4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan ANOVA, maka diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai F hitung > F tabel yang berarti bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima, jadi pemberian ekstrak Sarang semut terhadap Tikus putih yang dipapar asap rokok berpengaruh pada morfologi spermatozoa. Tabel 2. Analisis Statistik Morfologi Spermatozoa Sumber Varian Jk Db Rk F hitung F tabel Perlakuan 2262,296 2 1131,148 96,7 3,68 Galat 175,460 15 11,697 Total 17 Dari hasil penelitian tentang pemberian ekstrak Sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) berpengaruh terhadap morfologi spermatozoa Tikus putih (Rattus norvegicus L) yang dipapar asap rokok, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antar kontrol (P1) terhadap kontrol (+) menunjukkan penurunan nyata terhadap rendahnya rata-rata morfologi normal spermatozoa. Sedangkan kelompok kontrol (P1) dan kontrol (-) tidak menunjukkan perbedaan nyata rata-rata normal spermatozoa. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 27
Tabel 3. Rata-rata jumlah morfologi normal spermatozoa Perlakuan Ulangan Rata-rata ± sd Notasi (P1) 6 70,36 ± 3,90 A (+) 6 46,89 ± 2,75 B (-) 6 70,98 ± 3,50 A Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada morfologi normal spermatozoa. Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan. Hal ini dapat dilihat rerata morfologi spermatozoa normal pada kontrol (-) adalah 70,98 ± 3,50, selanjutnya pada kontrol (+) spermatozoa normal mengalami penurunan menjadi 46,89 ± 2,75, hal ini berarti peningkatan abnormal spermatozoa meningkat dan pada P1 (Pemberian ekstrak sarang semut dengan dosis 129 mg/200gr BB tikus) rata-rata morfologi spermatozoa normal mengalami peningkatan menjadi 70,36 ± 3,90 yang berarti tidak berbeda nyata dengan kontrol (-). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian paparan asap rokok tanpa ekstrak Sarang semut mengakibatkan rendahnya morfologi normal spermatozoa Tikus putih (Rattus norvegicus L). Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) berpengaruh terhadap morfologi spermatozoa Tikus putih (Rattus norvegicus L) yang dipapar asap rokok. Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak sarang semut memperkecil abnormalitas spermatozoa tikus putih yang dipapar asap rokok. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil pengamatan mikroskopis ditemukan abnormalitas pada 28
morfologi spermatozoa Tikus putih. Bentuk-bentuk abnormalitas spermatozoaa dapat dilihat pada lampiran 6. 4.2 Pembahasan Hasil pengamatan mikroskopis spermatozoa yang diberi perlakuan dengan asap rokok tanpa ekstrak Sarang semut terlihat adanya dominasi sel-sel spermatozoa tikus putih yang tidak normal yaitu tidak adanya ekor atau kepala, ekor melipat, ekor putus dibagian tengah dan juga bentuk kepala ganda. Menurut Hafez et al. (2000) dalam Azlina (2009) bahwa sel-sel tersebut mengalami degenerasi. Abnormalitas pada morfologi spermatozoa ini terdiri dari abnormal abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer dapat terjadi karena kelainan pada saat proses spermatogenesis yang terjadi di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi kerusakan spermatozoa selama perjalanan melalui epididimis, selama fase ejakulasi atau setelah ejakulasi terjadi atau kesalahan dalam preparat. Dalam penelitian ini diduga radikal bebas pada asap rokok dapat mempengaruhi abnormalitas spermatozoa. Hal ini dapat dilihat antara kontrol P1 dengan kontrol (+), dimana menurunya jumlah spermatozoa normal yang dipapar asapp rokok. Sesuai dengan pendapat Purnawati (2006) bahwa meningkatnya abnormalitas morfologi dapat disebabkan adanya radikal bebas yang terdapat pada asap rokok. Menurut Yueniwati Y, Ali M (2004) dalam Zulfa (2006) dalam asap rokok terkandung radikal bebas (radikal hidroksil). Paparan asap rokok diduga menyebabkan produksi radikal bebas meningkat pesat. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sifatnya tidak stabil sehingga untuk memperoleh pasangan 29
