GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN UDARA DI WILAYAH PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 26 TAHUN 2008

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN AIR DI WILAYAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 25 TAHUN 2008

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 5 Tahun 2006 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

G U B E R N U R JAMB I

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2009 Seri: E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

TENTANG TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : E

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 12 TAHUN 2009

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2012

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BUPATI SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BAB I KETENTUAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

II. TATA CARA PENGADUAN.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENYUSUNAN LAPORAN RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL)

2011, No Menetapkan Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5149); 3. Peraturan Menteri

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI.

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

Transkripsi:

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN UDARA DI WILAYAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa pencemaran udara di Provinsi Jambi telah mencapai tingkat yang memprihatinkan sehingga menyebabkan turunnya kualitas udara dan daya dukung lingkungan; b. bahwa zat, energi dan/atau komponen lain sebagai hasil sampingan maupun limbah suatu kegiatan dapat menimbulkan turunnya mutu/kualitas lingkungan hidup yang akhirnya dapat mengakibatkan pencemaran udara; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan b, serta dalam upaya memelihara dan menjaga kualitas lingkungan, khususnya udara perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengawasan Pencemaran Udara di Wilayah Provinsi Jambi. Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak; 11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan; 12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran;

3 13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah; 14. Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Tehnis Daerah Provinsi Jambi (Lembaran Daerah Provinsi Jambi Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jambi Nomor 15). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN UDARA DI WILAYAH PROVINSI JAMBI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud : 1. Daerah adalah Provinsi Jambi; 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Gubernur adalah Gubernur Jambi; 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah instansi yang membidangi pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup Provinsi Jambi; 5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi; 6. Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya; 7. Sumber Pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya; 8. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya; 9. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.; 10. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat yang berasal dari hutan dan pembakaran sampah; 11. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan; 12. Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan;

4 13. Badan usaha adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, serta bentuk badan usaha lainnya; 14. Pengawas adalah pejabat yang bertugas di instansi yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan pengelolaan lingkungan; 15. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum; 16. Pejabat pengawas lingkungan hidup daerah adalah pegawai negeri sipil yang berada pada Instansi yang bertanggung jawab daerah yang memenuhi persyaratan tertentu dan diangkat oleh Gubernur. BAB II TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Tujuan pengawasan pencemaran udara adalah untuk mengendalikan pencemaran udara dalam rangka mencapai kualitas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pasal 3 Sasaran pengawasan pencemaran udara adalah : a. terkendalinya sumber pencemar udara di wilayah Provinsi Jambi sehingga tercapai kualitas udara yang memenuhi syarat kesehatan. b. terwujudnya sikap perilaku masyarakat yang peduli lingkungan sehingga tercapai keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, antara manusia dan lingkungan hidup; c. terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang berdaya guna dan berhasil guna. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup pengawasan pencemaran udara meliputi : a. sumber emisi udara; b. fasilitas pendukung pengambilan contoh uji emisi udara; c. fasilitas pengendalian pencemaran udara; d. fasilitas pengujian emisi udara; e. frekuensi pengujian emisi udara; f. parameter emisi udara yang diuji; g. evaluasi data kualitas udara baik hasil pengujian manual dari laboratorium eksternal maupun data CEM; h. pelaporan data swapantau kepada instansi terkait; i. fasilitas proses lainnya yang menghasilkan emisi; j. kasus pencemaran udara yang terjadi 1 tahun terakhir. Pasal 5 Komponen dari ruang lingkup pengawasan pencemaran udara meliputi : a. pemeriksaan terhadap sumber-sumber emisi dan kondisi cerobong, baik dari proses maupun utilitas;

5 b. pemeriksaan tersedianya sarana pendukung sampling emisi seperti lubang sampling, tangga, lantai kerja, pagar pengaman dan sumber listrik pada cerobong; c. pemeriksaan terhadap proses dedusting secara keseluruhan : canopy, scrubber, dust collector system, bag house filter dll; d. pemeriksaan terhadap tersedianya peralatan continuous emission monitoring (CEM) atau continuous particulate monitoring (CPM); e. parameter yang dapat dimonitor dengan CEM; f. pemeriksaan kinerja alat pengendali pencemaran udara (seperti: electrostatic precipitator, bag house filter, dust collector, dll) dari control room; g. pemeriksaan terhadap data CEM untuk harian, bulanan dan 3 bulanan, berapa kali melebihi BMEU; h. pemeriksaan terhadap data kualitas udara dari eksternal laboratorium. BAB IV PENGAWASAN Bagian Pertama Umum Pasal 6 (1) Pengawasan pencemaran udara dilakukan oleh SKPD yang bertanggung jawab. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala SKPD dapat menugaskan Pejabat Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Provinsi. (3) Persyaratan pengangkatan Pejabat Pegawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Provinsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Pengawas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berwenang : a. memasuki area lokasi sumber pencemaran udara baik emisi maupun ambien; b. mengambil limbah emisi dan atau kualitas udara untuk diperiksa di laboratorium; c. meminta keterangan yang berhubungan dengan pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah emisi dan atau kualitas udara; d. melakukan pemotretan/pengambilan video sebagai kelengkapan laporan pengawasan. (5) Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berkala satu kali dalam 6 bulan atau sewaktu-waktu apabila dipandang perlu sesuai dengan kewenangannya. Pasal 7 Setiap Badan Usaha/kegiatan yang menjadi sumber pencemaran udara wajib: a. melakukan analisis kualitas udara baik emisi maupun ambien; b. mengizinkan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) untuk memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawas tersebut; Bagian Kedua Persiapan Pasal 8 (1) Pengawas sebelum pelaksanaan tugas pengawasan perlu mempersiapkan kelengkapan administrasi, referensi, dan peralatan.

