BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

NASKAH PUBLIKASI PERAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM PENERAPAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE PADA TINDAK PIDANA DENGAN PELAKU ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan generasi penerus bangsa indonesia, mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus. materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. sangat kuat, yakni dengan menjadikan Undang-undang Dasar 1945 menjadi pilar

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar SMP dan SMA dalam ilmu psikologi perkembangan disebut. laku remaja sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan:

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN KEJAHATAN PADA TAHAP PENUNTUTAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE. (Studi Kasus Penganiyayaan di Kota Malang)

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting ini, hak anak telah secara tegas dinyatakan dalam konstitusi, bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kepentingan terbaik bagi anak yang patut dihayati, sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1 Anak berdasarkan definisi dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan bahkan masih dalam kandungan. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subyek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan 1 Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Anak di Indonesa, Yogyakarta: Genta Publishing, hal. 1. 1

2 dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam pasal 2 ayat (3) dan (4) Undangundang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa: Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan limgkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak. Perlu diketahui bahwa sebenarnya citra dan pengertian tentang manusia dan kemanusiaan merupakan faktor yang dominan dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan perlindungan terhadap anak yang merupakan faktor yang dominan dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan perlindungan terhadap anak yang merupakan permasalahan kehidupan manusia juga. 2 Karena itu, kita semua selalu berupaya agar jangan sampai anak menjadi korban kekerasan, maupun anak terjerumus melakukan perbuatan-perbuatan jahat atau perbuatan tidak terpuji lainnya. Kenakalan anak setiap tahun meningkat, oleh karena itu, 2 Nashrina, 2011, Perlindungan Hukun Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hal. 1-2.

3 berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak perlu segera dilakukan. Salah satu upaya cara pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak (politik kriminal anak) saat ini melalui penyelenggaraan sistem peradilan anak (juvenile justice). 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif atau diversi. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan, dalam hukum pidana disebut dengan restorative justice, sedangkam diversi sendiri juga merupakan upaya untuk mewujudkan keadilan restorative. Restorative Justice pada prinsipnya merupakan suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses perdamaian di luar peradilan dengan menggunakan cara mediasi atau musyawarah dalam mencapai suatu keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pidana tersebut yaitu pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana (keluarganya) untuk mencari solusi terbaik yang disetujui dan disepakati para pihak. Restorative justice dikatakan sebagai falsafah (pedoman dasar) dalam mencapai keadilan yang dilakukan oleh para pihak di luar peradilan karena merupakan dasar proses perdamaian dari pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban (keluarganya) akibat timbulnya 3 Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 1.

4 korban/kerugian dari perbuatan pidana tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Restorative Justice mengandung prinsip-prinsip dasar meliputi: 1. Mengupayakan perdamaian di luar pengadilan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana (keluarganya). 2. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana (keluarganya) untuk bertanggung jawab menebus kesalahannya dengan cara mengganti kerugian akibat tindak pidana yang dilakukannya. 3. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak. 4 Penyidikan dalam perkara anak nakal menurut ketentuan undangundang yang berlaku. Dalam KUHP dikenal ada dua macam penyidik, yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (penyidik Polri) dan pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang (penyidik PNS). Perkara pidana yang dilakukan oleh anakanak, pada umumnya ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana di KUHP, maka penyidikannya dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini Polri. Sejalan dengan hal tersebut dengan diberlakukannya Undangundang pengadilan anak telah dipertegas, bahwa penyidikan terhadap perkara anak nakal dilakukan oleh penyidik Polri. Dasar hukumnya adalah Pasal 41 ayat (1) undang-undang bersangkutan yang menyebutkan: 4 Edwin Syah Putra, 2013, Restorative Justice (Pengertian, Prinsip, dan Keberlakuannya Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia), dalam http://edwinnotaris.blogspot.com/2013/09/restorativejustice-pengrtian-prinsip.html, diakses Senin 9 Maret 2015 Pukul 20:52.

5 Penyidik terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Meskipun penyidiknya Polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapat melakukan penyidikan terhadap perkara anak nakal. Dalam undangundang Pengadilan anak dikenal adanya penyidik anak. 5 Salah satu bentuk perlindungan khusus terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yaitu dengan membentuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Struktur Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di lingkungan Polri. Berdasarkan Undang-Undang ini, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat UPPA adalah Unit yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegak hukum terhadap pelakunya. Oleh karena itu jika seorang anak melakukan tindak pidana maka ia harus diberlakukan secara khusus menurut Undang-Undang Perlindungan anak salah satunya dengan menggunakan, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa dalam penanganan perkara anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan Restoratif, dalam hal ini penyidikan pada tindak pidana anak dari pihak kepolisian ialah Unit PPA. Tetapi pada kenyatannya pelaksanaan dari aparat penegak hukum seringkali memandang sama, antara tindak pidana dengan pelaku anak dan 5 Gatot Supramono, 2007,Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, hal. 38.

