BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERKAWINAN CAMPURAN BEDA KEWARGANEGARAAN. 1. Pengertian Perkawinan Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB II TINJAUAN UMUM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting bagi kehidupan manusia karena perkawinan tidak hanya menyangkut urusan pribadi kedua mempelai tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang sakral atau suci sehingga setiap agama selalu menghubungkan kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama. Sebagai negara yang berdasarkan pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan, dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua. 1 Dengan ikatan lahir batin, dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja, tetapi harus kedua duanya. Suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri, dengan kata lain disebut dengan hubungan formil. 1 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Ctk. Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hlm. 9. 1

Hubungan formil ini nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak formil atau suatu ikatan yang tidak dapat dilihat. Walaupun tidak nyata, tapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh. 2 Adapun pentingnya perkawinan bagi kehidupan manusia, khususnya bagi orang Islam adalah sebagai berikut : a. Dengan melakukan perkawinan yang sah dapat terlaksana pergaulan hidup manusia baik secara individual maupun kelompok antara pria dan wanita sevara terhormat dan halal, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat di antara makhluk makhluk Tuhan yang lain. b. Dengan melaksanakan perkawinan dapat terbentuk satu rumah tangga di mana kehidupan dalam rumah tangga dapat terlaksana secara damai dan tenteram serta kekal dengan disertai rasa kasih saying antara suami dan istri. c. Dengan melaksanakan perkawinan yang sah, dapat diharapkan memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat sehingga kelangsungan hidup dalam keluarga dan keturunannya dapat berlangsung terus secara jelas dan bersih. d. Dengan terjadinya perkawinan maka timbullah sebuah keluarga yang merupakan inti daripada hidup bermasyarakat, sehingga dapat 2 Ibid., Hlm. 14-15. 2

diharapkan timbulnya suatu kehidupan masyarakat yang teratur dan berada dalam suasana damai. e. Melaksanakan perkawinan dengan mengikuti ketentuan ketentuan yang telah diatur dalam Al Qur an dan Sunnah Rasul, adalah merupakan salah satu ibadah bagi orang Islam. 3 Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa disertai oleh persiapan yang matang untuk melanjutkan proses penelusuran kehidupan, akan mengalami banyak kelemahan apalagi kalau cinta yang menjadi dasar suatu perkawinan hanyalah cinta yang bertolak dari pemikiran sederhana dan terjajah oleh dominasi emosional. 4 Keabsahan suatu perkawinan merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, karena berkaitan erat dengan akibat akibat perkawinan, baik yang menyangkut dengan anak (keturunan) maupun yang berkaitan dengan harta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah merumuskan kriteria keabsahan suatu perkawinan, yang diatur di dalam Pasal 2, sebagai berikut : 1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2. Tiap tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. 3 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan ( Undang Undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan), Ctk. Keenam, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2007, Hlm. 4. 4 Soemiyati, op.cit., Hlm. 2. 3

Pasal 2 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut menetapkan dua garis hukum yang harus dipatuhi dalam melakukan suatu perkawinan. 5 Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi menyebabkan batas negara bukan lagi halangan untuk berinteraksi. Hal tersebut berdampak semakin meningkatnya perkawinan antar bangsa yang terjadi hampir di seluruh dunia bahkan di Indonesia. Dengan banyaknya terjadi perkawinan campuran di Indonesia, sudah seharusnya perlindungan hukum bagi perkawinan campuran ini bisa diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di Indonesia. Pengertian Perkawinan campuran didefinisikan dalam Pasal 57 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Di Indonesia perkawinan campuran yang terjadi dapat dalam dua bentuk yaitu: 1. Seorang pria warganegara Indonesia kawin dengan seorang wanita warganegara asing. 2. Seorang wanita warganegara Indonesia kawin dengan seorang pria warganegara asing. 6 5 M.Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah Masalah Kursial, Ctk. Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 12. 4

Persyaratan atau validitas perkawinan campuran beda kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua, yakni persyaratan materiil (essential validity) dan persyaratan formal (formal validity). Persyaratan materiil ini antara lain berkaitan dengan persyaratan umur untuk menikah. Kemudian persyaratan formal antara lain berkaitan dengan pendaftaran, kesaksian, tempat, dan waktu perkawinan. 7 Berkaitan dengan syarat syarat formal umumnya dalam berbagai system hukum didasarkan pada asas locus regit actum, yaitu berdasarkan tempat dilangsungkannya suatu perkawinan (lex loci celebrationis). Penentuan masalah syarat materiil perkawinan dalam Hukum Perdata Internasional atau HPI lebih kompleks. Di dalam Hukum Inggris persyaratan ini dikaitkan dengan domisili, namun demikian ada kontroversi apakah kecakapan untuk menikah itu didasarkab pada hukum negara dimana yang bersangkutan berdomisili sebelum menikah ataukah pada hukum tempat domisili yang dipilih kedua mempelai setelah merek menikah. Asas yang pertama disebut juga dengan the dual domicile theory. Asas yang kedua disebut juga dengan the matrimonial home theory. 8 Di Indonesia dianut asas yang menyatakan bahwa validitas esensial perkawinan harus ditentukan berdasarkan system hukum tempt dilangsungkannya suatu perkawinan tanpa mengabaikan persyaratan perkawinan yang di dalam system hukum para piha sebelum perkawinan dilangsungkan. 9 6 K.Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ctk. Keempat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, Hlm. 45-46 7 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Ctk.Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 183. 8 Ibid., Hlm 184 9 Ibid. 5