6 (2) Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. surat penugasan; b. penyiapan surat pemberitahuan ke pihak terkait; c. dokumen perjalanan; d. formulir berita acara yang diperlukan dalam pelaksanaan pengawasan. (3) Referensi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. riwayat ketaatan usaha dan atau kegiatan yang menjadi obyek pengawasan; b. perizinan; c. Peraturan atau literatur yang terkait dengan obyek pengawasan; d. peta situasi versi penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dan atau peta situasi versi pengawas yang pernah melakukan pengawasan di tempat yang sama atau bersebelahan; e. dokumen-dokumen lain yang terkait dengan status ketaatan kegiatan yang bersangkutan. (4) Peralatan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. alat pencatat; b. kamera atau handycam; c. perlengkapan keselamatan kerja; d. alat sampling yang diperlukan; e. sarana transportasi; f. format laporan pengawasan; g. alat perekam suara; h. perlengkapan lain yang dianggap perlu. Bagian Ketiga Pelaksanaan Pasal 9 (1) Dalam melaksanakan tugas aparat pengawas di lokasi wajib menunjukkan surat tugas dan jika terjadi penolakan maka pengawas wajib membuat berita acara penolakan. (2) Pengawas harus melakukan pertemuan pendahuluan untuk: a. perkenalan antara pengawas dengan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan; b. menjelaskan tujuan dan lingkup pengawasan agar tidak terjadi salah pengertian; c. menjelaskan secara rinci kewenangan yuridis yang melandasi pelaksanaan pengawasan; d. menjelaskan cara pelaksanaan pengawasan berdasarkan urutannya; e. menetapkan jadwal pertemuan dengan personal-personal kunci untuk wawancara; f. menyampaikan daftar permasalahan yang akan diperiksa; (3) Pengawas sebaiknya didampingi petugas dari badan usaha dan atau kegiatan selama menjalankan pengawasan guna menjawab pertanyaan, menjelaskan kegiatan operasional dan untuk alasan-alasan keselamatan dan kesehatan; (4) Pegawas melakukan verifikasi atas informasi yang terdapat dalam izin yang terkait dan Menetapkan jadwal pertemuan penutup dengan wakil dari penanggung jawab usaha dan atau kegiatan sebagai kesempatan terakhir untuk memperoleh tambahan informasi, tanya jawab, dan menyajikan temuan-temuan beserta kekurangannya;

7 Pasal 10 (1) Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas di lokasi kegiatan dan atau usaha meliputi pemeriksaan terhadap, kebijakan, perencanaan penaatan, pelaporan, dan perubahan proses produksi. (2) Kebijakan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. pemeriksaan terhadap kebijakan dan prosedur; b. pengumpulan semua prosedur dan standar tertulis yang digunakan oleh suatu usaha dan atau kegiatan untuk melakukan penaatan lingkungan sesuai dengan perizinannya. (3) Perencanaan penaatan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. memeriksa data perencanaan usaha dan atau kegiatan mengenai penaatan lingkungan yang diperlukan serta cara-cara pencapaian sasarannya; b. Mengkaitkan perencanaan tersebut dengan seluruh peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup yang ada. (4). Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. operasi kegiatan dalam bentuk sistim katalog kualitas udara, kapasitas produksi, dan lain-lain; b. catatan menyangkut keadaan darurat dan kendala yang dihadapi. (5) Perubahan proses produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. memeriksa jika terjadi modifikasi pada proses produksi yang dapat menimbulkan perubahan pada limbah cair udara yang harus dikelola. b. memeriksa perizinan jika terjadi perubahan dan modifikasi pada halhal tersebut di atas. c. melakukan verifikasi pada setiap perubahan yang ada dan mencatat temuan ke dalam Laporan Pengawasan. Pasal 11 (1) Pegawas dalam melakukan pemeriksaan, mengumpulkan informasi/data dengan teknik wawacara dan pendokumentasian. (2) Wawancara sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. menggunakan bahasa yang sopan, lugas, dan jelas; b. arah pembicaraan dari aspek umum ke aspek spesifik; c. memberi waktu kepada petugas usaha dan atau kegiatan untuk memikirkan jawaban dan penjelasannya; d. menghindari pertanyaan yang mengarah kepada jawaban yang tidak diinginkan; e. menghindari subyek pertanyaan yang sama pada beberapa pertanyaan; f. tidak mencampuradukkan pertanyaan yang menyangkut kondisi dahulu, saat ini, dan yang akan datang; g. menggunakan ukuran standar, misalnya waktu, jarak, luas, berat, dan volume suara. (3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan cara: a. menggunakan buku catatan pengawasan lapangan, alat perekam atau video, ditulis dalam bentuk pernyataan yang kemudian ditandatangani petugas dari usaha dan atau kegiatan atau mereka menulis jawaban dan menandatanganinya; b. mencatat informasi/data seakurat mungkin;

