BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. objek didik. Pendidikan formal dilalui objek didik secara bertahap, dimulai dari

ANALISIS KESULITAN SISWA SMK PADA MATERI POKOK GEOMETRI DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA. Oleh : Novila Rahmad Basuki

Fachry Erick Mohammad, Baharuddin Paloloang, dan Sukayasa

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dapat tercapai. Adapun upaya peningkatan kualitas SDM. tersebut adalah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

ANALISIS PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA / MADRASAH TSANAWIYAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018. memahami

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014

PEMANFAATAN PROGRAM CABRI 3D DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA POKOK BAHASAN KEDUDUKAN TITIK, GARIS DAN BIDANG DALAM RUANG DIMENSI TIGA KELAS X

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. hekekatnya untuk membangun suatu Negara dibutuhkan individu individu yang

Analisis Kesulitan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Soal Geometri Analitik Bidang Materi Garis Dan Lingkaran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus dan metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dirancang dan dilaksanakan selaras dengan kebutuhan pembangunan yang

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Afif Miftah Amrullah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendri Risfandi, 2014

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tes penelitian dilaksanakan pada hari rabu tanggal 5 juni 2013 di kelas VIII F.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, dan (3) memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

terlatih dalam konsistensi dan keteraturan pola pikir dan prilaku terampil dalam membuat konstruksi ilmiah maupun konstruksi geometri.

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya aljabar, geometri, kalkulus, statistika, dll. Bangun ruang sisi

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Antara Minat Baca Dengan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Produktif Di Smk

PENERAPAN MODEL IMPROVING LEARNING DENGAN TEKNIK INKUIRI PADA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia

ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi jembatan untuk mengarungi abad millenium ini.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Asyarullah Saefudin, 2014

I. PENDAHULUAN. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

EKSPLORASI KESIAPAN SISWA MEMASUKI DUNIA KERJA PADA PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Soal Geometri Analitik Bidang Materi Garis dan Lingkaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan bidang pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh: Nur Rahmah Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan melangsungkan kehidupan, sehingga menjadi seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar tersebut, sudah dapat dipastikan pengetahuan-pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan bidang pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

Profil kesulitan siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal fisika materi cahaya ditinjau dari gaya belajar di SMPN 2 Wungu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam belajar. Gaya kognitif diartikan oleh Keefe (1987:7) merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. Listrik Dinamis di Kelas X SMA Negeri 3 Lamongan, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Sains, ISBN , (2014), 5.

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan yang berada di Salatiga. Sekolah ini memiliki 33 orang guru dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

PENJABARAN KISI-KISI UJIAN NASIONAL BERDASARKAN PERMENDIKNAS NOMOR 75 TAHUN SKL Kemampuan yang diuji Alternatif Indikator SKL

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa dijadikan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan agar siswa secara aktif

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan pada Data Rekapitulasi Nasional SMK Tahun 2015/2016, jumlah SMK di seluruh Indonesia mencapai 12.799 sekolah dengan siswa sebanyak 3.574.649 orang (dapo.diken.kemendikbud.go.id). Masyarakat menaruh kepercayaan besar terhadap pendidikan SMK yang dapat meningkatkan masa depan dan taraf hidup mereka disebabkan lulusan SMK jauh lebih siap diterjunkan dalam dunia kerja. Seperti yang telah tertera pada Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Pendidikan SMK tidak hanya meningkatkan potensi kognitif siswa saja melainkan juga menyiapkan siswa menjadi manusia produktif yang memiliki jiwa kewirausahaan dan siap terjun di dunia kerja. Tidak terlepas dari ulasan di atas, siswa SMK secara kognitif harus memenuhi standar kelulusan seluruh mata pelajaran baik normatif, produktif, maupun adaptif sesuai jurusan yang mereka ambil. Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 ayat 5 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan dijelaskan bahwa mata pelajaran normatif merupakan program kulikuler yang 1

bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni; mata pelajaran produktif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa sesuai dengan minat, bakat dan atau kemampuan dalam bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian; dan mata pelajaran adaptif merupakan program kulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu mata pelajaran adaptif, yaitu matematika. James dan James sebagaimana dikutip oleh Erman Suherman (2001: 18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga cabang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah. Pembelajaran geometri sangat penting karena mendukung banyak materi antara lain vektor, kalkulus, dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (Sugiyono, dkk, 2014: 118-119). Berdasarkan sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran, dan pemetaan. Jika ditinjau dari sudut pandang matematika, geometri memberikan pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian masalah, misalnya gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi (Kartono, 2010: 25). 2