elektron, molekul ini cenderung bersifat sangat reaktif dan korosif bagi sel-sel yang sehat. Jumlah radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan membran spermatozoa akibat terbentuknya lipid peroksida pada membran plasma. Zulfa (2006) juga menyatakan bahwa membran plasma spermatozoa mengandung fosfolipid dan asam lemak tak jenuh dalam jumlah besar, dimana asam lemak tak jenuh itu justru sangat rentan terhadap serangan radikal bebas, terutama radikal hidroksil, sehingga ROS dapat dengan mudah menembus masuk membran plasma. Radikal hidroksil itu akan menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid. Akibat akhir dari reaksi rantai ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel spermatozoa (Suryohudoyo P, 2000 dalam Zulfa, 2006). Mekanisme utama dalam proses kerusakan membran spermatozoa oleh ROS ini adalah pada reaksi peroksidasi lipid atau LPO (Lipidperoxidation). Mekanisme terjadinya peroksida lipid adalah sebagai berikut: Inisiasi : RH R* + H* Propagasi : R* + O2 ROO* ROO* + RH ROOH + R* Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O 2 R* + ROO* ROO R* + R* RR Terjadinya peroksidasi lipid ini akibat ketidakseimbangan jumlah antioksidan dengan radikal bebas, dimana dalam sitoplasma spermatozoa hanya 30
mengandung sedikit enzim antioksidan superokside dismutase dan glutation peroksidase (Purnawati, 2006). Bentuk abnormal pada morfologi spermatozoa berkaitan dengan radikal bebas pada asap rokok yang terbukti bahwa asap rokok dapat mengganggu fungsi spermatozoa (Purbandari, 2010). Kelainan abnormal kepala dan ekor pada penelitian ini ditandai dengan keadaan dimana spermatozoa hanya mempunyai bagian kepala tanpa ekor atau ekor tanpa kepala. Abnormalitas pada keadaan ini diduga bisa terjadi secara primer maupun sekunder, kelainan terjadi secara primer akibat adanya gangguan selama proses spermatogenesis, sedangkan kelainan sekunder terjadi karena kerusakan spermatozoa selama perjalanannya di dalam epididimis atau kesalahan dalam preparasi preparat. Kepala dan ekor spermatozoa dihubungkan oleh membran sel sehingga memungkinkan terjadinya pemisahan selama pergerakan sel dan perpindahan sitoplasma. Pada spermatozoa yang mengalami abnormalitas pada bagian posterior kepala, kadang tidak terbentuk membran yang sempurna sehingga kontak dengan basal ekor kurang kuat (Prastowo, 2008), hal ini karena kerusakan membran spermatozoa oleh ROS. Selain itu menurut Zulfa (2006) peroksidasi lipid asam lemak tak jenuh pada kepala dan leher spermatozoa menyebabkan perubahan morfologi spermatozoa. Selain itu bila radikal bebas yang terbentuk bertemu dengan asam lemak tak jenuh dalam membran sel, akan terjadi reaksi peroksidasi lipid dari membran sel tersebut yang mengakibatkan peningkatan fluiditas membran, gangguan integritas membran dan inaktifasi ikatan membran dengan enzim dan reseptor. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sel termasuk spermatozoa 31
