BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011):

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

BAB II KERANGKA TEORI

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

BAB 1 PERPAJAKAN INDONESIA

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber dana luar negeri, misalnya pinjaman luar negeri dan hibah ( grant),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB II BAHAN RUJUKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munawir Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Gambaran Umum Tentang Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak mempunyai konstribusi yang cukup tinggi dalam penerimaan Negara non-migas. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor fiskal mencapai lebih dari 70% dari total penerimaan dalam APBN. Berbagai kebijakan dalam bentuk intensifikasi dan ekstensifikasi telah dibuat oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor fiskal. Kebijakan tersebut berdampak pada masyarakat, dunia usaha, dan pihak-pihak lain sebagai pembayar/pemotong/pemungut pajak (Siti Resmi. Perpajakan. 2011). Dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang. Dengan tidak mendapat imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mardiasmo ( 2011: 1) juga mengutip definisi tentang pajak menurut Rochmat Soemitro yaitu : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal 6

7 balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi di atas terlihat ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yaitu : a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada Negara. b. Pajak dipungut secara paksa (compulsory), bukan secara sukarela (voluntary) dan berdasarkanundang-undang. c. Pajak dapat dipaksakan. d. Tidak mendapatkan kontraprestasi, jadi rakyat yang membayar pajak tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat yang diterima masyarakat adalah berupa pelayanan yang diberikan pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan Pemerintah. 2. Fungsi Pajak Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan di Indonesia, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan. Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend), menurut Mardiasmo (2011: 1-2), yaitu : a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

8 Pajak mempunyai fungi budgetair artinya pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. b. Fungsi Regulerend (Mengatur) Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 3. Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis dilihat dari berbagai segi, yaitu misalnya dilihat dari segi golongannya, dari segi sifatnya, dan pembagian pajak menurut lembaga pemungutnya. a. Menurut Golongannya Pengelompokan pajak menurut golongannya seperti yang ditulis oleh Siti Resmi (2011 : 7) adalah sebagai berikut : 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan. 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan

9 terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. b. Berdasarkan Sifatnya Pengelompokan pajak menurut sifatnya seperti yang ditulis oleh Mardiasmo (2011 : 5) adalah sebagai berikut: 1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Berdasarkan Lembaga Pemungut Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya, dinyatakan oleh Mardiasmo (2011 : 6) adalah sebagai berikut : 1) Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. 2) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

10 Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian (Mardiasmo, 2011 : 13), yaitu : a) Pajak Propinsi, terdiri dari : (1) Pajak Kendaraan Bermotor (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (4) Pajak Air Permukaan (5) Pajak Rokok b) Pajak Kabupaten / Kota, terdiri dari : (1) Pajak Hotel dan Pajak Restoran (2) Pajak Hiburan (3) Pajak Reklame (4) Pajak Penerangan Jalan (5) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (6) Pajak Parkir (7) Pajak Air Tanah (8) Pajak Sarang Burung Walet (9) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (10) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 4. Asas dan Sistem Pemungutan Pajak Dalam Waluyo (2010 : 13) terdapat empat asas-asas pemungutan pajak yang dikemukan oleh Adam Smith yaitu: Equality, Certainty, Convenience, dan Economy.

11 a. Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. b. Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayaran. c. Convenience Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn. d. Economy Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak. Sedangkan menurut Mardiasmo (2011: 7) terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu :

12 a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Dalam Siti Resmi (2011: 11) dikemukakan beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu antara lain: a. Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakn yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan). b. Self Assessment System

13 Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, insiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri jumlah pajak terutangnya, dan mempertanggungjawabkan pajak terutang. c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia saat ini adalah Self Assessment System. Yang memberikan kepercayaan sebesar-besarnya bagi

14 masyarakat untuk menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan. Selain itu, juga berlaku witholding system yang meliputi pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain. B. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (Mardiasmo, 2011 : 25). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai saran administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yang berfungsi untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo, 2010 : 24). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Suandy, 2008 : 108). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai identitas diri wajib pajak atau tanda pengenal diri yang digunakan untuk sarana administrasi perpajakan.