8 Pasal 12 Pegawas dalam melakukan pemeriksaan berkewajiban : a. tidak melakukan wawancara di depan umum; b. tidak menjanjikan suatu perlindungan terhadap suatu temuan lapangan; c. Mencatat nama, jabatan, dan cara menghubungi petugas penanggung jawab pengelolaan lingkungan dari badan usaha/kegiatan jika nanti diperlukan data lebih lanjut; d. tidak menjelaskan kemungkinan penegakan hukum setelah kegiatan pengawasan dilakukan; e. tidak berkata atau bersikap mengancam dan mengindoktrinasi pihak badan usaha/kegiatan; f. menekankan kebenaran, data, dan fakta; g. memahami keterbatasan wewenang dari petugas penanggung jawab pengelolaan lingkungan dari badan usaha/kegiatan; h. penggunaan waktu dengan konsisten. Bagian Keempat Pengambilan Sampel Pasal 13 Petugas dalam melakukan pengambilan sampel pada pelaksanaan pengawasan harus memperhatikan : a. mencatat kode sampel, titik pengambilan sampel, waktu (tanggal dan jam), kondisi cuaca dan lainnya yang selanjutnya dimasukkan dalam berita acara pengambilan sampel; b. apabila penanggung jawab usaha dan atau kegiatan menolak dibuat maka berita acara penolakan; c. apabila penanggung jawab usaha dan atau kegiatan menolak menandatangani berita acara penolakan, maka pengawas dapat meminta bantuan yang berwajib agar penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menandatangani berita acara penolakan tersebut; d. hal-hal lain yang berkaitan dengan pedoman pengambilan sampel (teknis, mekanisme, peralatan dan lain-lain). Bagian Kelima Pengambilan Foto/Video Pasal 14 Pegawas dalam melakukan pengambilan foto/video memperhatikan: a. memberitahukan kepada pihak penanggung jawab usaha dan atau kegiatan; b. jika penanggung jawab usaha dan atau kegiatan menolak pengambilan foto, dibuat berita acara penolakan; c. apabila penanggung jawab usaha dan atau kegiatan menolak menandatangani berita acara penolakan maka pengawas dapat meminta bantuan pihak berwajib untuk meminta penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menandatangani berita acara penolakan; d. objek yang dipotret/diambil videonya harus menggambarkan kondisi yang senyatanya; e. menghindari pemotretan/pengambilan video di lokasi-lokasi yang berbahaya ( eksplosif atau bertegangan tinggi); f. menyimpan foto/video dengan menggunakan sistem katalog yang berisikan informasi sebagai berikut: 1). nama dan tanda tangan pemotret/pengambil video dan saksinya; 2). tanggal dan jam pemotretan/pengambilan video;

