1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

Oleh. Firmansyah Gusasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

1. Pengantar A. Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai keunggulan komperatif karena tersedia dalan jumlah yang besar dan beraneka ragaman serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah. Wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan enargi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dimasa mendatang. Pembangunan di pesisir yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam pesisir. Di dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahanperubahan pada sumberdaya alam. Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya akan memberikan pengaruh pada lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup terutama pada ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistim laut yang sangat kaya akan keaneka ramana hayati. Ekosistim ini merupakan habitat berbagai organisme laut yang membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks. Sebagai suatu ekositem alami, terumbu karang memiliki fungsi dan peranan penting bagi kesuburan perairan laut dan pada gilirannya bagi perekonomian masyarakat pesisir. Manfaat terumbu karang karang dapat diidentifikasi menjadi manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu manfaat yang dinikmati secara langsung oleh manusia antara lain pemanfaatan sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung didalamnya. Pemanfaatan tidak langsung seperti fungsi terumbu

karang sebagai pelindung pantai, penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati, dan lain sebagainya. Apabila di lihat dari luas hamparan terumbu karang, Indonesia memiliki nomor dua dunia setelah Australia, yaitu mencakup areal sekitar sekitar 42.000 km 2 (COREMAP-LIPI, 1998). Estimasi terumbu karang di Indonesia kurang lebih 42.000 km 2 atau 16.50% dari luas total terumbu karang di dunia. Selanjutnya (Veron 1995) mengemukakan terumbu karang Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia dengan 70 ganera dan 450 spesies. Namun dari tahun ke tahun terumbu karang Indonesia kondisinya sudah cukup memprihatinkan. Berdasarkan data, diketahui bahwa kondisi terumbu karang Indonesia tinggal 6,51% dalam kondisi sangat baik, 26,04% kondisi baik, 34,71 % kondisi sedang, dan 32,74% pada kondisi rusak (COREMAP 2001 in Yatin dan Irmadi 2003). Selanjutnya (P2O-LIPI 2006) terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak 39.50%, sedang 33.50%, baik 21.70%, dan hanya 3.50% keadaan sangat baik. Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh dua sebab utama yaitu permasalahan yang terjadi akibat kegiatan manusia dan permasalahan yang timbul akibat oleh alam. Sejalan dengan permasalahan penurunan kondisi terumbu karang yang terjadi di atas perubahan kondisi terumbu karang Pulau Liwutongkidi secara umum disebabkan oleh kegiatan manusia. Dari hasil penelitian dengan metode Line Intercept Transect (LIT) oleh dinas kelautan dan perikanan kabupaten Buton dalam laporan tahun 2007 digambarkan bahwa terumbu karang pada Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya terjadi kerusakan sangat kritis dibeberapa lokasi pada kedalaman 3 m dan 10 m. Selanjutnya informasi dari beberapa nelayan bahwa kerusakan terumbu karang ini disebabkan karena faktor manusia yaitu nelayan menangkap ikan dengan cara menggunakan potasium, bubu dan bom. Praktek penangkapan ikan di kawasan Pulau liwutongkidi dengan cara seperti ini mengakibatkan ikan-ikan kecil dan hewan karang yang berklorofil (zooxanthellae) akn menjadi punah, sehingga terancam kelestarian ekosistem dan spesies. Jika hal tersebut didiami dan kerusakan ini terus berlnjut tanpa adanya suatu usaha perbaikan, maka akan menyebabkan kehilangan suatu komoditas yang berharga sehingga pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya akan menurun. Kondisi ini mendorong adanya upaya pengelolaan perikanan berbasis ekosistem perikanan karang lebih kearah berkelanjutan.