15 a. Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Fungsi dari NPWP yaitu sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dan untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo, 2010 : 24). NPWP wajib dipunyai oleh semua wajib pajak, tetapi untuk satu wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP, walaupun mempunyai dari satu penghasilan. Fungsi dari NPWP (Suandy, 2008 : 111) adalah sebagai berikut: 1) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. 2) Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal ini berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. b. Wajib Pajak yang Wajib Mendaftarkan dan Mendapatkan NPWP Berikut ini adalah wajib pajak yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan NPWP (Suandy, 2008 : 112) : 1) Badan

16 2) Perorangan, yaitu mempunyai penghasilan diatas PTKP (jika bekerja pada satu pemberi kerja tidak wajib) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) a. Definisi Surat Pemberitahuan (SPT) Perhitungan pajak dilaporkan oleh wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan. Definisi Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Mardiasmo (2011: 31) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Jenis dan Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Suandy (2008 : 159) dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Surat pemberitahuan (SPT) Masa merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak. 2) Surat pemberitahuan (SPT) Tahunan merupakan surat oleh wajib pajak dipergunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu tahun pajak. c. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Mardiasmo (2011: 31-32) bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk

17 melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; 2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; 3) Harta dan kewajiban;dan/atau 4) Pembayaran pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. d. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Sesuai dengan Pasal 3 Ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT adalah : 1) Batas waktu penyampaian SPT Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. 2) Batas waktu penyampaian SPT Masa paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir masa pajak. 3. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

18 Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), atau Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Mardiasmo (2011: 41). a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang berfungsi untuk menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Dalam bukunya Mardiasmo (2011: 41) Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan apabila: 1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tetulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; 3) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata ridak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen); 4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak terutangnya; atau

19 5) Kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. b. Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Penerbitan Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Mardiasmo (2011: 43). c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang Mardiasmo (2011: 44). Jika pengembalian pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu satu bulan sejak Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) diterbitkan. Pemerintah memberi imbalan bunga sebesar 2% perbulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak tersebut. d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

20 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok sama besarya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak. C. Definisi Wajib Pajak 1. Wajib Pajak Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan pasal 1 ayat (1) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan Menurut Suandy ( 2008 : 107), Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak Badan sebagai subyek pajak bukan hanya yang bergerak di bidang usaha (komersial), namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan sebagainya, selama pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang. Sedangkan pengertian badan sebagaimana diatur dalam Undangundang KUP adalah sebagai berikut : Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, kopersai, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan

21 yayasan, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. 2. Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak (Mardiasmo, 2011 : 56) antara lain sebagai berikut : a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam batas waktu yang telah ditentukan e. Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan f. Jika diperiksa wajib : 1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. 2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk

22 merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. 3. Hak Wajib Pajak Hak wajib pajak (Mardiasmo, 2011 : 56) antara lain sebagai berikut: a. Mengajukan keberatan dan surat banding b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak f. Mengajukan permohonan penghitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak k. Mengajukan keberatan dan banding D. Pemeriksaan Pajak 1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Sejalan dengan pelaksanaan self assessment system, pemeriksaan pajak merupakan suatu usaha yang sangat penting dan relevan untuk dilaksanakan. Pemeriksaan Pajak pada dasarnya mirip dengan pemeriksaan

23 akuntansi yaitu mencakup usaha untuk memperoleh dan menilai bukti yang mendasari laporan perpajakan. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan menyebutkan bahwa : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundanganundangan perpajakan. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Pemeriksaan Pajak merupakan pemeriksaan atas buku, catatan, dokumen, dan berkas yang dibuat dan dimiliki oleh Wajib Pajak, serta meneliti apakah pelaksaan kewajiban Wajib Pajak telah sesuai dengan ketentuan undang-undang mengimbangi pelaksanaan self assessment. 2. Tujuan Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, meningkatkan jumlah Wajib Pajak jauh lebih banyak dibandingkan dengan petugas pemeriksa, maka sangat tidak memungkinkan pemeriksaan dilakukan pada semua Wajib Pajak yang memiliki resiko tinggi melakukan penggelapan pajak, pemeriksaan menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008 dilakukan terhadap Wajib Pajak dengan kondisi : a. Wajib Pajak yang menyatakan mengalami kerugian. b. SPT menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

