BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran yang sukar, dan masih banyak siswa yang bertanya tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

Oleh Nila Kesumawati Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya.

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I LATAR BELAKANG

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap peserta didik perlu memiliki kemampuan matematis pada tingkatan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama (Permendiknas, 2006). Menyadari betapa perlunya matematika, setidaknya dapat kita lihat dalam kurikulum matematika di sekolah yang mendapat porsi jam lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya di semua jenjang pendidikan. Akan tetapi, dengan porsi jam pelajaran yang lebih banyak itu ternyata masih banyak siswa yang mengganggap matematika merupakan pelajaran yang sukar dipahami dan masih banyak siswa yang bertanya mengenai manfaat mempelajari matematika. Hal itu menyebabkan siswa mempertanyakan bagaimana mengaplikasikan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Uraian di atas sejalan dengan Asikin (2002) yang menyatakan bahwa dunia pendidikan matematika masih memiliki berbagai masalah. Ada dua masalah yang amat besar dan penting. Pertama, pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena bagi banyak 1

2 siswa matematika adalah pelajaran yang tidak menarik dan terasa sukar. Kedua, meskipun dalam banyak kesempatan sering dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia (termasuk bagi kehidupan sehari-hari), masih banyak orang yang belum bisa merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Adanya dua masalah tersebut mengakibatkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan bagi pengembangan kemampuan berpikir siswa. Sebagaimana yang dinyatakan Asikin (2002), dua masalah tersebut juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan, baik bagi pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun pengembangan kepribadian secara keseluruhan. Kemampuan berpikir merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh setiap siswa, agar siswa dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia yang senantiasa berubah dan semakin kompleks. Oleh karena itu, pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan dan perlu dilatihkan kepada siswa, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan menengah. Berpikir kritis juga menjadi salah satu tujuan diberikannya pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006) adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

3 kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa mampu mengolah, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Hal tersebut menjadikan matematika adalah bagian dari kurikulum yang melakukan suatu alur strategi pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas SDM Indonesia dan menjadi pendukung perkembangan bidang ilmu yang lain. Menurut Ennis (2000), berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Spliter (Hanaswati, 2000: 11) mengungkapkan bahwa, siswa yang berpikir kritis akan menjadikan penalaran sebagai landasan berpikir, berani mengambil keputusan dan konsisten dengan keputusan tersebut. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya bermanfaat pada saat siswa belajar, tetapi dapat menjadi bekal bagi siswa di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis sangat penting. Namun, hasil studi Progamme for International Student Assesment (PISA) tahun 2009 untuk siswa SLTP se-indonesia menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara pesertanya. Siswa hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana, siswa belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks dan masalah yang rumit. Hal ini disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di sekolah-sekolah jarang dilakukan. Wahyudin (Syukur, 2004: 4) menemukan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi oleh guru melalui metode ekspositori. Pembelajaran secara konvensional ini membuat siswa hanya

4 mendengarkan, mencatat, bertanya, dan mengerjakan soal secara individu maupun kelompok. Di samping itu, ketika peneliti melakukan pengamatan selama melakukan praktik mengajar, kebanyakan siswa menganggap bahwa matematika hanya mata pelajaran menghitung dan menggunakan rumus sehingga sulit untuk dipelajari. Kebanyakan siswa tidak tahu dan bingung manfaat dari mempelajari matematika. Hal ini menyebabkan gairah belajar matematika siswa tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya gairah belajar matematika adalah pembelajaran matematika yang tidak menarik dan membosankan. Hal ini tentu akan menghambat proses dan hasil belajar siswa. Selain kemampuan berpikir kritis, diperlukan juga sikap yang harus dimiliki oleh siswa, antara lain menyenangi matematika, menghargai keindahan matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan senang belajar matematika. Dengan sikap yang demikian, siswa diharapkan dapat terus mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya, dan dapat mengembangkan disposisi matematis. Menurut Sumarmo (2006: 4), disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang menyerah, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain, dan melakukan

