BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari pembahasan dalam Bab 4, kita dapat melihat banyaknya akuntan publik yang terkena sanksi. Jika kita melihat lebih jauh lagi, sanksi-sanksi yang diberikan oleh regulator maupun organisasi profesi adalah akibat dari kelalaian atau kesengajaan akuntan publik dalam menjalankan praktek profesinya. Berdasar hasil uji penelitian dan pembahasan mengenai pemberian sanksi profesi terhadap Akuntan publik, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari kelima variabel bebas yang digunakan dalam penelitian (SKP, Jumlah Profesional, Umur, Gender, jenis KAP) yang secara signifikan mempengaruhi pemberian sanksi profesi adalah variabel jumlah SKP, gender, dan jumlah profesional 2. Mayoritas akuntan publik yang terkena sanksi adalah terkena jenis sanksi peringatan. 3. Secara statistik, dibandingkan dengan kategori KAP yang tidak terkena sanksi, akuntan yang memiliki jumlah SKP<30 cenderung untuk terkena sanksi daripada akuntan yang memiliki jumlah SKP 30. 4. Secara statistik, dibandingkan dengan kategori KAP yang tidak terkena sanksi, akuntan laki-laki cenderung untuk terkena sanksi daripada perempuan.
5. Secara statistik, jumlah profesional dalam suatu KAP mempengaruhi sanksi profesi. 5.2 SARAN Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat pengguna laporan auditor yang berkualitas, regulator merespon dengan gencarnya, salah satunya dengan akan diterbitkannya UU Akuntan Publik, dimana didalamnya terdapat ketentuan pidana bagi akuntan publik. Dengan adanya hal ini, akuntan publik sebaiknya semakin meningkatkan kemampuannya dan kepatuhannya terhadap peraturanperaturan, Undang-Undang, Etika Profesi, dan Standar Profesional. Banyak langkah yang harus ditempuh oleh calon akuntan publik baru. Para Calon akuntan publik harus menyelesaikan pendidikan S1 akuntansi, lalu mengikuti program PPAk, dan untuk menjadi seorang auditor harus terlebih dahulu lulus USAP. Tujuan dari kesemua langkah itu adalah untuk mencetak seorang akuntan publik yang profesional dan siap untuk menghadapi dunia praktek akuntan publik. Tetapi banyak keluhan dari masyarakat yang mengatakan bahwa proses tersebut dirasa terlalu lama dan terlalu mahal untuk dilalui. Pak Djatmoko dari Depkeu, Bu Ersa dari BINUS dan Pak Tuanakotta dari praktisi akuntan publik pernah mengeluhkan mengenai proses ini. Beberapa keluhan yang sempat dicatat oleh penulis antara lain: Selain lulusan S1 Akuntansi tidak diperkenankan untuk mengikuti program PPAk,
Selain lulusan S1 Akuntansi dan yang telah lulus program PPAk tidak diperkenankan untuk mengikuti USAP, Ada beberapa materi yang ada dalam program PPAk kurang tepat diberikan kepada mereka yang belum berpengalaman praktek akuntan. Mata kuliah semacam ini sering kali dipaksakan masuk kurikulum PPAk karena PPAk dipaksa tampil beda dari program S1. Program PPAk dirasa juga tidak berbeda dengan program S2 Magister Akuntansi, tetapi kenapa lulusan magister akuntansi, yang jika dilihat dari segi mata kuliah, lama kuliah, serta biaya yang dikeluarkan tidak dapat langsung mendapatkan register akuntan publik?. Dari keluhan-keluhan ini, menurut penulis, semua profesi akan memproteksi masuknya para calon anggota baru dalam profesi tersebut. Hal ini dialami oleh profesi lainnya di bidang kedokteran, profesi di bidang hukum, dll. Dari beberapa wawancara yang sempat dilakukan oleh penulis dengan orang diluar profesi akuntan publik, mereka mengatakan bahwa mengapa disebut profesi?, hal ini tak lain adalah untuk spesialisasi masing-masing profesi. Setiap profesi memiliki karateristik yang berbeda-beda yang hanya bisa dijelaskan dan dilakukan oleh masing-masing orang dalam profesinya itu sendiri. Sehingga pendidikan profesi kecenderungannya ditujukan hanya untuk calon anggota profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya hal-hal tersebut diatas, perlu dipertimbangkan lagi adanya program PPAk yang dijadikan syarat (entry point) untuk menjadi akuntan publik, yang dianggap sebagai barrier to entry. PPAk sebaiknya dianggap sebagai program pelatihan yang berkelanjutan (continuing professional education). Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh akuntan publik sekiranya dapat membawa dampak terhadap profesionalisme akuntan publik serta dapat meningkatkan kompetensi akuntan publik. Regulasi juga telah mengatur mengenai pelatihan akuntan publik ini. Hal ini teruslah dikembangkan untuk kemajuan profesi ini. Peran serta para anggota profesi untuk mendukung hal ini perlu terus ditingkatkan, terutama jika dilihat lagi dalam data yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa akuntan yang dikatakan tua lebih banyak mendapatkan sanksi dalam hal pemenuhan terhadap SKP minimal. Perbandingan antara jumlah akuntan publik perempuan dan laki-laki berbeda cukup signifikan. Hal inilah yang juga kemungkinan mendorong adanya signifikansi gender terhadap pemberian sanksi profesi dalam penelitian ini. Tetapi hal ini sedikit berbeda dengan kenyataan yang terjadi bahwa banyaknya tenaga kerja perempuan yang berkeja pada kantor akuntan publik (KAP). Penulis belum pernah menemukan adanya penelitian empiris yang membahas mengenai barrier to entry perempuan untuk menjadi akuntan publik. Sehingga dengan adanya penelitian ini, diharapkan peran serta para perempuan untuk akuntan publik perempuan lebih dapat ditingkatkan lagi, terlebih lagi dengan ditunjukkanya kecenderungan bahwa 73,3% dari jumlah akuntan publik laki-laki terkena sanksi dan 41,2% akuntan publik perempuan yang terkena sanksi.
