BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

dokumen-dokumen yang mirip
suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Duvall dan Miller (1985), pernikahan dapat dilihat sebagai suatu hubungan dyadic

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

I. PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-hari selalu dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

FAKTOR PENDORONG ORANGTUA MENGIZINKAN ANAKNYA MELAKUKAN PERKAWINAN PADA USIA REMAJA DI DESA AGUNG JAYA KECAMATAN AIR MANJUTO KABUPATEN MUKOMUKO

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri; nikah, perkawinan adalah pernikahan. Di samping itu menurut hornby (1957), marriage : the union of two persons as husband and wife. Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri. Menurut Undang-Undang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah suatu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004). 13

2.2. Tujuan Perkawinan Adapun tujuan perkawinan adalah : a. Untuk membentuk keluarga menurut ketentuan hukum agama. b. Untuk memperoleh keturunan. c. Pada perinsipnya menghendaki agar perkawinan bersifat kekal dan tidak berakhir dengan perceraian (Eoh, 1996). 2.3. Batasan Usia Untuk Suatu Perkawinan Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih di perlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun UU tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun 14

pelanggaran masih banyak terjadi di masyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono, 2006). 2.4. Perkawinan Usia Muda Perkawinan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-arang yang telah mandiri sebelum kawin, hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan halangan bagi penyesuaian perkawinan (Hurlock, 2000). Perkawinan dalam umur belasan tahun adalah berdasarkan keputusankeputusan yang sesaat. Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya kedua anak laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli apakah itu berakibat bencana (Shappiro, 2000). Hal-hal yang mempengaruhi, sehingga timbul perkawinan di usia muda antara lain: a. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. b. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah perkawinan. c. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi, sehingga pelarianya adalah kawin. 15

d. Sempitnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja semakin membludak (Al-Ghifari, 2003). e. Hamil semasa sekolah/sebelum nikah. f. Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur perjodohan. g. Mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, ikut-ikutan meramaikan suasana yang menurutnya membahagiakan (Ikhsan, 2004). 2.4.1. Akibat dari Perkawinan Usia Muda a. Kematian ibu yang melahirkan Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20 tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang mampu untuk melahirkan. b. Kematian bayi Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya (prematur), ada yang berat badanya kurang dan ada pula yang langsung meninggal. c. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula mengalami perdarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit, 16

bahkan kemungkinan menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari. d. Persoalan ekonomi Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda umumnya belum cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, penghasilan yang rendah dapat meretakkan keutuhan dan keharmonisan keluarga. e. Persoalan kedewasaan Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya, usia muda (12-19 tahun) memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah (BKKBN, 2003). 2.4.2. Penundaan Usia Perkawinan Di Indonesia terutama di daerah-daerah pedesaan masih terdapat banyak perkawinan di bawah umur. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku sejak dahulu yang masih terbawa sampai sekarang. Ukuran perkawinan di masyarakat seperti itu adalah hanya kematangan fisik atau bahkan hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan calon pengantin. Penundaan dapat terjadi dengan makin meningkatnya taraf pendidikan masyarakat, dengan makin banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah. 17

Semakin tertunda kebutuhan untuk mengawinkan anak-anak, para orang tua menyadari bahwa persiapan yang lebih lama diperlukan untuk menjamin masa depan anak-anaknya, sekolah dulu sebelum mengawinkan mereka. Kecendrungan ini terutama terjadi pada masyarakat di kota-kota besar atau di kalangan masyarakat kelas sosial ekonomi menengah atas. Kecendrungan pada masyarakat untuk meningkatkan usia perkawinan ini ternyata didukung juga oleh UU yang berlaku di Repoblik Indonesia yaitu UU No. 1/1974. Dengan adanya UU tersebut yang pelaksanaanya cukup ketat di lapangan, maka terbataslah kesempatan untuk menikah di bawah usia yang ditetapkan. Terlebih lagi, pemerintah sendiri melalui program KB berusaha untuk lebih meningkatkan lagi batas usia perkawinan ke umur 20 tahun untuk wanita, dengan pertimbangan bahwa kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan beresiko tinggi sehingga harus di hindari. Pihak individu-individu yang bersangkutan itu sendiri menurut J.T. Fawcelt ada sejumlah faktor yang menyebabkan orang memilih untuk tidak menikah sementara. Faktor-faktor itu antara lain adalah beban dan hambatan (Sarwono, 2006). 2.5. Faktor-faktor yang Menyebabkan Wanita Melakukan Perkawinan pada Usia Muda 2.5.1. Pengetahuan 18

Menurut Notoatmojo, (2003) pengetahuan adalah hasil tahu, ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni :indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tahu merupakan tindakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, yang dapat diukur dengan kata kerja seperti kemampuan untuk menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Ketidak bahagiaan dalam perkawinan sebagian besar pasangan yang memasuki jenjang perkawinan tidak mempunyai persiapan jiwa dalam arti yang sesungguhnya. Mereka tidak dibekali dengan cukup, hanya sekedar petuah-tuah dan kalimat-kalimat pendek. Mereka berpikir bahwa dengan hubungan-hubungan cinta dan seks akan dapat memuaskan semua keinginan dan kebutuhan istrinya. Perempuan juga berpikir seperti itu (Shappiro, 2000). 2.5.2. Keluarga (Orang Tua) Keluarga terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; sank saudara; kaum kerabat; satuan kerabat yang sangat mendasar dalam masyarakat (Santoso, 1995). Keluarga dapat dikatakan sebagai suatu badan suatu badan sosial yang berfungsi mengarahkan kehidupan 19

efektif seseorang didalam keluarga seseorang dapat mengalami kekecewaan, mendapatkan kasih sayang bahkan mungkin celaan-celaan. Lingkungan sosial yang berperan dalam meneruskan dan menanamkan nilai pedoman hidup pada anggota masyarat adalah keluarga, teman sebaya, guru dan sebagainya. Keluarga mengambil tempat penting dalam sosialisasi anak, karena anggota keluarga; orang tua dan saudara kandung melakukan kontak sosial pertama bahkan mungkin satu-satunya kontak sosial bagi anak pada tahun-tahun pertamanya. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan pertama yang memberi penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman (Gunarsa, 2002). Suasana keluarga yang tenang dan penuh curahan kasih sayang dari orang-orang dewasa yang ada di sekelilingnya, akan menjadikan remaja dapat berkembang secara wajar dan mencapai kebahagiaan. Sedangkan suasana rumah tangga yang penuh konflik akan berpengaruh negatip terhadap kepribadian dan kebahagiaan remaja yang pada ahirnya mereka melampiaskan perasaan jiwa dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang menyimpang (Al-Mighwar, 2006). Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur dijodohkan untuk menikah dimasa kuliah. Perjodohan semasa anak masih kuliah bukanlah hal yang baru. Orang tua sebelumnya telah membuat komitmen dengan koleganya untuk mengawainkan anaknya, meskipun anak- anaknya masih sama- sama kuliah (Ikhsan, 2004). Mayoritas laki-laki dan perempuan yang kawin dibawah umur 20 tahun akan menyesali perkawinan mereka. Sayang sekali orang tua sendiri sering 20

mendorong perkawinannya dalam usia sangat muda. Orang tua menganggap bahwa perkawinwn dalam usia muda mempunyai suatu faktor pematangan. Dibalik motivasi orang tua yang ingin sekali untuk segera mengawinkan anakanaknya ialah demi melepaskan mereka dari tanggung jawab atas perilaku kejahatan dan kenakalan anaknya (Shappiro, 2000). 2.5.3. Pergaulan Bebas Pergaulan bebas atau bebas untuk melakukan apa saja, termasuk hubungan intim. Dalam penelitiannya Damayanti menyatakan berpacaran sebagai proses perkembangan kepribadian seseorang remaja karena ketertarikan antara lawan jenis. Namun dalam perkembangan budaya justru cenderung tidak mau tahu terhadap gaya pacaran remaja. Akibatnya, para remaja cenderung melakukan hubungan seks pranikah. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu; faktor agama dan iman, faktor lingkungan seperti orang tua, teman, tetangga dan media, faktor pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan, dan juga faktor perubahan jaman (Dina, 2006). Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Perkawinan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa (Sarwono, 2006). 21