5 refleksi terhadap cara yang telah dilakukan. Penilaian dari disposisi matematis juga termuat dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika di SMP berdasarkan KTSP 2006, yaitu Peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas, 2003). Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas, misalnya seberapa besar keinginan siswa untuk menjelaskan solusi yang diperolehnya dan mempertahankan penjelasannya. Salah satu upaya memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematisnya berkembang, yaitu dengan suatu pembelajaran yang membuat siswa aktif sehingga siswa leluasa untuk berpikir dan mempertanyakan kembali apa yang diterima dari gurunya. Untuk mencari dan menerapkan suatu hasil penelitian mengenai pendekatan pembelajaran matematika tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini dikarenakan membutuhkan keinginan yang kuat dari para akademisi maupun praktisi di dunia pendidikan matematika. Namun, apabila hal itu dilakukan secara berkelanjutan, maka lambat laun kekurangankekurangan dalam pendekatan pembelajaran matematika tersebut akan dapat diperbaiki. Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan sebuah alternatif pendekatan yang berupaya membuat siswa dapat secara aktif ikut terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa itu terwujud dalam salah satu karakteristik pendekatan MEAs, yaitu memberikan peluang kepada siswa untuk mengambil kendali atas pembelajarannya sendiri dengan pengarahan

6 proses (Chamberlin dan Moon, 2008). Dengan terlibatnya siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terlatih dengan baik. Chamberlin juga mengungkapkan karakteristik lainnya dari MEAs, yaitu MEAs membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir matematis yang lebih tinggi, di mana berpikir kritis termasuk ke dalam berpikir tingkat tinggi. Pendekatan MEAs merupakan pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada masalah realistis, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model untuk membantu siswa membangun pemecahan masalah dan membuat siswa menerapkan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajarinya (Istianah, 2011: 27). Karakteristik MEAs ini sesuai dengan himbauan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) yang mengemukakan bahwa dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika diharapkan dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. Penguasaan konsep akan diperoleh melalui bimbingan secara bertahap yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Melalui belajar dalam kelompok kecil dapat mendorong siswa berpikir kritis, sebagaimana Sumarmo (Istianah, 2011: 6) menyarankan bahwa pembelajaran matematika untuk mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin dan tugas yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif siswa serta menetapkan pendekatan scaffolding. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

7 MEAs terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Dengan penerapan pendekatan MEAs, diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematinya. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan judul Penerapan Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Bagaimanakah disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)? 1.3 Tujuan Penelitian berikut. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

8 2. Mengetahui disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan MEAs. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dunia pendidikan matematika, antara lain sebagai berikut. 1. Bagi guru, menjadi salah satu alternatif pendekatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswanya. 2. Bagi siswa, agar mendorong siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam belajar matematika sehingga dapat merangsang kemampuan berpikir kritisnya. 3. Bagi sekolah upaya ini dapat memberikan solusi alternatif dari masalah pembelajaran yang ada, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs. 1.5 Definisi Operasional Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan dan juga memudahkan peneliti dalam menjelaskan apa yang sedang dibicarakan, yaitu sebagai berikut. 1. Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada masalah realistis (kontekstual), bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model untuk membantu siswa

9 membangun pemecahan masalah dan membuat siswa menerapkan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajarinya. 2. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir reflektif dalam mengidentifikasi asumsi yang digunakan, merumuskan pokok-pokok permasalahan, membuktikan sesuatu berdasarkan sifat suatu pernyataan yang berkaitan dengan masalah. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Focus, memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi, merumuskan dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin, 2) Reason, mampu memberikan alasan pada jawaban yang diberikan, 3) Inference, membuat kesimpulan, 4) Situation, mampu menjawab soal sesuai konteks, menerjemahkan situasi ke dalam bahasa matematika, 5) Clarify, mampu membuat klasifikasi atau membedakan konsep dengan jelas tanpa menimbulkan ambiguitas, dan 6) Overview, melakukan tinjauan kembali atas jawaban, keputusan, atau kesimpulan yang ditetapkan sebelumnya. 3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru dengan metode ekspositori. Guru terlebih dulu memberikan keterangan, definisi, prinsip, dan konsep materi pelajaran dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal, kemudian siswa diberi latihan untuk diselesaikan.

10 4. Disposisi Matematis Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat dalam diri siswa untuk belajar dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Indikator untuk disposisi matematis dalam penelitian ini adalah: 1) Kepercayaan diri dengan indikator: percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan. 2) Keingintahuan dengan indikator: sering mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias/semangat dalam belajar, dan banyak membaca/mencari sumber lain. 3) Ketekunan dengan indikator: gigih/tekun/perhatian/kesungguhan. 4) Fleksibilitas dengan indikator: kerjasama/berbagi pengetahuan, menghargai pendapat yang berbeda, dan berusaha mencari solusi/strategi lain. 5) Reflektif dan rasa senang dengan indikator: bertindak dan berhubungan dengan matematika dan menyukai/rasa senang terhadap matematika.