A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi Nasional SMK Tahun 2015/2016, jumlah SMK di seluruh Indonesia mencapai 12.799 sekolah dengan siswa sebanyak 3.574.649 orang (dapo.diken.kemendikbud.go.id). Masyarakat menaruh kepercayaan besar terhadap pendidikan SMK yang dapat meningkatkan masa depan dan taraf hidup mereka disebabkan lulusan SMK jauh lebih siap diterjunkan dalam dunia kerja. Seperti yang telah tertera pada Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Pendidikan SMK tidak hanya meningkatkan potensi kognitif siswa saja melainkan juga menyiapkan siswa menjadi manusia produktif yang memiliki jiwa kewirausahaan dan siap terjun di dunia kerja. Tidak terlepas dari ulasan di atas, siswa SMK secara kognitif harus memenuhi standar kelulusan seluruh mata pelajaran baik normatif, produktif, maupun adaptif sesuai jurusan yang mereka ambil. Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 ayat 5 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan dijelaskan bahwa mata pelajaran normatif merupakan program kulikuler yang 1
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni; mata pelajaran produktif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa sesuai dengan minat, bakat dan atau kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian; dan mata pelajaran adaptif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu mata pelajaran adaptif, yaitu matematika. James dan James sebagaimana dikutip oleh Erman Suherman (2001: 18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga cabang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah. Pembelajaran geometri sangat penting karena mendukung banyak materi antara lain vektor, kalkulus, dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (Sugiyono, dkk, 2014: 118-119). Berdasarkan sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Jika ditinjau dari sudut pandang matematika, geometri memberikan pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian masalah, misalnya gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi (Kartono, 2010: 25). 2
Bobango (1993: 148) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematika yang dimilikinya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematika. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Suydam (1985: 481) yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika. Meskipun geometri sangat diperlukan dalam kehidupan, namun kenyataannya banyak siswa yang tidak menguasai materi tersebut. Kartono (2010: 25) menyebutkan bahwa di antara cabang matematika, geometri menempati posisi yang memprihatinkan. Hal tersebut didukung oleh bukti-bukti di lapangan. Penelitian yang dilakukan Hoffer yang dikutip oleh Abdussyakir (2009: 2) menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah. Hoffer juga menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Sementara itu di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan Madja (1992: 3) menyebutkan bahwa prestasi belajar geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Madja menyatakan bahwa 3
siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Selain itu, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian oleh Madja di perguruan tinggi, ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Budiarto (2000: 440) bahwa dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dan garis berpotongan, serta belum mampu menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Di Indonesia daya serap siswa kelas XII yang melaksanakan ujian nasional tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 pada materi geometri cenderung menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh data daya serap nilai ujian nasional siswa SMA di seluruh Indonesia pada materi geometri yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Daya Serap Materi Geometri Tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 Tahun Daya Serap Materi Geometri 2012 63,77 2013 52,82 2014 54,61 2015 37,58 (Sumber: Rahmawati, dkk (2014: 159) dan litbang.kemdikbud.go.id/index.php/un) Ketika peneliti melakukan observasi dan menggali informasi dari guru-guru matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, banyak guru mengeluhkan siswa kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional tahun ajaran 2015/2016 kesulitan dalam menyelesaikan soal terkait dengan bangun ruang sub-materi jarak dan sudut. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase siswa yang menjawab benar dalam ujian 4
akhir sekolah untuk sub-materi jarak antara titik ke bidang hanya 25,8%, sedangkan untuk sub-materi sudut antar dua garis adalah 52,3%. Untuk siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 di SMK Negeri 3 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang akan menerima materi geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa dengan soal mengenai bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang, hubungan antar unsur, dan konsep segitiga yang hanya mencapai 55,26. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan prisma. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur pada bangun ruang, seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang. Masih banyak siswa yang belum memahami hubungan antar unsur pada bangun ruang, seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga belum memahami prinsip pada segitiga siku-siku yang seharusnya sudah dipelajari di SMP yakni tentang teorema Pythagoras. Setelah siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 diberikan materi geometri, ternyata banyak siswa yang belum menguasai materi tersebut. Hal itu didasari oleh hasil dokumentasi nilai ulangan harian mata pelajaran Matematika pada materi geometri di kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 SMK Negeri 3 Yogyakarta yang menunjukkan bahwa terdapat 46 siswa memiliki nilai di bawah KKM. Bukti lain ditunjukkan oleh dokumentasi hasil ujian tengah semester, yakni 33 siswa tidak mencapai KKM. 5
Pada materi geometri, KKM yang ditentukan oleh guru adalah 70. Selain itu, hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 menunjukkan terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes diagnostik. Berdasarkan dokumentasi hasil ulangan harian, ujian tengah semester, dan tes diagnostik, siswa banyak mengalami kesulitan menyelesaikan masalah geometri pada saat mereka diminta untuk menentukan jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke bidang, besar sudut antara garis dan bidang, serta besar sudut antara dua bidang. Hal tersebut dilihat dari persentase jawaban siswa untuk setiap butir soal. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri tersebut, menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus diketahui guru untuk kelancaran proses belajar dan mengajar selanjutnya, serta digunakan sebagai bahan pertimbangan guru untuk melakukan perbaikan mengajar atau remidial teaching. Kesulitan belajar siswa dapat dikaji melalui kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal geometri. Kesulitan tersebut terkait dengan objek-objek langsung dalam matematika yaitu fakta, konsep, keterampilan matematika, dan prinsip. Seperti yang dijelaskan Cooney (1975: 203) bahwa konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika. Konsep dan prinsip ini harus dikuasai siswa agar siswa dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan benar. Berdasarkan pemaparan di atas, perlu diadakan penelitian mengenai diagnosis kesulitan belajar matematika pada materi geometri kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta mencakup kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri 6
dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa pada materi geometri, sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi guru untuk melakukan tindak lanjut terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: banyak siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. C. Pembatasan Masalah Melihat bahwa banyak siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. Hal tersebut menandakan adanya gejala kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti bermaksud menggali kesulitan belajar siswa sebagai penyebab tidak tercapainya KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, pemasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri? 2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta? 7
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraiakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri dan 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa Kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi praktisi pendidikan sekolah menengah kejuruan khususnya tentang kesulitan belajar matematika pada materi geometri. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan informasi terkait kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswasiswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah 8
geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. 9