2.5 Reduced standard deviation (Sn) (Sumber: suripin,2004) Tabel 2.6 Reduced variate (YTr) (Sumber: Suripin, 2004) Sebelum menganalisis data hujan dengan salah satu distribusi di atas, perlu endekatan dengan parameter-parameter statistik untuk menentukan distribusi yang tepat digunakan. Parameter-parameter tersebut meliputi: II-11

Tabel 2.7 Karakteristik Distribusi Frekuensi (Sumber: Soewarno, 1995) Untuk menilai besarnya penyimpangan maka dibuat batas kepercayaan dari hasil perhitungan XT dengan uji Smirnov-Kolmogorov. Uji Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut juga uji kecocokan non parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: II-12

- Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut. X1 = P(X1) X2 = P(X2) X3 = P(X3) dan seterusnya. - Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil pengambaran data (persamaan distribusinya). X1 = P (X1) X2 = P (X2) X3 = P (X3) dan seterusnya. - Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis. Dmaksimum = P(Xn) P (Xn)..... (2.11) - Berdasarkan Tabel 2.8 nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga Do. Tabel 2.8 Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber: Bonnier, 1980) II-13

Apabila nilai Dmaksimum lebih kecil dari Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila Dmaksimum lebih besar dari Do, maka secara teoritis pula distribusi yang digunakan tidak dapat diterima. 2.7 Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasya. Seandainya data hujan yang diketahui hanya hujan harian, maka oleh Mononobe dirumuskan sebagai berikut: Dengan: I t = Intensitas hujan (mm/jam) = Lamanya hujan (jam) R24 = curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm) Jika data yang tersedia adalah data hujan jangka pendek dapat dihitung dengan menggunakan rumus Talbot: I = (2.13) Dengan: I t = Intensitas hujan (mm/jam) = Lamanya hujan (jam) a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS II-14

Kirpich (1940) dalam Suripin (2004) mengembangkan rumus dalam memperkirakan waktu konsentrasi, dimana dalam hal ini durasi hujan diasumsikan sama dengan waktu konsentrasi. Rumus waktu konsentrasi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Dengan: tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km) So = kemiringan rata-rata saluran 2.8 Koefisien Aliran Permukaan Koefisien aliran permukaan didefisinikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi koefisien adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Selain itu juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah, air tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah, dan simpanan depresi. Untuk besarnya nilai koefisien aliran permukaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: II-15

Tabel 2.9 Koefisien Aliran Untuk Metode Rasional (Sumber: McGuen, 1989) II-16

2.9 Metode Rasional Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai adalah metode Rasional USSCS (1973). Model ini sangat simpel dan mudah dalam penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran kecil kurang dari 300 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan metode rasional dapat ditulis dalam bentuk: Q = 0,002778 C. I. A (2.15) Dengan: Q = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/dt) C = koefisien aliran permukaan (0 C I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas DAS (ha) 2.10 Penampang Melintang Saluran Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding relatif besar. Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila angka Reynolds Re> 2.000 dan laminer apabila Re < 500. Rumus Reynolds dapat ditulis sebagai berikut: Dengan: V = kecepatan aliran (m/dt) L = panjang karakteristik (m), pada saluran muka air bebas L=R II-17

= kekentalan kinematik (m2/dt) Nilai R dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dengan: R = jari-jari hidraulik (m) A = luas penampang basah (m2) P = keliling penampang basah (m) Untuk mencari nilai kecepatan aliran dapat menggunakan rumus Manning yang dapat ditulis sebagai berikut: Dengan: R = jari-jari hidraulik (m) S = kemiringan dasar saluran n = koefisien Manning Nilai koefisien Manning dapat dicari dengan melihat Tabel 2.10 di bawah ini: abel 2.10 Nilai Koefisien Manning (Sumber: B. Triatmodjo, 1993) II-18

Untuk mencari debit aliran pada saluran dapat menggunakan rumus: Qext = V. A.... (2.19) Dengan: Qext = debit aliran pada saluran (m3/dt) V = kecepatan aliran (m/dt) A = luas penampang basah saluran (m2) Penampang melintang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran, dan kemiringan dasar tertentu. II-19