6 dewasa, sehingga seringkali para penegak hukum lebih memilih jalan ringan yaitu dengan melanjutkan kasus tindak pidana dengan pelaku anak ke jalur peradilan, padahal efek negatif dari proses peradilan terhadap anak, yaitu efek pada anak akibat keterlibatan anak dalam proses peradilan pidana dapat berupa penderitaan fisik dan emosional seperti ketakutan, kegelisahan, gangguan tidur, gangguan nafsu makan maupun gangguan jiwa. 6 Seperti contoh kasus yang terjadi di Lumajang gara-gara mencuri cabai, tiga anak usia belasan tahun harus mendekam di lembaga pemasyarakatan Kelas 2B Kabupaten Lumajang. Mereka adalah EF 15 tahun, B 15 tahun dan F 15 tahun. Pencurian ini dilakukan di lahan milik H Makrus, warga Dusun Sumbersari, desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Lumajang. Kasus di atas merupakan kasus pencurian cabai oleh anak di bawah umur, tapi mengapa kasus tersebut harus di bawa ke peradilan dan mereka harus mendekam di lembaga pemasyarakatan. Apakah peran polisi sebagai penyidik di dalam kasus ini tidak berusaha menerapkan prinsip keadilan Restoratif yang sudah tercantum dalam UU SPPA atau memang anak tersebut tidak memenuhi syarat untuk penerapan keadilan Restoratif, prinsip keadilan tersebut wajib dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu Unit PPA selaku penyidik. Sama halnya dengan yang terjadi di Polresta Surakarta yang sangat sering melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dengan pelaku anak, menurut hasil pengamatan langsung (Pra Penelitian) penulis, ada beberapa kasus tindak pidana 6 Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 319.

7 dengan pelaku anak yang hanya diselesaikan di Polresta Surakarta (tanpa di teruskan ke pengadilan). Oleh karena itu perlu dikaji lebih dalam mengenai penerapan keadilan Restoratif oleh Polresta Surakarta dalam tindak pidana dengan pelaku anak. Berdasarkan uraian di atas, mendorong keingintahuan penulis untuk mengkaji lebih jauh mengenai prinsip keadilan Restoratif, sehingga penulis memilih judul PERAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM PENERAPAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE PADA TINDAK PIDANA DENGAN PELAKUANAK (STUDI KASUS DI POLRES SURAKARTA) B. Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana peran UNIT PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta Surakarta? 2. Bagaimana hambatan Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip restorative justice di Polresta Surakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

8 a) Tujuan objektif 1) Untuk mengetahui bagaimana peran Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip Restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta Surakarta. 2) Untuk mengetahui apa saja hambatan dan kendala yang dialami oleh pihak penyidik Kepolisian yaitu Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana yang dilakukan oleh anak. b) Tujuan subjektif Untuk melengkapi syarat akademis untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Manfaat penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Manfaat teoritis 1) Memberikan sumbangan pemikiran bagaimana peran polisi dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak oleh polresta Surakarta. 2) Dapat menambah pengetahuan, pemahaman tentang apa yang diteliti penulis.

9 b) Manfaat praktis Penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum, khususnya dalam hal ini penyidik anak yaitu Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) di Polresta Surakarta dalam rangka peran polisi dalam penerapan prinsip restorative justice supaya sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak dan peraturan lainnya. D. Kerangka pemikiran Unit PPA menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 20007 tentang Organisasi dan Tata Terja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UNIT PPA) Pasal 1 Unit PPA adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegak hukum terhadap pelakunya Pasal 3 Unit PPA bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjad korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya Pasal 4 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Unit PPA menyelenggarakan fungsi; (a) Penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan hukum, (b) Penyelenggaraan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, (b) Menyelenggarakan kerja sama koordinasi dengan instansi terkait Keadilam Restoratif menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak Pasal 1 ayat 6 Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan

10 Restorative justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam melakukan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Seorang ahli kriminologi berkebangsaan inggris Tony F. Marshall dalam tulisannya Restorative justice on Overview mengatakan: Restorative justice is a proces whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implication for the future (Restorative justice adalah sebuah proses dimana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan). 7 Prinsip restorative justice tersebut menurut penulis sangat baik digunakan untuk menangani perkara anak, dikarenakan itu sangat melindungi anak dari jeratan hukum. karena sikap anak cenderung meniru pelaku seseorang yang berada di sekitar lingkungan mereka, sehingga mereka perlu dilindungi dan di arahkan ke jalan yang lebih baik. Kemudian jika seorang anak dijerat hukum dan di masukkan penjara maka secara tidak langsung psikis mereka akan terganggu dan jika seorang anak 7 Damang, 2012, Restorative Justice, dalam, http://www:damang.web.id//2012/01/restorativejustice.html?m=1, diakses Rabu 11 Maret 2015, pukul 20:52. 8 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres, hal. 42.