Untuk mengetahui kondisi perubahan ekosistem terumbu karang di Pulau Liwutongkidi dan sekitarnya, maka perlu dilakukan penelitian atau kajian yang berhubungan dengan potensi, perubahan dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang sehingga akan diketahui keadaan akhir dari ekosistem terumbu karang tersebut. Wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi memiliki potensi sumberdaya laut yang besar, apabila potensi tersebut tidak dikelola secara terpadu. Keterpaduan ini diperlukan dengan memperhatikan hubungan antara komponen-komponen sumberdaya dalam suatu model, sehingga kelestarian sumberdaya pesisir dapat terjaga. Melihat kondisi terumbu karang dewasa ini serta pentingnya nilai ekologis maupun ekonomi dari terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya bagi kehidupan manusia, maka perlu menyusun suatu Analisis Ekologi-Ekonomi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Terumbu Karang di pulau Liwutongkidi Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. 1.2. Perumusan Masalah Masyarakat sekitar Pulau Liwotongkidi yang hidup di wilayah pesisir seperti nelayan dan petani kehidupannya tergantung pada sumberdaya alam pesisir. Kondisi lingkungan dan sumberdaya alam pesisir yang rentan tersebut berdampak pada aspek sosial ekonomi dan sosial budaya penduduk Kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, diantaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai komoditas perdagangan ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh pengguna bahan peledak, tablet potas dan sianida. Kenyataan ini dapat dijumpai dibeberapa lokasi terumbu karang, berupa karang-karang yang rusak secara fisik. Menurut Bappeda (2005), di perairan Kecamatan Siompu pada titik koordinat 050 40 23 LS, 120 33 57 BT kondisi penutupan karang 50-75 % dan di Kecamatan Kadatua pada titik koordinat 050 31 21 LS 120 28 14 BT, kondisi penutupan karang 25-35 %. Selain itu juga penambangan karang untuk bahan bangunan rumah dan jalan. Permasalahan pengelolaan sumberdaya pesisir juga tidak terlepas dari rendahnya pemahaman masyarakat tentang nilai yang sebenarnya dari sumberdaya tersebut secara keseluruhan. Selama ini pemanfaatan oleh masyarakat terhadap sumberdaya pesisir seperti perikanan,

terumbu karang, hutan mangrove dan lain sebagainya lebih berorientasi kepada pemanfaatan seketika tanpa memperhitungkan keberlanjutannya. Agar terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati pesisir dan lautan serta ekosistemnya dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan, maka perlu suatu model pengkajian dengan pendekatan secara ekologiekonomi berbasis terumbu karang dengan menjawab beberapa pertanyaan mendasar yaitu : 1. Bagaimana karakteristik ekologis khususnya kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan-ikan karang 2. Bagaimana pemanfaatan optimal perikanan karang secara berkelanjutan 3. Bagaimana model pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik komposisi substrat dasar, struktur komunitas ikan dan korelasinya dengan habitat di ekosistem terumbu karang kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi 2. Mengestimasi nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi 3. Menyusun konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan model ekologi-ekonomi di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar bagi pengelola ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi laut Pulau Liwutongkidi. 2. Sebagai bahan acuan dalam, perencanaan, kebijakan, pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan. 1.4. Kerangka Pemikiran Kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi, Sebagai kawasan kaya akan sumberdaya hayati yang cukup tinggi, dengan kekayaan sumberdaya hayati yang cukup tinggi dan sebagai daerah nursery ground dan spawning ground maka kawasan tersebut dikelola dengan baik. Pemanfatan kawasan pesisir Pulau liwutongkidi dan sekitarnya akhir-akhir ini sangat dikhawatirkan dan berdampak

penurunan sumberdaya alam dan lingkungannya. Kondisi ini mendesak kita untuk berbuat sesuatu untuk tujuan perlindungan kawasan ini melalui pengelolaan Kawasan Konservasi Laut. Sebagai salah satu dasar pengelolaan, maka pengelolaan secara ekologi-ekonomi di kawasan ini menjadi sangat penting untuk memahami sejauh mana pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut ini memberikan manfaat baik itu manfaat langsung maupun tidak langsung, manfaat ekonomi ataupun manfaat non ekonomi terhadap masyarakat di wilayah pesisir. Semua sumberdaya laut tersebut harus dimanfaatkan secara terencana dan terarah. Tanpa adanya suatu perencanaan yang matang dalam rangka pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya itu sendiri, selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya hayati laut yang dapat dimanfaatan oleh manusia. Sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya tersebut mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan asas keberlanjutan. Pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan sangat penting dan harus dilakukan. Keberadaan ekosistem terumbu karang yang sangat produktif dapat mendukung kehidupan nelayan setempat. Jika habitat terumbu karang dapat berfungsi secara optimal maka produksi perikanan ikan akan meningkat sehingga secara tidak langsung akan memberikan keuntungan baik secara sosial maupun ekonomi. Perikanan bukanlah kegiatan ekonomi semata, namun sudah merupakan jalan hidup sebagian besar nelayan kecil di daerah tropis. Oleh karena itu pendekatan sosial-ekologi yang mengakomodasikan aspek ekologi dan ekonomi dalam suatu sistem layak untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan ke depan. Pengelolaan wilayah pesisir merupakan suatu proses atau upaya untuk mengendalikan kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam diwilayah pesisir, sehingga dapat menjamin keuntungan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, sekarang dan dimasa mendatang. Oleh karena itu untuk menyelidiki cara pengelolaan yang baik, sifat ekosistem terumbu karang yang dinamis dan kondisi lingkungan yang unik perlu dipahami terlebih dahulu. Adanya kesamaan perspektif tentang tujuan, pola pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang merupakan wahana untuk mencapai keuntungan bagi masyarakat.