(Suhadi, 1996 dalam Sukmaningsi dkk, 2011). Apabila produksi ATP mitokondria rendah dan berkurangnya ATP intraseluler dengan cepat akan berakibat pada kerusakan aksonema, penurunan viabilitas spermatozoa, meningkatnya kerusakan morfologi midpiece serta kehilangan kemampuan kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa (Sikka, 1996 dalam Sukmaningsi dkk., 2011). Hal ini diduga meningkatkan abnormal pada ekor putus bagian midpiece akibat randahnya ATP mitokondria akibat radikal bebas. Kelainan pada abnormal kepala ganda diduga terjadi pada saat spermatogenesis. Spematogenesis dapat terjadi melalui beberapa tahap pembelahan. Tahap awalnya spermatogonia akan mengalami perubahan menjadi spermatosit primer, kemudian menjadi spermatosit sekunder dan menjadi spermatid. Sebelum spermatid menjadi spermatozoa ada fase yang dilewati spermatid yang disebut fase spermiogenesis. Fase ini terdiri dari fase golgi, tutup, akrosom dan pematangan bertujuan untuk membentuk morfologi normal spermatozoa yang terdiri dari kepala, leher dan ekor. Gangguan kelainan ini bisa disebabkan oleh akibat hormonal, radikal bebas dan bahan makanan. Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid mengakibatkan hilangnya fungsi seluler secara total (Evan, 2000; Singh, 1998 dalam Amarudin, 2012). Gangguan pada saat spermatogenesis ini terjadi akibat kekurangan energi, hal ini karena senyawa kimia dalam rokok dapat mengubah mekanisme kerja hormon dan enzim yang mengatur hitungan atau kelincahan 32
gerak (motilitas) serta morfologi sperma (Mangoenprasodjo dan Hidayati, 2005 dalam Putra, 2006). Pengaruh asap rokok dapat mempengaruhi sintesis hormon testoteron melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama melibatkan komponen logam (kadmium dan nikel) dalam asap rokok yang dapat mengganggu aktifitas enzim adenil siklase pada membran sel leydig sehingga mengakibatkan terhambatnya sintesis hormon testosteron. Mekanisme kedua melibatkan nikotin dalam asap rokok yang dapat menstimulasi medula adrenal untuk melepaskan katekolamin. Katekolamin dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu proses spermatogenesis dan sintesis hormon testosteron melalui mekanisme umpan balik antara hipotalamus-hipofisis anterior testis. Hormon testosteron berperan dalam maturasi spermatozoa di epididimis (Amarudin, 2012). Penurunan kadar testosteron menyebabkan proses spermiogenesis tidak berjalan optimum sehingga menurunkan kualitas termasuk morfologi spermatozoa. Oleh karena itu diduga abnormalitas kepala ganda terjadi pada proses spermatogenesis yaitu pada tahap spermiogenesis yang mengakibatkan terganggunya fungsi enzim dan mekanisme kerja hormon dalam pembentukan spermatozoa. Ginzburg (1972) dalam Hedianto dkk (2003) menyatakan bahwa jika spermatozoa disimpan dalam larutan hipertonis akan mengakibatkan vakuola sitoplasma membuka dan membran ekor menjadi lebih permeabel, sehingga ekor tergulung. Abnormalitas berupa ekor spermatozoa yang tergulung diduga karena pemaparan asap rokok yang mengandung logam berat menyebabkan larutan menjadi hipertonis (Hedianto, 2003). Hal ini diduga juga akan 33
menghambat sisntesis hormon testosteron karena paparan asap rokok yang mengandung komponen logam. Pengaruh keadaan ini bagi fertilitas adalah adanya hambatan pergerakan. Pembentukan ROS adalah proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadi peningkatan yang berlebihan maka akan dapat berpengaruh negatif terhadap tubuh (Quratul ainy, 2006). Untuk menetralisir kadar ROS, tubuh membutuhkan asupan antioksidan. Antioksidan pada semen dapat mengendalikan kadar ROS, sehingga kadar ROS tidak akan meningkat lebih dari fungsi normalnya. Hal ini tentunya dapat melindungi sperma dari kerusakan akibat stress oksidatif (Agarwal et al., 2005 dalam Quratul ainy, 2006). Selain itu antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menetralkan dan melawan bahan toksik (Radikal bebas), serta menghambat terjadinya oksidasi sel sehingga kerusakan sel dapat dikurangi (Simanjuntak et al., 2004 dalam Purboyo, 2009). Antioksidan dapat berupa antioksidan