Pasal 60 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 menentukan lagi bahwa perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat syarat perkwinan yang ditentukan hukum yang berlaku di masing masing pihak terpenuhi. 10 Beberapa pasangan memilih untuk melakukan perkawinan campuran di bawah tangan karena terlalu banyaknya biaya untuk melakukan perkawinan campuran beda kewarganegaran. Biasanya perkawinan di bawah tangan atau biasa disebut dengan perkawinan siri. Pengertian dari perkawinan siri, yaitu perkawinan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan seorang lakilaki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Biasanya perkawinan siri dilakukan hanya dihadapan seorang ustadz atau tokoh masyarakat saja sebagai penghulu. Perkawinan tersebut dianggap sah secara agama, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11 Pendapat lain menyebutkan bahwa perkawinan siri atau perkawinan dibawah tangan adalah perkawinan yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundangan. Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan dibawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang- 10 Ibid., Hlm. 185 11 Fitria Olivia, Akibat Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan Siri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, dalam Makalah Lex Jurnalica, Volume 11 Nomor 2, 2 Agustus 2014, Hlm. 132. 6

Undang No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan yang mengharuskan pencatatan perkawinan terpisah dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) yang mengatur tentang sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya. 12 Sebagai contoh, seorang warga negara Indonesia yang bernama Santi menikah siri atau secara agama dengan Steve, warga negara Inggris yang sudah lama tinggal di Lombok. Perkawinan siri mereka dikaruniai seorang anak bernama Samia. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Steve dipecat setelah dua tahun bekerja di sebuah perusahaan karena adanya kesalah pahaman, sedangkan Santi tidak dapat bekerja karena harus mengurus anak. Akhirnya Steve memutuskan untuk kembali ke Inggris setelah terlibat masalah over stay izin tinggal dan harus membayar denda sebesar 10 juta rupiah kepada pihak Imigrasi. Dalam kasus tersebut, Santi ingin anak tersebut mendapat pengakuan dari ayahnya dan ingin anak tersebut berstatuskan kewarganegaraan Inggris juga. 13 Mengingat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 pada tanggal 17 Februari 2012, Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Tujuan dari 12 Ibid. 13 Email dari Santi pada tanggal 2 Mei 2015 jam 12:09 WIB 7

Mahkamah Konstitusi adalah untuk menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum. Menurut pertimbangan Mahkamah Kostitusi, hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih disengketakan. 14 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa hal yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan? 2. Bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap Hukum Perdata Internasional Indonesia tentang anak hasil perkawinan campuran beda kewarganegaraan yang tidak dicatatkan? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 14 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f7ae93da9a23/hubungan-perdata-anak-luar-kawindengan-ayahnya-pasca-putusan-mk, diakses pada 4 Mei 2015. 8

1. Untuk mengetahui perbandingan status anak hasil perkawinan campuran beda kewarganegaraan yang tidak dicatatkan berdasarkan sebelum dan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. 2. Untuk mengetahui hukum negara mana yang berlaku atas status personal dari anak yang berkewarganegaraan ganda. D. TINJAUAN PUSTAKA Perkawinan menurut Sayuti Thalib adalah suatu perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang pria dengan seorang wanita, membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengkasihi, tentram dan bahagia. Sedangkan Prof. Subekti menyebutkan bahwa perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 15 Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa tujuan perkawinan secara umum adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. 16 Abdul Kadir berpendapat bahwa tujuan dari perkawinan ialah setiap perkawinan harus mempunyai tujuan membentuk keluarga/rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang 15 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Ctk. Ketiga, Internasa, Jakarta, 2003, Hlm. 23 16 Sudarsono, op.cit., Hlm. 7. 9

tidak mempunyai tujuan ini, bukan perkawinan dalam arti Undang - Undang ini. 17 Di dalam suatu perkawinan perlu adanya suatu ketentuan yang menjadi dasar atau prinsip dari pelaksanaan suatu perkawinan. Berikut ini akan diuraikan tentang asas - asas mengenai perkawinan yang diatur dalam penjelasan umum dari Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu : a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing - masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencpai kesejahteraan spiritual dan material. b. Dalam Undang - Undang ini, dinyatakan bahwa suatu perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing - masing agamnya dan kepercayaannya itu dan di samping itu tiap - tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku. c. Undang - Undang ini menganut azaz monogami. Hanya apabila dikehendaki yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. 17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Ctk. Ketiga, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, Hlm. 71. 10