Selanjutnya kualitas ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal terhadap berbagai kriteria suatu model pengelolaan perikanan berbasis ekosistem perikanan karang dengan menggunakan pendekatan ekologi dan pendekatan ekonomi. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan lain-lain. Pendekatan ekologi dari ekosistem terumbu karang adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur komunitas ikan yang meliputi persen penutupan karang, keanekaragaman, keseragaman dan dominasi dari karang serta ikan-ikan karang serta melihat korelasi antara ikan dan karang. Deskripsi kondisi terumbu karang menggunakan metode survei Line Intercept Transect (LIT) dengan panjang transek 70 m pada kedalaman antara 3-10 m sejajar garis pantai. Pendekatan ekonomi dari aspek ekonomi perikanan karang ditentukan berdasarkan nilai penggunaan langsung (direct use value) dan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value). Nilai penggunaan langsung berupa produksi yang dapat langsung dari suatu ekosistem contoh manfaat perikanan ikan konsumsi dan ikan hias, sedangkan nilai penggunaan tidak langsung sulit untuk ditetapkan karena nilainya selalu tidak tetap seperti fungsi ekosistem karang sebagai natural breakwater, dan habitat bagi berbagai jenis ikan karang. Selain itu terumbu karang menyediakan berbagai pemakaian langsung dan tak langsung yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir sekitar Pulau Liwutongkidi. Pemakaian yang paling dominan dan paling bernilai adalah besarnya hasil yang dapat diperoleh dari sumberdaya perikanan laut yang didukung oleh ekosistem terumbu karang. Pendekatan ekologi dan ekonomi dijadikan dasar dalam menentukan pola pendekatan kebijakan yang akan dilakukan. Mengkaji sebuah model pendekatan ekologis-ekonomis sehingga pengelolaan perikanan berbasis terumbu karang menjadi pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya

pesisir secara terpadu adalah suatu proses interaktif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Dalam menyususn model pengelolaan ekologi-ekonomi dalam pemanfaatan ekositem perikanan karang di wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi, dengan menggunakan software Stella 9.02 sebagai tools yang komprehensif untuk menggambarkan terkaitnya kegiatan pemanfaatan ekologi-ekonomi ekosistem terumbu karang. Mengidentifikasi akar permasalahan yang mendasari penurunan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Pulau Liwutongkidi, dan menentukan skenario pengelolaan yang tepat untuk mengurangi tekanan kegiatan pemanfaatan pada ekosistein terumbu karang. Sehingga tujuan akhir dari pengelolaan perikanan berkelanjutan bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders), dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Secara diagramatik kerangka pemikiran penelitianini disajikan pada Gambar 1 dibawah ini.

Kawasan Konservasi Laut Pulau Liwutongkidi Ekosistem Terumbu Karang Identifikasi Aspek Struktur Komunitas Ikan Karang Identifikasi Aspek Ekonomi Perikanan Karang Persen penutupan substrat dasar Indeks Mortaitas Keanekaragaman Keseragaman dan Dominasi Sistem perikanan karang Pola pemanfaatan dan pengelolaan perikanan karang Nilai ekonomi sumberdaya perikanan karang Analisis Ekologi- Ekonomi Perikanan Karang Model Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Keberkelanjutan Perikanan Karang Gambar 1. Diagram alur penelitian dengan pendekatan ekologi-ekonomi