Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II IDENTIFIKASI DATA

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Kajian Gratifikasi Seks Dalam Perspektif Hukum Pidana Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal ini sesuai dengan konstitusi negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Tindak Pidana Korupsi

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Good Governance is Commitment and Integrity

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Penghargaan. Piagam. Korupsi. Tata Cara.

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LARANGAN MENERIMA/MEMBERI ATAU GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

PPK UU

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

NO PERTANYAAN JAWABAN 1 Kalau Anda mendapati sebuah tindakan korupsi di wilayah tempat tinggal Anda, apa yang Anda Lakukan?

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Namun, yang membedakan kasus korupsi di setiap negara adalah intensitas,

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

MAKALAH MENGKONSTRUKSI TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh: Dr. M. BUSYRO MUQODDAS, S.H., M.Hum Pimpinan KPK RI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

1 Merugikan keuangan negara; 2 Suap menyuap (istilah lain: sogokan atau pelicin); 3 Penggelapan dalam jabatan; 4 Pemerasan; 5 Perbuatan curang;

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

KEPUTUSAN KEPALA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 050/119 /SK/SET-1/DLH

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya Oleh : Dewi Asri Yustia Abstrak Apakah kita masih bangga dengan Negara kita? apabila kita melihat catatan dari Ignatius Haryanto dalam artikelnya di harian kompas : mengajak kita mencatat prestasi bangsa Indonesia: sebagai salah satu Negara terkorup selama bertahun-tahun; Negara yang koruptornya paling rentan dengan kesehatan, karena selalu sakit tiap kali hendak diperiksa atau hendak diadili. Padahal kalau kita melihat kebelakang, peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sudah berlaku dari mulai tahun 1957 dengan Peraturan Penguasa Militer nya sampai undang-undang yang terbaru yang mengatur bentuk tindak pidananya sampai dengan peraturan yang mengatur system peradilannya. Ternyata tidak hanya peraturan perundang-undangan yang kita butuhkan untuk memberantas korupsi, tetapi yang tidak kalah penting juga salah satunya adalah peran serta masyarakat di dalamnya terhadap upaya penanggulangan tindak pidana korupsi. Kata kunci : Korupsi, Peran serta Masyarakat, Upaya Penanggulangan Pendahuluan Pada Tahun 2005, menurut data Political Economic dan Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia. Jika kita perhatikan setiap hari baik yang kita dengar atau lihat dari media cetak, maupun media elektronik, kasus korupsi sudah menjadi berita sehari-hari, dan mungkin saja termasuk pada rating yang tertinggi dibandingkan informasiinformasi lainnya, dari mulai korupsi di tingkat daerah sampai korupsi di tingkat pusat, termasuk yang sekarang sedang ramai dibahas yaitu adanya dugaan korupsi (penyalah gunaan wewenang) yang dilakukan oleh Ketua KPK (ingat istilah : Buaya vs Kadal). Selama ini kosa kata korupsi sudah popular di Indonesia,masyarakat kita sudah terbiasa dengan istilah tersebut, apalagi korupsi sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pencurian dan penggelapan, hanya saja unsure-unsur pembentuknya lebih lengkap,tetapi pemahaman tentang korupsi masih sangat kurang di kalangan masyarakat kita, seperti jenis perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi (tindak pidana korupsi) yang diatur di dalam undang-undang. Padalah pemahaman tentang korupsi sangat perlu bagi masyarakat, hal ini dikarenakan undang-undang mengatur pula peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, selain juga adanya peran serta masyarakat terhadap munculnya tindak pidana korupsi, yaitu sebagai salah satu upaya represif dan upaya preventif terhadap munculnya tindak pidana