3). kondisi cuaca; 4). lokasi; 5). uraian singkat mengenai obyek yang dipotret; 6). jenis kamera/video yang digunakan. 9 Bagian Keenam Dokumentasi Pasal 15 Pengawas wajib mendokumentasikan seluruh data dan informasi yang diperoleh dari pelaksanaan pengawasan secara rinci, sistematis, dan jelas dalam bentuk: a. buku catatan lapangan; b. barang cetakan; c. salinan catatan; d. menjamin kerahasiaan data. Pasal 16 Buku catatan lapangan sebagaimana dimaksud Pasal 15 huruf a mencatat: a. seluruh kegiatan di lapangan secara urut, rinci dan akurat; b. fakta-fakta dan pengamatan yang sesuai; c. secara obyektif, faktual, dan bebas dari pendapat pribadi dan terminologi yang tidak tepat; d. pengamatan terhadap kondisi kegiatan di lapangan yang dapat digunakan dalam penyusunan laporan dan dapat memvalidasi bukti-bukti yang harus dicatat; e. daftar pemeriksaan dokumen dan foto yang harus dikumpulkan; f. kondisi dan permasalahan yang spesifik; g. informasi umum seperti nama dan jabatan dari petugas usaha dan atau kegiatan, kegiatan yang dilakukan serta kondisi cuaca (cerah, berawan hujan). Pasal 17 Barang cetakan sebagaimana dimaksud Pasal 15 huruf b berupa brosur, hard copy dari dokumen di komputer, literatur, label, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kondisi dan operasi dari usaha dan atau kegiatan. Pasal 18 Salinan catatan sebagaimana dimaksud Pasal 15 huruf c berupa data tertulis, cetakan, dan data dalam komputer dan mikro film. Pasal 19 Menjamin kerahasiaan data sebagaimana dimaksud Pasal 15 huruf d yaitu: a. temuan pengawasan di lapangan yang mengarah kepada penegakan hukum, maka semua data bersifat rahasia dan tidak dapat didiskusikan dengan usaha dan atau kegiatan; b. jika penanggung jawab usaha dan atau kegiatan meminta kepada pengawas agar data ini dirahasiakan, dengan disertai dengan alasan yang jelas, seperti informasi yang berkaitan dengan rahasia proses produksi usaha dan atau kegiatannya maka data tersebut tidak boleh disebarkan untuk umum; c. data rahasia harus disimpan dengan terpisah dan hanya petugas berwenang yang dapat mengakses atau melihatnya;

10 d. pengawas harus menjaga agar seluruh data dari lapangan tidak diperlihatkan kepada pihak lain yang tidak berkepentingan dan disimpan dengan baik serta tidak dapat dipublikasikan. Bagian Ketujuh Evaluasi Pasal 20 (1) Untuk mencapai pengawasan yang efektif, pengawas harus menyampaikan temuan lapangan kepada wakil dari usaha dan atau kegiatan dan bandingkan temuan tersebut dengan persyaratan izin dan ketentuan lain yang dimiliki (2) Hal-hal yang harus dicegah dalam pembicaraan ini adalah: a. tidak mendiskusikan status penaatan lingkungan terhadap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan, dampak yuridis atau dampak penegakan hukum terhadap usaha dan atau kegiatan; b. tidak merekomendasikan pihak ketiga untuk menyelesaikan permasalahan di lapangan, walaupun diminta. (3) Pengawas dalam melakukan pemeriksaan di lapangan memperhatikan pedoman umum pelaksanaan pengawasan. Bagian Kedelapan Pelaporan Pasal 21 (1) Pengawas setelah melaksanakan kunjungan lapangan menyusun laporan yang digunakan sebagai bahan penilaian terhadap penaatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan emisi atau kualitas udara. (2) Laporan disusun secara ringkas memuat data dan informasi sebagai berikut: a. informasi umum badan usaha/kegiatan; b. proses produksi; c. perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan emisi atau kualitas udara; d. kinerja penaatan pengelolaan emisi atau kualitas udara; e. upaya tindaklanjut yang harus dilakukan oleh badan usaha/ kegiatan. Bagian Kesembilan Tindak Lanjut Pasal 22 (1) Bila melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka terhadap badan usaha/kegiatan tersebut diberikan surat pemberitahuan untuk membuat komitmen dan melakukan perbaikan pengelolaan emisi atau kualitas udara. (2) Apabila badan usaha/kegiatan seperti tersebut pada ayat (1) tidak menunjukkan perbaikan pengelolaan emisi atau kualitas udara maka diberikan peringatan pertama, peringatan kedua, sampai peringatan ketiga. (3) Apabila peringatan ketiga, badan usaha/kegiatan tidak menunjukkan upaya perbaikan kinerja pengelolaan emisi atau kualitas udara yang signifikan diteruskan pada proses penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11 BAB V KOORDINASI Pasal 23 (1) Pelaksanaan pengawasan pencemaran udara dilakukan oleh SKPD yang membidangi pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan hidup provinsi sesuai dengan kewenangan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan berkoordiasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. (3) Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pertemuan koordinasi antara SKPD dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 24 Segala biaya yang berkenaan dengan pelaksanaan pengawasan pencemaran udara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah. Ditetapkan di Jambi pada tanggal 23 Desember 2008 GUBERNUR JAMBI H. ZULKIFLI NURDIN Diundangkan di Jambi pada tanggal 23 Desember 2008 Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAMBI ASISTEN PEMERINTAHAN H. SYAFRUDDIN EFFENDI BERITA DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2008 NOMOR 27