Ukuran Kantor Akuntan Publik yang didalam penelitian ini digunakan jumlah profesional staf yang dimiliki sebagai ukuran, menunjukkan hasil kecenderungan untuk mempengaruhi pemberian sanksi profesi terhadap akuntan publik. Jumlah Profesional yang dimiliki oleh akuntan publik dapat digunakan sebagai cara untuk lebih meningkatkan kompetensi dari akuntan publik itu sendiri. Jika dilihat lagi dalam BAB 4, kecenderungan untuk jumlah profesional yang besar dimiliki oleh KAP-KAP yang berafiliasi dengan Asing. Tetapi hal ini menurut penulis bukan merupakan hal yang utama untuk dijadikan sebuah proxy untuk mengatakan bahwa dengan kepemilikan jumlah profesional yang sedikit lebih tidak kompeten dalam praktek akuntan publik. Jika kita melihat lagi praktek yang sebenarnya terjadi, Kantor Akuntan Publik banyak merekrut tenaga-tenaga kerja (sesuai kebutuhan) pada saat peak season bisnis akuntan publik yaitu sekitar bulan Oktober-April tahun berikutnya. Pentingnya supervisi yang dilakukan masuk dalam standar pekerjaan lapangan. Jika hal ini dilakukan dengan baik maka tidak menutup kemungkinan meskipun jumlah profesional yang dimiliki oleh kantor akuntan publik tidak berlimpah (dikarenakan kemampuan financial KAP itu sendiri), kantor akuntan publik cenderung untuk dapat lebih tidak terkena sanksi profesi. Adapun salah satu langkah yang dapat ditempuh ialah peningkatan kompetensi profesional itu sendiri (dapat dilakukan dengan pelatihan internal), sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan menggunakan sampel sebanyak 103 akuntan publik di Jakarta menunjukkan bahwa: Akuntan publik yang terkena sanksi:
1. KAP Kecil (3-20 orang staf profesional): 27 Akuntan Publik, 2. KAP Menengah (21-100 orang staf profesional): 23 Akuntan Publik, 3. KAP Besar (>101 orang staf profesional): 14 Akuntan Publik, Akuntan publik yang tidak terkena sanksi: 1. KAP Kecil (3-20 orang staf profesional): 14 Akuntan Publik, 2. KAP Menengah (21-100 orang staf profesional): 16 Akuntan Publik, 3. KAP Besar (>101 orang staf profesional): 3 Akuntan Publik. Yang paling banyak terkena sanksi adalah akuntan publik yang berada dalam KAP kecil dengan jumlah staf profesional sebanyak 3-20 orang. Sedangkan akuntan publik yang berada dalam KAP menengah paling banyak tidak terkena sanksi dengan jumlah profesional sebanyak 21-100 orang. Menurut KMK 423/KMK.06/2002 disebutkan bahwa KAP Pusat paling sedikit harus mempunyai 3 orang staf profesional yang tetap, sedangkan untuk cabang sebanyak 2 orang staf profesional. Memang jika dilihat lagi kepemilikan jumlah staf profesional yang sedikit (3 orang) tidak melanggar aturan yang ada, tetapi statistik penelitian menunjukkan bahwa KAP menengah (21-100 orang staf profesional) menunjukkan hasil yang lebih baik. Alasan untuk tidak menambah jumlah staf profesional bagi KAP adalah karena masalah finansial KAP itu sendiri. Tetapi hal ini sebenarnya bukan merupakan hal yang menjadi masalah besar, Departemen Keuangan melalui PPAJP telah sering untuk mensosialisasikan agar KAP yang sendiri untuk merger dengan KAP yang lainnya. Dengan adanya Merger antar KAP, diharapkan tingkat persaingan antar KAP semakin tidak didominasi oleh KAP The Big Four untuk
klien-klien besar. KAP sendiri ini kemudian mengungkapkan alasan pembagian Fee yang sering menjadi masalah jika dilakukan merger. Menurut penulis, jika sistem pengendalian dan sistem dalam manajemen KAP itu sendiri bagus, masalah-masalah yang sering timbul akibat pembagian fee dapat diatasi. Peran Universitas dalam mencetak lulusan akuntansi yang berkualitas harus terus ditingkatkan mengingat bahwa bidang akuntan publik saat ini banyak mendapatkan sorotan dari regulator. Kerjasama Universitas dengan regulator dapat berbentuk pemberian masukan atas draft usulah regulator akan peraturan yang mengenai akuntan publik yang akan dikeluarkan. Universitas dapat juga berperan aktif dalam mensosialisasikan peraturan-peraturan mengenai akuntan publik, serta mendukung aturan-aturan tersebut dengan riset-riset yang ditujukan untuk mengetahui dampak perkembangannya dalam lingkungan yang sebenarnya, seperti dalam penelitian ini.