korupsi, sehingga karena hal itulah masyarakat perlu mengetahui jenis perbuatan apa yang dapat dikategorikan perbuatan korupsi Apabila kita kaji, bahwa persoalan korupsi telah menjadi salah satu persoalan Negara yang sangat krusial untuk segera diselesaikan, hal ini dilakukan mengingat korupsi telah menjadi kejahatan yang sangat laten di seluruh kalangan pemerintahan, termasuk di kalangan swasta, sehingga banyak pakar hokum kita menyebutnya sebagai suatu kejahatan Ekstra Ordinary Crime, dari dulu persoalan ini terus menjadi ganjalan bagi pembangunan Negara kita, walaupun Negara kita sudah mencoba memperbaiki dan menyempurnakan berbagai peraturan yang berkaitan dengan korupsi, termasuk pembenahan dalam system pemerintahan dan juga pembenahan terhadap aparat penegak hokum, tetapi tanpa peran serta masyarakat di dalamnya,salah satunya pemahaman terhadap bentuk tindak pidana korupsi, maka usaha pemberantasan korupsi tidak dapat dilaksanakan dengan tuntas. Pembahasan Pemberantasan tindak pidana korupsi sangat dipengaruhi oleh bagaimana penegakan hokum pidana kita dilaksanakan, yaitu dari mulai bagaimana kualitas substansi hukumnya ( undangundangnya), sarananya, aparatnya, dan budaya hokum masyarakatnya. Apabila kita mengkaji dari substansi hukumnya(undang-undang), maka telah terjadi penyempurnaan aturan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu seperti yang kita pahami di dalam UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001, maka tindak pidana korupsi dapat dikelompokan dalam beberapa kelompok, yaitu : 1. Kerugian Keuangan Negara; 2. Suap menyuap; 3. Penggelapan dalam jabatan; 4. Pemerasan; 5. Perbuatan curang; 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan; 7. Gratifikasi. Tetapi dalam undang-undang tersebut juga telah diatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, adalah : 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi; 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar; 3. Bank yang tidak memberi keterangan rekening tersangka; 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau member keterangan palsu; 6. Saksi yang membuka identitas pelapor. Dari 7 (tujuh) kelompok tindak pidana diatas, maka terdapat pula berbagai jenis pelaku tindak pidana korupsi, yaitu : 1. Perseorangan/korporasi; 2. Pemborong/ahli bangunan;penjual bahan bangunan; 3. Pegawai negeri; 4. Pegawai negeri/penyelenggara Negara; 5. Hakim; 6. Advokat; Apabila kita lihat dalam praktek, maka pasal yang banyak dijeratkan pada pelaku tindak pidana korupsi adalah Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah oleh UU No 20 Tahun 2001, yang isinya korupsi merupakan perbuatan melawan hokum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan/korporasi) yang dapat merugikan keuangan/perekonomian Negara. Sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perbuatan dapat dikategorikan korupsi adalah : 1. Secara melawan hokum; 2. Memperkaya diri sendiri/orang lain, dan; 3. dapat merugikan keuangan/perekonomian Negara. Secara melawan hokum artinya meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (melawan hokum formil), namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat (sifat melawan hokum materiil), maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Kata dapat menunjukan bahwa tindak pidana korupsi telah dianggap ada apabila unsure-unsur perbuatan yang telah dirumuskan terpenuhi, bukan dengan timbulnya akibat. Selain Pasal 2 UU tersebut, diatur pula perbuatan yang berkaitan dengan gratifikasi yang ditujukan bagi pegawai negeri/pejabat/penyelenggara Negara, yaitu yang diatur dalam Penjelasan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Pengertian Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan sebagainya. Gratifikasi dapat dilakukan di dalam negeri atau di luar negeri, baik dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Dan gratifikasi kepada pegawai negeri, penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatannya dianggap sebagai suap, kecuali apabila penerima menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima gratifikasi. Dengan ditetapkannya gratifikasi sebagai