Bobango (1993: 148) berpendapat bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematika yang dimilikinya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematika. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Suydam (1985: 481) yang menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, menanamkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika. Meskipun geometri sangat diperlukan dalam kehidupan, namun kenyataannya banyak siswa yang tidak menguasai materi tersebut. Kartono (2010: 25) menyebutkan bahwa di antara cabang matematika, geometri menempati posisi yang memprihatinkan. Hal tersebut didukung oleh bukti-bukti di lapangan. Penelitian yang dilakukan Hoffer yang dikutip oleh Abdussyakir (2009: 2) menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang mengambil pelajaran geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah. Hoffer juga menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Sementara itu di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan Madja (1992: 3) menyebutkan bahwa prestasi belajar geometri siswa kurang memuaskan jika dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Madja menyatakan bahwa 3

siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Selain itu, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian oleh Madja di perguruan tinggi, ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Budiarto (2000: 440) bahwa dari berbagai penelitian, masih ditemukan mahasiswa yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih sulit menentukan garis bersilangan dan garis berpotongan, serta belum mampu menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang. Di Indonesia daya serap siswa kelas XII yang melaksanakan ujian nasional tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 pada materi geometri cenderung menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh data daya serap nilai ujian nasional siswa SMA di seluruh Indonesia pada materi geometri yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Daya Serap Materi Geometri Tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015 Tahun Daya Serap Materi Geometri 2012 63,77 2013 52,82 2014 54,61 2015 37,58 (Sumber: Rahmawati, dkk (2014: 159) dan litbang.kemdikbud.go.id/index.php/un) Ketika peneliti melakukan observasi dan menggali informasi dari guru-guru matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta, banyak guru mengeluhkan siswa kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional tahun ajaran 2015/2016 kesulitan dalam menyelesaikan soal terkait dengan bangun ruang sub-materi jarak dan sudut. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase siswa yang menjawab benar dalam ujian 4

akhir sekolah untuk sub-materi jarak antara titik ke bidang hanya 25,8%, sedangkan untuk sub-materi sudut antar dua garis adalah 52,3%. Untuk siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 di SMK Negeri 3 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016 yang akan menerima materi geometri ternyata memiliki kemampuan dasar geometri yang cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai tes pengetahuan pra-syarat siswa dengan soal mengenai bentuk-bentuk bangun ruang, unsur-unsur pada bangun ruang, hubungan antar unsur, dan konsep segitiga yang hanya mencapai 55,26. Pada saat menyebutkan bentuk-bentuk bangun ruang banyak siswa yang belum dapat membedakan bangun limas dan prisma. Siswa belum memahami tentang perbedaan unsur-unsur pada bangun ruang, seperti diagonal ruang, bidang diagonal, dan diagonal bidang. Masih banyak siswa yang belum memahami hubungan antar unsur pada bangun ruang, seperti garis yang berpotongan, sejajar, tegak lurus, dan bersilangan. Siswa juga belum memahami prinsip pada segitiga siku-siku yang seharusnya sudah dipelajari di SMP yakni tentang teorema Pythagoras. Setelah siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 diberikan materi geometri, ternyata banyak siswa yang belum menguasai materi tersebut. Hal itu didasari oleh hasil dokumentasi nilai ulangan harian mata pelajaran Matematika pada materi geometri di kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 SMK Negeri 3 Yogyakarta yang menunjukkan bahwa terdapat 46 siswa memiliki nilai di bawah KKM. Bukti lain ditunjukkan oleh dokumentasi hasil ujian tengah semester, yakni 33 siswa tidak mencapai KKM. 5

Pada materi geometri, KKM yang ditentukan oleh guru adalah 70. Selain itu, hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X Kendaraan Ringan 1 dan X Teknik Permesinan 2 menunjukkan terdapat 33 siswa yang membuat kesalahan lebih dari 50% saat mengerjakan tes diagnostik. Berdasarkan dokumentasi hasil ulangan harian, ujian tengah semester, dan tes diagnostik, siswa banyak mengalami kesulitan menyelesaikan masalah geometri pada saat mereka diminta untuk menentukan jarak antara titik ke garis, jarak antara titik ke bidang, besar sudut antara garis dan bidang, serta besar sudut antara dua bidang. Hal tersebut dilihat dari persentase jawaban siswa untuk setiap butir soal. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri tersebut, menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa harus diketahui guru untuk kelancaran proses belajar dan mengajar selanjutnya, serta digunakan sebagai bahan pertimbangan guru untuk melakukan perbaikan mengajar atau remidial teaching. Kesulitan belajar siswa dapat dikaji melalui kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal geometri. Kesulitan tersebut terkait dengan objek-objek langsung dalam matematika yaitu fakta, konsep, keterampilan matematika, dan prinsip. Seperti yang dijelaskan Cooney (1975: 203) bahwa konsep dan prinsip merupakan pengetahuan dasar matematika. Konsep dan prinsip ini harus dikuasai siswa agar siswa dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan benar. Berdasarkan pemaparan di atas, perlu diadakan penelitian mengenai diagnosis kesulitan belajar matematika pada materi geometri kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta mencakup kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri 6

dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa pada materi geometri, sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi guru untuk melakukan tindak lanjut terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: banyak siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. C. Pembatasan Masalah Melihat bahwa banyak siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta tidak mencapai KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. Hal tersebut menandakan adanya gejala kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti bermaksud menggali kesulitan belajar siswa sebagai penyebab tidak tercapainya KKM pada ulangan harian dan ujian tengah semester materi geometri. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, pemasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri? 2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta? 7

E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraiakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan kesulitan siswa kelas X di SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah geometri dan 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa Kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi praktisi pendidikan sekolah menengah kejuruan khususnya tentang kesulitan belajar matematika pada materi geometri. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan informasi terkait kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswasiswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah 8

geometri dan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar matematika pada materi geometri siswa-siswa kelas X SMK Negeri 3 Yogyakarta. 9