24 c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan. d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak. e. Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran usaha atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Berkas-berkas yang digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau Masa beserta lampiran-lampirannya. Dalam Surat Pemberitahuan meliputi Laporan Keuangan, Daftar Perhitungan Penyusutan/Amortisasi menurut Fiskal, Surat Setoran Pajak, dan lain-lain. Pelaksanaan pemeriksaan diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak dan diakhiri dengan disetujuinya Laporan Pemeriksaan Pajak yang secara ringkas dan jelas memuat ruang lingkup sesuai temuan yang kuat tentang ada dan tidaknya penyimpangan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. 3. Jenis Pemeriksaan Pajak Apabila dikelompokan sesuai dengan jenisnya, maka pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan, diantaranya sebagai berikut : a. Pemeriksaan Rutin

25 Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang terpilih berdasarkan skor resiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi, penggunaannya dimaksudkan untuk mengurangi unsur subjektifitas dalam menentukan pilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa. c. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut. d. Pemeriksaan Tahun Berjalan Pemeriksaan yang dilakukan dalan tahun berjalan terhadap Wajib Pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak yang dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak domisili atau Wajib Pajak lokasi. e. Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindakan pidana dibidang perpajakan.

26 4. Ruang Lingkup Pemeriksaan Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebut diatas dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : a. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di tempat Wajib Pajak yang dapat meliputi kantor Wajib Pajak, pabrik, tempat usaha atau tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan Lapangan ini dapat meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak. Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lengkap (PL) atau dengan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL). Pemeriksaan Lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan. Sedangkan Pemeriksaan Sederhana Lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. b. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan Wajib Pajak di kantor Unit Pelaksanaan Pemeriksa Pajak. Pemeriksaan Kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat

27 Jendral Pajak. Pemeriksaan kantor yang berupa Pemeriksaan Serderhana Kantor (PSK), pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengundang Wajib Pajak ke kantor pemeriksaan untuk memberikan keterangan dan bukti tertulis. Secara tegas pula dinyatakan bahwa Pemeriksa tidak boleh mengunjungi tempat usaha Wajib Pajak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teknik-teknik yang memiliki bobot kedalaman yang sederhana dan hanya meliputi jenis pajak tertentu dalam satu tahun berjalan. Pemeriksaan Sederhana Kantor ini dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu. Dalam penelitian ini diidentifikasikan dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). E. Penerimaan Pajak Penghasilan Penerimaan Negara dari sektor pajak dibagi menjadi berbagai golongan, sifat maupun menurut lembaga pemungut. Salah satu penerimaan pajak adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan ini memuat asas keadilan karena menggunakan presentase penggenaan pajak progresif yang bertingkat. Bersifat progresif, artinya besar pajak akan semakin besar bila pendapat yang diterima juga semakin besar. Dalam hal ini Wajib Pajak yang berpenghasilan kecil akan dikenakan pajak lebih kecil karena persentasenya yang dikenakan juga lebih kecil daripada Wajib Pajak yang berpenghasilan besar.