endogen, yaitu antioksidan yang diproduksi di dalam tubuh seperti glutation peroksidase, superoksida dismutase, dan katalase yang merupakan jenis antioksidan alami enzimatis. Selain antioksidan endogen, terdapat juga antioksidan eksogen yang membantu kerja antioksidan endogen. Antioksidan eksogen dapat berasal dari makanan, seperti vitamin E, vitamin C, beta-karoten, zinc, dan selenium (puspasari, 2007). Vitamin E (tokoferol) telah banyak didokumentasikan sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memproteksi sel dari radikal bebas. Subroto dan Saputro (2008) mengungkapkan bahwa pada ekstrak sarang semut 34
mengandung flavonoid, tanin, dan tokoferol. Kandungan dalam sarang semut ini berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Penelitian ini menunjukkan peningkatan morfologi spermatozoa normal pada perlakuan dengan ekstrak sarang semut setelah dipapar asap rokok, hal ini dapat dilihat pada rata-rata kontrol (-) terhadap P1 yang tidak berbeda nyata. Pemberian ekstrak Saranag semut dapat mengembalikan jumlah spermatozoa normal. Peningkatan rerata spermatozoa normal ini diduga karena kandungan yang terdapat dalam Sarang semut, dimana Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Fungsi kebanyakan flavonoid dalam tubuh kita adalah sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan antioksidan alam yang mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil (*OH), superoksida (O2*-), dan radikal peroksil (ROO*) (Harun & Syari 2002 dalam Soeksmanto dkk, 2009). Selain itu juga mengandung 313 ppm tokoferol yang meredam 96% radikal bebas pada konsentrasi 12 ppm. Tanin merupakan astringen, polifenol tanaman rasa pahit yang dapat mengikat dan mengendapkan protein. Tokoferol sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan ROS dan radikal bebas lain. Pada proses ini tokoferol berperan sebagai radikal bebas yang tidak reaktif sehingga akan berikatan dengan electron bebas dari radikal bebas reaktif lain (Quratul ainy, 2006). Senyawa yang secara kimia disebut tokoferol ini juga mempunyai kemampuan menetralisir radikal bebas dan melindungi membran sel dari serangan radikal bebas. Vitamin E, terutama tokoferol bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai (Chain-breaking-anti-oxidants) yang mencegah terjadinya tahap propagasi pada 35
aktivitas radikal dengan cara kelompok hidroksil bereaksi dengan kelompok radikal peroksil yang membentuk hidroperoksid dan tokoferoksil (Suryohudoyo 2000, dalam Anggraini, 2006). ROO* + AH ROOH + A Keterangan ROO* = Radikal Peroksil AH = Antioksidan ROOH = Hidroksiperoksid A = Tokoferoksil Ketersediaan antioksidan dalam tubuh harus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menanngkal serangan radikal bebas. Serangan radikal bebas pada membran plasma spermatozoa akan menimbulkan reaksi rantai peroksidasi lipid, yang pada akhirnya menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa toksik terhadap sel spermatozoa. Peroksidasi lipid pada kepala dan ekor dapat menyebabkan perubahan morfologi spermatozoa (Saleh RA, Agarwal A, 2002 dalam Puspasari, 2007). Perubahan morfologi tersebut dapat dicegah dengan adanya vitamin E. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa penambahan ekstrak sarang semut meningkatkan morfologi spermatozoa normal tikus putih. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak sarang semut sebagai antioksidan berpengaruh positif dalam memelihara struktur dan perkembangan, serta fungsi sel-sel spermatogenesis, sehingga dengan adanya zat aktif tersebut maka jumlah sel-sel 36
benih yang mengalami kegagalan perkembangan, degenerasi, kematian akibat radikal bebas dapat ditekan atau dikurangi. 37