BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. calon ibu dan bayi yang dikandung harus mendapatkan gizi yang cukup banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan gizi antara lain anemia. Anemia pada kehamilan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.

BAB I PENDAHULUAN. melalui alat indra (Lukaningsih, 2010: 37). Dengan persepsi ibu hamil dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kehamilan merupakan periode yang sangat penting bagi pembentukan kualitas sumber daya manusia di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

I. PENDAHULUAN. terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011) World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Kesepakatan global Millenium

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dibawah 11 gr% (Saifuddin, 2001), sedangkan menurut Royston (1993) anemia

BAB I PENDAHULUAN. anemia.kekurangan zat besi dalam tubuh mengakibatkan pembentukan hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan sempurna secara jasmaniah dengan berat badan yang cukup. Masa

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

BAB I PENDAHULUAN. Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memfokuskan percepatan pencapaian target MDGs (Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat menyebabkan kematian (Dinana,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi (Cunningham,2014). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, prevalensi anemia dalam kehamilan tertinggi didunia terdapat di negaranegara Asia Tenggara, Mediterania Barat dan Afrika. Target dari Global Nutrition Targets 2025 yang salah satunya adalah untuk ibu, bayi dan anak diharapkan dapat menurunkan anemia sebesar 50 % pada wanita subur (World Health Organization (WHO), 2014 World Health Organization (WHO), 2015). Populasi anemia di 114 Negara adalah 83,2%. Indonesia dan Thailand menempati urutan ke-4 tertinggi untuk populasi anemia di Asia Tenggara. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah populasi anemia di Malaysia yaitu 27% dan Singapura 28% (World Health Organization (WHO), 2014; World Health Organization (WHO), 2015). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%, angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar 24,5 %, dengan penyebab terbanyak anemia dalam kehamilan yaitu akibat defisiensi besi (Kemenkes RI,2014). Anemia defisiensi besi pada ibu hamil memiliki efek negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan kejadian perdarahan pasca persalinan dan keadaan gizi buruk pada janin dan neonatal. Zat besi berfungsi untuk eritropoisis, pembentukan hemoglobin, mioglobin, transkripsi gen, reaksi enzim seluler, dan perperan dalam 1

reaksi oksidasi-reduksi. Pada otak zat besi berperan dalam proses dendritogenesis, synaptogenesis, neurogenesis, mielinisasi dan sintesa neurotransmitter. Semua fungsi zat besi tersebut penting untuk otak melakukan fungsinya, sehingga defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan pada perilaku dan penurunan fungsi belajar dan memori (Rao, 2007;Radlowski, 2013). Anemia defisiensi besi akan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan otak bayi di masa yang akan datang (Kemenkes RI 2007; Kemenkes RI 2013). Menurut Allen, disamping pengaruhnya terhadap perkembangan otak bayi, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan angka kematian perinatal. Defisiensi besi pada umumnya terjadi pada 3 fase kehidupan dimana terjadi perkembangan otak yaitu fase kehidupan fetus, anakanak dan remaja terutama pada perempuan. Defisiensi besi pada fetus dan neonatus terjadi karena 4 kondisi kehamilan yaitu anemia defisiensi besi selama kehamilan, ibu hamil yang merokok, kehamilan dengan hypertensi yang menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan dengan Diabetes Melitus(Georgieff, 2008; Tran, 2008). Kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan kebutuhan ibu terhadap besi untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta dan penambahan massa eritrosit selama kehamilan. Simpanan besi yang tidak cukup sebelum kehamilan dan asupan besi yang tidak adekuat selama kehamilan dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi dalam kehamilan (Wibowo, 2006). Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan beberapa pemeriksaan laboratorium yaitu hemoglobin <10,5g/dl, hematokrit < 31%, ferritin serum < 12ng/ml, soluble transferin reseptor >6mg/dl, dan saturasi transferin <15% dengan gambaran hapusan darah tepi mikrositik hipokrom (Suominen, 1998; Estrada, 2014). Kadar ferritin serum merupakan parameter yang paling akurat untuk menilai cadangan besi tubuh (Broek, 1998; Wibowo, 2006). 2