28 Penerimaan pajak penghasilan merupakan penerimaan pajak langsung, dimana pajak yang terutang langsung dikenakan kepada subjek pajak yang mempunyai atau memperoleh penghasilan. Dalam penerimaan pajak secara keseluruhan pajak penghasilan memegang peranan atau konstribusi yang sangat besar, karena persentasenya mencapai 50% dari total penerimaan pajak. Maksud dari penerimaan pajak penghasilan dalam penelitian ini adalah Penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak yang berupa penerimaan PPh pasal 25 yang bersifat masa dan penerimaan PPh pasal 29 yang bersifat tahunan. 1. Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak penghasilan pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sekali dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban wajib pajak dalam membayar pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (Siti Resmi, 2011: 337). Angsuran PPh pasal 25 yang dibayar wajib pajak setiap bulan akan diperhitungkan dan dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

29 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22. b. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23. c. Pajak Penghasilan yang bayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. Kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Perhitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan (Siti Resmi, 2011: 338). Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25 : a. Pajak Penghasilan pasal 25 harus dibayarkan/disetor selambatlambatnya tanggal lima belas diwajibkan bulan takwim setelah masa pajak berakhir. b. Wajib pajak diwajibkan menyampaikan/ melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir dalam bentuk Surat Setoran Pajak (SSP). 2. Pajak Penghasilan 29 Pajak penghasilan Pasal 29 merupakan pajak kurang dibayar. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada

30 kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambatlambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan ( Psl 29, 10/94) (Muhammad Rusjdi, 2007: 32-2). Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Badan yang dicatat saat diterimanya setoran pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak karena penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dimana penerimaaan PPh yang dicatat, meskipun penerimaan tersebut merupakan pajak terutang atas penghasilan di bulan sebelumnya. F. Keterkaitan Antar Variabel dan Penelitian Terdahulu 1. Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Teori yang mendekati dalam penelitian adalah Teori Bakti atau Kewajiban Pajak Mutlak (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu 2006 : 51). Dimana penduduk harus tunduk, patuh kepada negara, karena negara dalam kenyataannya sejak dahulu sudah ada, dan diakui eksistensinya baik oleh penduduk maupun oleh negara lain. Dan, negara juga mengemban tugas untuk melindungi segenap warganya. Oleh karena itu, hubungan rakyat dengan negara sangat kuat. Selain itu penduduk merupakan salah satu unsur dari suatu negara, maka penduduk wajib berbakti pada negara, wajib membayar pajak, sebagai rasa bakti kepada negara.

31 Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya peningkatan dalam wajib pajak maka akan memiliki nilai terhadap pajak, baik itu terhadap potensi pajak maupun penerimaan perpajakan, wajib pajak akan rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pajak dengan cara mau membayar kewajiban perpajakannya. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan. Salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah kegiatan ekstensifikasi pajak. Kegiatan ekstensifikasi ini lebih memfokuskan pada peningkatan jumlah wajib pajak yang terdaftar dan perluasan obyek pajak dalam administrasi Dirjen Pajak. Ruang lingkup dari kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak ini adalah menitikberatkan pada kesadaran dan peningkatan jumlah Wajib Pajak yang dapat diwujudkan dengan bertambahnya jumah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap orang pribadi atau badan. Salah satu yang ditempuh Ditjen Pajak dalam meningkatkan jumlah wajib pajak adalah melalui Sensus Pajak Nasional (SPN). Dengan begitu, akan terjaring wajib pajak baru yang akan membantu meningkatnya jumlah wajib pajak, yang diharapkan akan semakin luasnya basis pajak seiring meningkatnya penerimaan dari sektor pajak. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuli Laura (2008) dalam penelitiannya yang berjudul " analisa pengaruh jumlah wajib pajak badan dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan di

32 kantor pelayanan pajak Gresik Selatan ". Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana jumlah wajib pajak badan dan pemeriksaan pajak dapat mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan dengan menggunakan unit analisis yaitu data jumlah wajib pajak badan, jumlah Surat Ketetapan Pajak, dan penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Gresik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penerimaan pajak penghasilan dipengaruhi oleh faktor jumlah wajib pajak badan dan pemeriksaan pajak baik secara simultan maupun secara parsial. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Risana Halim (2005) dengan judul "pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap realisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Genteng". Dengan sampel yang diambil ialah jumlah wajib pajak badan aktif dan pembayaran PPh 25 badan yang tepat waktu selama 3 tahun (2001-2003) di KPP Surabaya Genteng. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pembayaran PPh 25 badan yang dilaporkan yang tepat waktu dan jumlah wajib badan aktif berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Selain kegiatan ektensifikasi yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah juga melakukan kegiatan intensifikasi. Kegiatan intensifikasi ini dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak, pembinaan kepada Wajib Pajak, pengawasan administrasi, pemeriksaaan, penyidikan, dan penagihan aktif serta penegakan hukum.