11 keluar dari penjara maka ia akan melakukan perbuatan yang lebih jahat itulah mengapa perlu dilakukan prinsip restorative justice. E. Metode penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis dan konsisten. Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. 8 Penelitian ini tentang peran Unit PPA dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta Surakarta menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode pendekatan Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan ini menggunakan teknik wawancara dalam mengumpulkan data. Pendekatan empiris dimaksud adalah sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di masyarakat. Jadi penelitian dengan pendekatan empiris dan harus dilakukan di lapangan. 9 Peneliti tidak saja mempelajari pasal-pasal perundang-undangan, tapi juga menggunakan bahan-bahan yang bersifat normatif dalam rangka 9 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, hal. 60-61.

12 mengolah dan menganilis data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan mengenai peran Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip Restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta Surakarta. 2. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejela lain di masyarakat. 10 Dalam penelitian ini, penulis ingin berusaha mendiskripsikan mengenai peran Unit PPA dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polresta Surakarta dan apa saja hambatan dan kendala dalam penerapan prinsip tersebut. 3. Lokasi Penilitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis mengambil lokasi penelitian di Polresta Surakarta yaitu bagian Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dimana lembaga tersebut pernah menangani tindak pidana dengan pelaku anak yang diselesaikan di luar pengadilan. 4. Jenis Data 10 Amirydin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 25.

13 a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. 11 Data primer ini diperoleh dari nara sumber dari Polresta Surakarta yaitu Unit PPA, khususnya tentang peran Unit PPA dalam penerapan prinsip Restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak dan apa saja hambatan dalam penerapan prinsip restorative justice tersebut. b. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 12 Data sekunder ini terdiri dari : 1) Bahan hukum primer yang berupa : meliputi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Terja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UNIT PPA), Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana, PERMA NO 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, KUHP dan KUHAP. 11 Ibid, hal. 30. 12 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), hal. 12.

14 2) Bahan hukum sekunder, meliputi referensi atau kepustakaan berupa buku literatur, artikel, makalah-makalah ataupun karya ilmiah yang terkait dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis. 5. Metode pengumpulan data Penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi kepustakaan Dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan serta mempelajari bahan-bahan yang berupa buku-buku, makalahmakalah, peraturan perundang-undangan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan peran Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak dan apa saja hambatan dan kendala dalam penerapan prinsip restorative justice oleh Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) di Kepolisian pada tindak pidana dengan pelaku anak. b. Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka, ketika seseorangn yakni pewawancara mengajukan pertanyaan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitia kepada seorang responden. 13 Metode wawancara ini dilakukan kepada pihak-pihak yang ada kaitanya dengan permasalahan yang akan dibahas dalam 13 Amirydin dan Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 82.

15 skripsi ini, di antaranya penulis ingin menanyakan bagaimana peran Unit PPA (pelayanan perempuan dan anak) dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta surakarta dan apa saja hambatan dan kendala dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak di Polresta Surakarta. 6. Metode analisis data Analisis data sebagai tindak lanjut sebagai proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal. 14 Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan teknik kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. F. Sistimatika skripsi Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara sistematis, dimana diantara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, sistematis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan. 14 Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: SINAR GRAFIKA, hal. 77.

16 Bab II tinjauan pustaka. Dalam bab ini menguraikan tinjauan umum tentang anak yaitu pengertian anak dan hak-hak anak, tinjauan umum tentang tindak pidana yaitu mengenai pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana, tinjauan umum tentang Restorative justice dan tinjauan umum tentang penyidik anak atau Unit PPA. Bab III Hasil penelitian dan Pembahasan. dalam bab ini dijelaskan tentang bagaimana peran Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) dalam penerapan prinsip restorative justice pada tindak pidana dengan pelaku anak dan apa saja hambatan dan kendala dari Unit PPA dalam menerapkan prinsip restorative justice. Bab IV Penutup. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian dan saran dari hasil penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis.