BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Koran Joglosemar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB IV BENTUK KERUKUNAN UMAT BERGAMA ISLAM DAN KRISTEN DI DESAMIAGAN. A. Bentuk Kerukunan Beragama Islam Dan Kristen Pada Hari Besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

Tidak tertarik melakukan Ritual Sembahyang Imlek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

ABSTRAK. Kata Kunci : Budaya, Feature, Nusantaraku, Produser, Rasulan. xii + 82 halaman; 17 gambar; 10 tabel Daftar acuan: 14 ( )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan membahas tentang latarbelakang, pertanyaan penelitian, tujuan

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

Hadirin, para pembina pendamping, penegak dan pandega serta undangan yang berbahagia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Raimuna Nasional yang akan

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 5. MEMBACA NONSASTRALatihan Soal 5.1 (3) (2) (1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) Oleh : TISSANIA CLARASATI ADRIANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari Surabaya yang menjadi kota perdagangan tua, banyak sekali pedagang dari berbagai belahan dunia berdagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian Batak secara umum dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu Gondang

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Assalamualaikum Wr. Wb

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

Harmonisasi Cinta Antarbangsa Lewat Budaya (121/M) Oleh : Illi Apriliyadi Selasa, 21 Juni :44

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

SAMBUTAN WALIKOTA BANDUNG PADA ACARA PERINGATAN HARI JADI KE-204 KOTA BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang berhubungan tentang rasial memang begitu banyak terjadi, baik dalam segi agama, budaya maupun etnis. Tetapi hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Kampung Sudiroprajan atau yang biasa dikenal dengan kampung Balong yang berada di Kota Solo provinsi Jawa Tengah. Kampung Balong merupakan salah satu kampung pecinan di kota Solo yang terletak di sebelah timur Pasar Gede termasuk dalam Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, dan menjadi salah satu pusat perdagangan yang selalu dipadati masyarakat. Pada kenyataannya kampung ini menjadi tempat pembauran antara masyarakat Jawa dan masyarakat Tionghoa (Rustopo: 2007, 94). Hal ini menjadi sangat unik karena pembauran yang melibatkan interaksi antara masyarakat Jawa dan Tionghoa sangat terjalin alami dan harmonis, dan terlihat seperti bertolak belakang dengan sejarah Kota Solo yang kelam dan buruk mengenai konflik rasial. Begitu pula ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, masyarakat kampung Balong tetap berada dalam keutuhan. Mereka menjaga kampungnya, karena dalam pemikiran mereka ketika mereka menganggap dirinya sebagai Wong Balong maka mereka tidak mempersoalkan apakah seseorang itu Jawa atau Tionghoa. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pembauran yang melibatkan interaksi antara masyarakat Jawa dengan masyarakat Tionghoa dapat berjalan dengan alami dan harmonis? Sudarmono selaku sejarawan UNS menilai ada 4 faktor yang mendorong pembauran kedua etnis itu, yaitu tingkat kehidupan sosial ekonomi yang relatif sama(menengah kebawah), mungkin dengan tingkat ekonomi yang relatif sama inilah yang menjadikan komunikasi sosial antara masyarakat tionghoa dengan masyarakat pribumi di sekitarya berlangsung sangat akrab, terjalinnya pernikahan campuran ini bisa terjadi di karenakan perdagangan yang di lakukan oleh orang Tionghoa di kampung ini

dalam jangka waktu yang lama, masyarakat Tionghoa pun menginap di daerah Sudiroprajan. Lambat laun mereka berbaur dengan masyarakat Jawa asli yang tinggal di daerah itu. Dari pembaruan yang telah berjalan itu,sehingga lama-kelamaan terjadilah pernikahan antar kedua etnis yang melahirkan banyak keturunan. Sampai sekarang pun masyarakat Balong menyebut pernikahan campuran tersebut sebagai Ampyang. Ampyang adalah makanan yang terbuat dari gula jawa dan kacang yang di ibaratkan sebagai bentuk pernikahan campuran antara masyarakat Jawa dan Tionghoa. Pembauran yang terjadi antara etnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Balong ini tidak terlepas dari upaya keras kedua etnis tersebut untuk menjunjung tinggi harmoni dan merawat nilai-nilai kerukunan serta menghindari konflik sedapat mungkin. Seorang warga Balong, Oei Bing Kie atau akrab disapa Koh Bing Kie menceritakan, meski berbeda etnis, dalam keseharian sama sekali tidak ada diskriminasi. Dalam disertasi Yohanes Setiawan yang belum diterbitkan menyebutkan bahwa kerukunan etnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Balong juga difasilitasi oleh adanya akar-akar budaya dasar yang menjadi falsafah atau pandangan hidup kedua etnis tersebut. Yohanes juga mengatakan bahwa secara empiris terjadinya konflik Jawa-Tionghoa di Kota Solo lebih dikarenakan oleh dominan pendekatan politik dan rendahnya pendekatan kultural. Kerukunan tidak hanya antar masyarakat yang berbeda etnis tetapi juga terjadi pada keyakinan masyarakat yang berbeda-beda. Hal ini dapat terlihat pada perayaan-perayaan hari besar agama, contohnya pada saat Hari Raya Idul Fitri masyarakat yang menganut keyakinan berbeda ikut berpartisipasi dengan saling mengunjungi sebagai bentuk pembauran yang terjadi tidak hanya dalam segi budayanya saja tetapi dari segi agamapun saling berbaur dan saling mendukung. Sikap dan kehidupan seperti ini merupakan tradisi yang terus dipertahankan sebagai sarana untuk membangun persahabatan dan membentuk kekeluargaan antar warga Kampung Balong. Untuk menjunjung

dan melestarikan pembauran yang terjalin antar etnis di Kampung Balong maka muncullah ide dari warga Kampung Balong untuk membuat sebuah acara atau perayaan yang mencerminkan unsur-unsur pembauran budaya yang terdapat didalam kampung Balong, mengingat semakin hilangnya budaya-budaya seiring dengan bergantinya jaman. Dari hal-hal tersebut maka terbentuklah sebuah acara yang diberi nama Grebeg Sudiro. Istilah grebeg berasal dari kata gumrebeg yang berarti riuh, kerumunan, ramai dan arti yang lain adalah mengiringi. Sedangkan Sudiro merupakan nama kelurahan Kampung Balong. Dari hal tersebut menggambarkan suasana grebeg yang ramai, riuh dan tidak terlepas dari kegiatan mengiringi sesuatu yang diadakan Kelurahan Sudiroprajan, Kampung Balong. Acara Grebeg Sudiro adalah sebuah acara yang diadakan dengan tujuan untuk memperekat bangsa, maksudnya adalah untuk mempererat persaudaraan masyarakat Kampung Balong dan masyarakat Solo, serta untuk melestarikan pembauran budaya di Kampung Balong pada masyarakat luas. Grebeg Sudiro sendiri memang secara tidak sengaja diadakan pada waktu mendekati acara Imlek pada bulan Februari sehingga membuat masyarakat kota Solo dan kebanyakan orang menganggap Grebeg Sudiro ini adalah memperingati perayaan Imlek. Jika Imlek identik dengan budaya Tionghoa, Grebeg Sudiro juga tidak hanya mengusung budaya Tionghoa saja tetapi acara yang dibuat oleh masyarakat kampung Balong dengan mengusung tema pembauran dari keanekaragaman adat istiadat, budaya, bahkan agama yang ada di Kampung Balong. Ketua Panitia, Sarwanto mengatakan bahwa acara Grebeg Sudiro merupakan event budaya yang digagas masyarakat etnis Jawa dan Tinghoa. Acara ini dalam rangka pengembangan budaya di Kota Solo yang telah mencanangkan Kota Solo sebagai Kota Budaya dan Pariwisata. Sarwanto menjelaskan dalam acara Grebeg Sudiro akan menampilkan kelompok kesenian tradisional dan budaya dari kelurahan Sudiroprajan dan beragam kesenian lainnya dari Kota Solo. Penampilan kelompok kesenian dimaksudkan untuk menunjukkan potensi yang dimiliki masing-masing kelurahan dan kecamatan yang ada di Kota Solo. Tema yang diangkat dalam acara

Grebeg Sudiro Tahun 2013 yakni Pelangi Nusantara, yang mempunyai makna Merangkai Kebhinekaan dan Perkokoh Persatuan. Dalam acara Grebeg Sudiro ini tidak hanya bertujuan untuk menujukan pembauran dan kerukunan masyarakat Kampung Balong saja, tetapi diharapkan kesatuan ini bisa terjaga meluas sampai keluar Kota Solo bahkan Nasional. Acara Grebeg Sudiro ini juga banyak dimuat dalam berbagai pemberitaan baik cetak maupun online, khususnya pemberitaan dalam koran-koran lokal yang ada di Kota Solo. Menurut salah satu panitia, acara ini secara tidak langsung juga dianggap sebagai media komunikasi untuk menggerakkan masyarakat dalam menampilkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap kampung tidak hanya masyarakat kampung Balong saja. Dalam acara ini juga tidak hanya melibatkan orang dewasa saja melainkan anak-anak, mengingat sekarang ini budaya mulai dilupakan dan hilang oleh generasi muda, maka dengan adanya acara ini generasi muda di Kampung Balong diharapkan tidak melupakan budaya mereka. Menurut mas Sarjono budaya adalah sebuah media komunikasi yang paling fleksibel, karena semua orang mempunyai budaya dan budaya tidak mengenal perbedaan agama, usia, warna kulit,dll. Terbukti dengan adanya Acara Grebeg Sudiro ini mampu menyatukan keanekaragaman budaya yang ada dan membentuk sebuah nuansa acara yang indah. Acara Grebeg mempunyai beberapa rentetan acara. Antara lain rentetan acara Sedekah Bumi atau bisa disebut sebagai Bersih Desa pada tanggal 31 Januari 2013. Sedekah Bumi ini bertujuan sebagai bentuk ucapan syukur yang harus diadakan untuk kelancaran dari rentetan acara Grebeg Sudiro. Sedekah Bumi dimulai pada pukul 18.00 WIB yang menampilkan iringan-iringan kesenian 2 buah Gunungan laki-laki dan Gunungan perempuan yang nantinya di arak melewati dalam kampung menuju panggung yang terletak di samping rumah makan Fai Kie. Acara ini adalah sebuah upacara untuk memanjatkan doa agar warga Kampung Balong, tanpa melihat etnis dan agama mendapatkan limpahan

rejeki, keselamatan serta dapat menjaga kerukunan diantara mereka sendiri kepada Sang Pencipta yang diwakili oleh 4 pemuka agama Muslim, Nasrani, Khatolik, dan Kong Hu Cu. Puncak acara adalah saling berebut 2 Gunungan yang telah selesai diarak. Dalam aksi kirab, sejumlah komunitas seperti pertunjukan barongsai terlihat mendatangi panggung utama Kirab Grebeg Sudiro yang didalamnya selain walikota juga terdapat calon wakil walikota, Achmad Purnomo serta para finalis Putra Putri Solo. Hal yang menarik dalam Acara Grebeg Sudiro ini, yang pertama adalah kebhinekaan budaya. Dimana dalam hal ini terdapat pembauran budaya antara etnis Jawa dan etnis Tionghoa, pembauran budaya tersebut misalnya kesenian Barongsai, Liong, Wushu, Reog, Jathilan,dan masih banyak lainnya, serta makanan tradisional seperti kue keranjang, kue mangkok. Yang kedua, partisipasi warga dimana acara ini didukung dan diikuti oleh semua masyarakat kampung Balong,elemen-elemen masyarakat,serta antusisme masyarakat solo yang jumlahnya kian bertambah. Dan yang ketiga, adalah dukungan dari pemerintah. Dimana pemerintah juga memberikan dukungan yaitu dalam bentuk dana,setiap tahunnya sebesar 20juta untuk berpartisipasi memeriahkan acara Grebeg Sudiro tetapi tidak hanya menyumbangkan dana saja pemerintah juga menjadikan acara Grebeg Sudiro ini sebagai Acara Tahunan di Kota Solo. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengaplikasikan penelitian analisis wacana kritis model van Dijk terhadap wacana pembauran budaya dalam acara Grebeg Sudiro yang terkontruksi dalam media suratkabar lokal. Peneliti menggunakan model analisis dari Van Dijk karena model inilah yang paling cocok dan paling detail untuk membongkar sebuah wacana yang di konstruksi dalam teks-teks surat kabar lokal. Objek penelitian akan peneliti fokuskan pada berita-berita harian Solopos dan Joglosemar tentang adanya acara tahunan Grebeg Sudiro di Kota Solo. Selain menggunakan model analisis Van Dijk. Dalam hal ini alasan peneliti memilih koran Solopos dan Joglosemar karena, mengingat acara Grebeg Sudiro tersebut diadakan dan dibentuk oleh warga Solo. Terlebih lagi Solopos pernah mendapat penghargaan bersamaan dengan koran

harian lainnya yang mendapat penghargaan Silver Winner untuk Kategori The Best Java Newspaper Tahun 2013 yang di selenggarakan di Manado oleh Serikat Penerbit Surat kabar (SPS), dan Solopos juga pernah mendapat penghargaan sebagai koran terbaik se Jawa, di ajang Indonesia Printing Media Award pada tahun 2012. Hal lainnya karena koran Solopos dan Joglosemar tersebut berdiri sendiri di Kota Solo dan meliput pemberitaan-pembertitaan yang lebih menonjolkan pemberitaan yang melingkupi Kota Solo. Pernyataan tentang acara Grebeg Sudiro sebagai bentuk pembauran budaya tersebut terbukti tidak hanya dapat menggerakan masyarakat Kampung Balong saja tetapi masyarakat Kota Solo lainya seperti di daerah Kampung Sewu, Jagalan, Mojosongo,dll mulai mengikuti jejak warga Kampung Balong dalam mengadakan acara yang hampir sama dengan menampilkan potensi budaya dari kampung mereka masing-masing. Untuk membongkar apakah terdapat relasi kekuasaan yang terjalin dalam acara Grebeg Sudiro ini selain menggunakan model analisis Van Dijk dalam melihat pembauran budaya yang terdapat melalui teks pemberitaan. 1.2 Penelitian Terdahulu Maksud kajian pustaka dengan penelitian terdahulu adalah suatu pembandingan atau membandingkan suatu penelitian dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pembanding atau membandingkan tentunya yaitu suatu hasil penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian dalam skripsi ini. Fenomena ini pernah di teliti oleh Turnomo Raharjo yang mengkaji Kompetensi Komunikasi Antar Budaya di Perkampungan Sudiroprajan atau Kampung Balong dengan hasil penelitian bahwa warga masyarakat dari kedua kelompok etnis di Sudiroprajan telah mampu menciptakan situasi komunikasi antar etnis yang mindful, karena mereka telah memiliki kecakapan atau kompetensi komunikasi yang memadai. dan Penelitian yang akan diteliti oleh peneliti sekarang ini adalah kajian analisis wacana kritis Van Djik dalam acara Grebeg Sudiro. 1.3 Rumusan masalah

Bagaimana wacana kritis pembauran budaya pada acara Grebeg Sudiro yang di Konstruksi dalam Solopos dan Joglosemar pada tanggal 2 dan 4 Februari 2013? 1.4 Tujuan penelitian Menjelaskan tentang Grebeg Sudiro dalam konsep kritis pada pemberitaan di dalam Solopos dan Joglosemar. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi UKSW dan menambah kajian ilmu komunikasi dalam bidang Komunikasi Lintas Budaya. Penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan serta menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Fakultas Ilmu Sosial dan komunikasi UKSW. Selain itu dapat di gunakan sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat sebagai pembelajaran bagi masyarakat terhadap komunikasi lintas budaya yang terjadi di Kampung Balong Kota Surakarta antara Etnis Tionghoa dan etnis Pribumi yang bisa berlangsung dengan langgeng dan harmonis yang tercermin dalam acara Grebeg Sudiro. Penelitian ini juga di harapkan bisa menjadi sarana pembelajaran bagi kita untuk tidak mengkotak-kotakkan yang didasarkan dengan perbedaan etnis apapun. 1.6 Batasan Penelitian Agar penelitian terhindar dari lingkup yang terlalu luas, maka peneliti memberikan batasan penelitian sebagai berikut:

1. penelitian ini di batasi hanya pada bagaimana sebuah koran Solopos dan Joglosemar mengkonstruksi wacana pembauran di acara Grebeg Sudiro. 2. Objek penelitian ini adalah teks berita koran Solopos dan Joglosemar