33 Pemeriksaan pajak dapat dilakukan untuk menguji kepatuhan material Wajib Pajak, misalnya menguji kebenaran dan kejujuran Wajib Pajak dalam melakukan perhitungan pajak yang terutang kepada Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dan penagihan pajak merupakan pilar-pilar dari penegakan hukum, mengingat sistem perpajakan Indonesia adalah self assessment. Hasil pemeriksaan diharapkan positif dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak sehingga dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi lebih baik di tahun mendatang, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu produk dari aktivitas pemeriksaan pajak dilakukan oleh fiksus adalah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat Ketetapan Pajak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), hal ini karena Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar merupakan salah satu sarana atau alat untuk menagih pajak, dan pada umumnya wajib pajak akan segera melunasi hutang pajaknya tersebut. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak Kantor Pelayanan Pajak suatu daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Victor Pabuaran (2005) dalam penelitiannya yang berjudul " analisa pengaruh jumlah wajib pajak, pemeriksaan pajak, dan penagihan dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Batu". Dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa pemeriksaan pajak secara parsial

34 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak dengan hasil t hitung lebih besar dari t tabel dan tingkat signifikansinya 0,000. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ha 1 : Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak berpengaruh secara simultan Terhadap Penerimaan Pajak Kantor Pelayanan Pajak. Ha 2 : Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak berpengaruh secara parsial Terhadap Penerimaan Pajak Kantor Pelayanan Pajak. 2. Penelitian terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1 Rosana Halim (2005) Judul Penelitian Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap Realisasi Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Surabaya Genteng Variabel Yang Diteliti 1. Pembayaran/pe nyetoran PPh 25 yang tepat waktu 2. Jumlah wajib pajak yang aktif 3. Penerimaan PPh 25/29 Hasil Penelitian (Kesimpulan) 1. Bahwa pembayaran PPh 25 badan yang dilaporkan yang tepat waktu dan jumlah wajib badan aktif secara serempak berpengaruh terhadap penerimaan pajak. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak yang aktif tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan

35 2 Yuli Laura (2008) 3 Dian Victor Pabuaran (2005) Analisa Pengaruh Jumlah Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan KPP Analisa Pengaruh Jumlah Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak KPP Batu 1. Jumlah Wajib Pajak 2. Pemeriksaan Pajak 3. Penerimaan Pajak Penghasilan Jumlah Wajib Pajak Pemeriksaan Pajak Penagihan pajak dengan Surat Paksa Pajak Penerimaan Pajak 1. Hasil penelitian menunjukan bahwa Jumlah Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak berpengaruh secara simultan terhadap Penerimaan Pajak penghasilan 2. Jumlah Wajib Pajak dan permeriksaan Pajak berpengaruh secara parsial terhadap penerimaan pajak penghasilan Hasil penelitiaan tersebut diketahui bahwa pemeriksaan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak jumlah pemeriksaan pajak dan kepatuhan atas penagihan dengan surat paksa secra simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Jumlah wajib pajak yang terdaftar dikeluarkan dari model regresi karena mempunyai korelasi yang besar dengan jumlah pemeriksaan pajak.

36 G. Kerangka Pikir Gambar 2.1 Kerangka Pikir Variabel Independent Variabel Dependent Jumlah Wajib Pajak (X 1 ) Penerimaan Pajak Penghasilan Pemeriksaan Pajak (Y) (X 2 )