Zat besi berperan dalam menentukan kecerdasan seorang anak sejak dari intra uterine. Sehingga muncul slogan smarts babies through prenatal university. Zat besi berperan pada perkembangan neurokognitif dan neurobehavioral pada masa dua pertiga terakhir dari kehamilan serta adanya konsekuensi jangka panjang dari defisiensi besi pada masa perinatal. Penelitian pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi yang terjadi sejak dari intra uterine terkait dengan munculnya gangguan perkembangan perilaku, perubahan saraf, yang menghasilkan efek irreversible pada neurokimia dan neurobiologi janin (Estrada, 2014). Prinsip dasar proses biologi zat besi pada janin adalah bahwa penggunaan zat besi dalam tubuh diprioritaskan untuk pembentukan sel darah merah dibandingkan dengan kebutuhan untuk jaringan tubuh yang lain termasuk otak. Defisiensi besi pada otak janin akan terjadi meskipun belum timbul anemia pada janin apabila kebutuhan akan zat besi melebihi ketersediaan zat besi dalam tubuh pada wanita hamil (Lozoff, 2006). Ferritin merupakan cadangan besi yang disimpan oleh tubuh dalam hati dan sumsum tulang. Dalam siklus metabolisme besi tanda awal anemia bisa dilihat dari menurunnya cadangan besi (ferritin) dalam darah (Estrada, 2014). Ferritin berfungsi sebagai komponen dari homeostasis besi (Knovich et al., 2009). Ferritin dengan pengaturan utamanya adalah penyerapan zat besi yang berfungsi sebagai sebuah ferroxidase, dengan mengkonversi Fe (II) ke Fe (III) besi diinternalisasi dan dikeluarkan dari inti mineral ferritin (Guyton dan Hall, 2011). Ferritin saat ini dianggap indikator paling penting dalam menentukan status besi di tahap defisiensi besi yang dimana kadarnya akan menurun. Namun, perlu diketahui bahwa ferritin akan meningkat karena beberapa faktor termasuk infeksi dan inflamasi, sehingga nilai tinggi tidak selalu menunjukkan status besi yang baik (Knovich et al., 2009). 3

Gaspar, 1993 melaporkan kadar ferritin serum darah tali pusat bayi yang dilahirkan dari ibu dengan ferritin rendah <12 µg/l lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kadar ferritin serum yang normal. Perez, 2005 melaporkan Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kadar ferritin serum yang rendah cenderung memiliki kadar ferritin serum yang rendah. Shao 2012, melaporkan terdapat hubungan yang positif antara kadar ferritin serum maternal dengan cadangan besi pada neonatus dari ibu dengan kehamilan lanjut dengan ferritin rendah. Mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi pada wanita hamil, maka fetus dan neonatus sangat beresiko untuk mengalami defisiensi besi. Penelitian yang dilakukan di kabupaten Labuan Batu oleh Simanjuntak (2008) meneliti hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53%) anemia dari 162 kasus, dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0%. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia, empat kali lebih berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dari pada ibu hamil yang tidak anemia (Darlina dan Hardinsyah, 2003). Kontrol pertumbuhan dan status nutrisi pada fetus dan neonatus melibatkan suatu mekanisme yang kompleks. Hambatan pertumbuhan janin merupakan kondisi yang menekankan kepada adanya proses patologis yang melatarbelakangi fungsi pertumbuhan janin intrauterin. Kondisi ini menggambarkan kegagalan janin untuk meningkatkan potensi pertumbuhannya secara intrinsik, yang dapat disebabkan oleh gangguan anatomi, gangguan fungsi maupun penyakit pada unit fetoplasental maternal (Cunningham, 2014). Metode yang dapat dipakai untuk mengevaluasi adanya hambatan pertumbuhan janin salah satu nya adalah indeks ponderal, dimana adanya hambatan pertumbuhan janin terjadi pada bayi yang lahir pada nilai indeks ponderal yang kurang dari 2,4. 4

Indeks ponderal merupakan suatu formula yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi massa jaringan lunak pada bayi yang tidak sesuai dengan perkembangan skeletal. Indeks ini dilaporkan lebih dipercaya dan tidak dipengaruhi oleh perbedaan ras dan jenis kelamin (Creasy, Resnik, 2004). Kejadian anemia defisiensi besi pada ibu hamil yang tinggi, adanya hubungan antara anemia defisiensi besi dan kadar ferritin, adanya hubungan kadar ferritin maternal dan neonatal, serta adanya hubungan anemia defisiensi besi pada ibu dengan indeks ponderal neonatal yang akan berdampak pada gangguan pertumbuhan, fungsi memori, belajar dan perilaku anak. Maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rerata kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal antara ibu hamil aterm dengan kadar ferritin normal dan kadar ferritin rendah. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan rerata kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal antara ibu hamil aterm dengan kadar ferritin normal dan kadar ferritin rendah? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Mengetahui perbedaan rerata kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal antara ibu hamil aterm dengan kadar ferritin normal dan kadar ferritin rendah. b. Tujuan khusus a) Mengetahui perbedaan rerata kadar ferritin neonatal berdasarkan kadar ferritin maternal. b) Mengetahui perbedaan rerata indeks ponderal neonatal berdasarkan kadar ferritin maternal. 5

D. Manfaat Penelitian a. Untuk keilmuan Menambah wawasan keilmuan tentang perbedaan rerata kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal antara ibu hamil aterm dengan kadar ferritin normal dan kadar ferritin rendah. b. Untuk pelayanan Sebagai bahan acuan atau referensi untuk meningkatkan pelayanan obstetri pada poliklinik RSUP. Dr. M Djamil Padang sehubungan dengan hasil penelitian mengenai perbedaan rerata kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal antara ibu hamil aterm dengan kadar ferritin normal dan kadar ferritin rendah, mengingat besarnya dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil terhadap janin yang dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. c. Untuk penelitian Menggugah minat para peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai seberapa besar pengaruh kadar ferritin maternal terhadap kadar ferritin dan indeks ponderal neonatal. 6