salah satu bentuk korupsi dalam UU No31 Tahun 1999 jo UU No..20 Tahun2001,maka kebiasaan-kebiasaan pemberian yang dahulu sering dilakukan kepada pegawai negeri/pejabat Negara lambat laun mulai berkurang. (seperti data tahunan 2007 yang disampaikan oleh KPK tentang jumlah gratifikasi yang dilaporkan oleh pegawai negeri/pejabat Negara selama tahun 2007sebanyak 323 laporan, dengan nominal sebesar Rp. 8.650.714.545,00, USD95,446.00, SGD4.350.00, AUD600.00, EUR100.00, RM350.00, dan dalam bentuk barang senilai Rp. 52.125.000,00. dan dari hasil tersebut, maka yang disetorkan ke kas Negara selama tahun 2007 sebesar Rp. 2.887.784.664,00. Yang berasal dari pelaporan tahun 2006 dan tahun 2007.). Selain substansi hokum yang baik dan sempurna, maka penegakan hokum yang baik juga harus diikuti oleh budaya hokum masyarakat yang baik pula, yaitu budaya bebas/anti korupsi, dan budaya hokum masyarakat ini diimplementasikan dalam bentuk peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. UU No. 31 Tahun 1999 menjamin peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan hal ini diwujudkan dalam bentuk : 1. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; 2. Hak memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hokum; 3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hokum; 4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hokum; 5. Hak memperoleh perlindungan hokum. Peran serta masyarakat ini lebih jauh diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Dan mengingat peran serta masyarakat ini sangat penting untuk mewujudkan semangat anti korupsi, maka Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi lembaga yang berkompeten untuk membuat strateginya, yaitu diharapkan dapat terbangun komunikasi intensif dalam rangka penyampaian berbagai informasi kepada masyarakat tentang upaya-upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan serta membangun kerjasama dengan mekanisme yang memungkinkan masyarakat berperan serta secara aktif dalam pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi harus mendapatkan perlindungan hokum yang memadai, mengingat kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pengaruh yang sangat besar, baik dilingkungan kerjanya atau di lingkungan masyarakatnya (White collar Crimes). Jenis perlindungan hokum yang diatur oleh peraturan perundang-undang yaitu dalam bentuk :

1. Larangan menyebut nama dan alamat pelapor dan atau hal-hal lain yang memberi kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor (bagi pelanggar dikenakan pidana penjara max. 3 tahun; denda max. Rp. 150 juta). Pasal 24 dan 31 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001; 2. Perlindungan hokum yang bertujuan memberikan rasa aman bagi pelapor pada saat mencari, memperoleh dan memberikan informasi terjadinya korupsi, atau pada saat diminta hadir menjadi saksi. Pasal 41 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001; 3. Perlindungan KPK terhadap saksi atau pelapor, yang dimaksud dengan memberikan perlindungan, dapat berupa pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi; Pasal 15 huruf a UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001; 4. Perlindungan hokum baik mengenai status hokum maupun rasa aman. Yang dimaksud dengan status hokum adalah status seseorang sebagai pelapor dijamin tetap, tidak diubah menjadi tersangka. (kecuali ditemukan bukti yang cukup bahwa pelapor terlibat korupsi tersebut atau dikenai tuntutan dalam perkara lain). Pasal 5 PP No. 71 Tahun 2000; 5. Penegak hokum dan KPK wajib merahasiakan identitas pelapor dan isi informasi, saran dan pendapat yang disampaikan. Atas permintaan pelapor, penegak hokum dan KPK dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya. Pasal 6 PP No. 71 Tahun 2000. Bagi masyarakat yang berhasil/berjasa mengungkap kasus korupsi tersebut, maka berdasarkan PP No.71 Tahun 2000 berhak mendapatkan penghargaan yang berupa piagam dan atau premi, piagam akan diserahkan oleh penegak hokum atau KPK kepada pelapor pada saat perkara dilimpahkan ke Pengadilan negeri, sedangkan premi akan diserahkan oleh Jaksa Agung kepada pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa memperoleh kekuatan hokum tetap. Penutup Keberhasilan Negara kita melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi ternyata tidak hanya bertumpu pada sempurnanya suatu peraturan perundang-undangan, tetapi juga terdapat faktor lain yang tidak kalah penting yaitu peran serta masyarakat. Peran serta ini tidak hanya peran serta terhadap penanggulangan, tetapi juga peran serta masyarakat dalam memahami bentuk-bentuk korupsi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu tugas pemerintah untuk dapat mensosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Daftar Pustaka Adrianus Meliala, Menyingkap Kejahatan Kerah Putih, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002.

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi: Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, KPK, Jakarta, 2007 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi (Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi), Jakarta, 2006, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta., Pemberdayaan Penegakan Hukum (Empowering Law Enforcement), Laporan Tahunan 2007, Jakarta, 2007.