d. Undang - undang ini (UU No.1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975) menganut prinsip bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berfikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang - undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri. 18 Sedangkan perkawinan campuran beda kewarganegaraan menurut Sudargo Gautama adalah perkawinan internasional, atau dapat juga dikatakan perkawinan antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang berada di bawah hukum yang berlainan. 19 Perkawinan campuran beda kewarganegaraan merupakan sebuah ikatan perkawinan yang berlangsung antara seorang pria dan wanita yang masing masing tunduk kepada sistem hukum nasional yang berbeda (baik karena berbeda domisili maupun kewarganegaraannya) akan memunculkan 18 Sudarsono, op.cit., Hlm. 7-9 19 Sudargo Gautama, Segi Segi Hukum Peraturan Perkawinan Campuran, Ctk. Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, Hlm. 155. 11

persoalan persoalan hukum perdata internasional dalam bidang hukum keluarga. Di Indonesia ketentuan yang mengatur perkawinan yang mengandung elemen asing ini terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan tersebut disebut dengan perkawinan campuran. 20 Pengertian Perkawinan campuran didefinisikan dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi perkawinan campuran menurut undang undang perkawinan itu kongritnya adalah sebagai berikut : a. Seorang pria warganegara Indonesia kawin dengan seorang wanita warganegara asing. b. Seorang wanita warganegara Indonesia kawin dengan seorang pria warganegara asing. 21 Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadangkadang hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu itu pada hukum internasional. Kewarganegaraan dapat sebagai simbol keanggotaan 20 Ridwan Khairandy, op.cit., Hlm. 183 21 Ibid. 12

kolektivitas individu-individu di mana tindakan, keputusan dan kebijakan mereka diakui melalui konsep hukum negara yang mewakili individu- individu itu. 22 Kewarganegaraan menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan : Segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Pembatasan mengenai siapa yang merupakan warganegara suatu negara ditetapkan sendiri oleh negara yang bersangkutan. Hal ini merupakan hak mutlak suatu negara yang berdaulat. Kebebasan suatu negara untuk menentukan siapa yang menjadi warga negara dibatasi oleh prinsip prinsip umum (general principles) hukum internasional mengenai kewarganegaraan. Pembatasan terhadap kebebasan dalam menentukan warga negara, yaitu : a. Orang orang yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukkan sebagai warganegara dari negara yang bersangkutan. b. Suatu negara tidak boleh menentukan siapa siapa yang merupakan warganegara suatu negara lainnya. 23 Dalam perkawinan campuran, faktor perbedaan kewarganegaraan di antara para pihaklah yang kemudian membedakan suatu perkawinan campuran dengan perkawinan yang bersifat intern. Perbedaan kewarganegaraan tersebut tidak saja terjadi saat awal dimulainya suatu perkawinan campuran, tetapi dapat berlanjut 22 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Ctk. Kesembilan, Aksara Persada, Jakarta, 1989, Hlm. 125. 23 Ridwan Khairandy, op.cit., Hlm. 61. 13

setelah terbentuknya suatu keluarga perkawinan campuran dan perbedaan kewarganegaraan tidak saja terjadi antara pasangan suami istri dalam suatu perkawinan campuran, tetapi juga terjadi pada anak-anak hasil perkawinan campuran. Definisi anak dalam Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 Kitab Undang Undang Hukum Perdata memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup. 24 E. METODE PENELITIAN 1. Fokus Penelitian Penelitian ini berfokus untuk mengetahui perbandingan status anak hasil perkawinan campuran beda kewarganegaraan yang tidak dicatatkan berdasarkan sebelum dan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Serta untuk mengetahui hukum negara manakah yang dipakai anak berkewarganegaraan ganda untuk menentukan status personalnya. 2. Bahan Hukum 24 Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata : Suatu Pengantar, Ctk. Pertama, Gitama Jaya, Jakarta, 2005, Hlm. 21. 14

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan bahan hukum yang mengikat. 1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan. 3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. 4) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 5) Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 6) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 pada tanggal 17 Februari 2012. 7) Regeling op de Gemengle Huwelijken S. 1898 Nomor 158 (G.H.R). b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku ilmu hukum, jurnal, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia. 3. Metode Pengumpulan Data Agar di dapat hasil yang memuaskan, maka perlu didukung dengan tersedianya data yang cukup dan akurat. Alat yang digunakan dalam 15

penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi Kepustakaan adalah bentuk penelitian dengan cara mengumpulkan atau menelusuri dokumen - dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan - keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian. 4. Metode Pendekatan Dalam penulisan tugas akhir ini akan digunakan pendekatan Yuridis Normatif, atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. 5. Pengolahan dan Analisis Data Adapun pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, artinya dapat mengungkapkan adanya undang - undang dengan teori - teori hukum yang menjadi kajian yang akan diteliti nantinya. Adapun analisis data yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. 16