BAB 1 PENDAHULUAN. dan menunjukkan buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan suatu negara membutuhkan dana yang cukup besar. akuntabel dalam pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kesalahan seperti watch dog yang selama ini ada di benak kita sebelumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. aparatur pemerintah yang berkompeten dalam menjalankan tugas sebagai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajat S-2 Magister Akuntansi. Diajukan oleh: PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. disusun oleh manajemen berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. optimal, yaitu harus dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi. program secara efektif, efisien dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Inspektorat daerah merupakan salah satu unit yang melakukan audit

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses sistematik yang dilakukan untuk. mengevaluasi bukti secara objektif atas pernyataan-pernyataan dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas, mewujudkan pemerintahan yang good governance, dan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance yang diterbitkan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Informasi yang didistribusikan kepada masyarakat harus bersifat tulus,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena maraknya tingkat kejadian korupsi di badan birokrasi baik dari tingkat kementerian, lembaga, dan daerah yang dipertontonkan selama ini membuat publik semakin jengah dan menunjukkan buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi di negara ini. Akuntabilitas sektor publik berhubungan dengan praktik transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Good governance menurut world bank didefinisikan sebagai suatu penyelenggaraan manajeman pembangunan yang solid, bertanggung jawab, dan sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politis maupun administratif, menciptakan disiplin anggaran, serta menciptakan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2005). Menurut Mardiasmo (2005), terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya pemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah xv

(DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Audit internal merupakan audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi, dan fungsi dari auditor internal adalah melakukan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan (Boynton et al., 2002). Auditor internal diharapkan pula dapat lebih memberikan sumbangsih bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Salah satu yang melakukan fungsi pengawasan yaitu inspektorat yang mempunyai tugas pokok membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah di bidang pengawasan. Tugas pokok inspektorat yaitu pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Pada kenyataannya tugas dan fungsi inspektorat sebagai aparat pemeriksa yang membantu kepala daerah masih kurang efektif, hal ini terlihat dari masih banyaknya temuan yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai salah satu auditor internal pemerintah, yang ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan 2

(BPK). Hasil LHP BPK pada semester II tahun 2011 menunjukkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terdapat temuan mengenai kelemahan sistem pengendalian internal pemerintah dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang semakin meningkat pada semester I tahun 2012 (IHPS BPK, 2012). Berdasarkan fenomena tersebut, dapat memunculkan persepsi publik bahwa tidak seharusnya itu terjadi jika inspektorat sebagai auditor internal pemerintah sudah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan standar dan pedoman yang ditetapkan. Dengan adanya fenomena ini, menunjukkan bahwa kualitas hasil audit dari aparat inspektorat masih relative rendah untuk dikatakan hasil audit yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil audit yang berkualitas dari auditor adalah seorang auditor yang dapat menemukan dan melaporkan adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya (DeAnglo, 1981), Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ketidakmampuan auditor internal pemerintah (inspektorat) dalam mendeteksi dan melaporkan adanya temuan yang ditemukan oleh auditor eksternal menunjukkan buruknya kualitas audit yang dimiliki. Kualitas audit dapat dilihat dari kualitas informasi akuntansi yang terdapat dalam informasi laporan keuangan yang dilaporkan kepada pemegang saham (Lee, 1993). Begitu juga dengan kualitas audit di sektor publik dapat dilihat dari kualitas informasi yang terdapat dalam informasi laporan yang dipublikasi oleh pemerintah terhadap masyarakat (stakeholders). Tugas pengauditan yang dilakukan auditor internal inspektorat seperti mereviu organisasi dari akuntansinya, keuangannya, operasionalnya, dan lainnya 3

untuk melindungi terjadinya salah saji yang berpengaruh terhadap kualitas informasi yang dikeluarkan manajemen (pemerintah) melalui laporan keuangan, kinerja, dan kepatuhan perundang-undangan terhadap para stakeholders (masyarakat) sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat. Pengauditan yang dilakukan oleh auditor inspektorat sebagai audior internal pemerintah dapat dikatakan sebagai sebuah penyerahan jasa yang dituangkan dalam bentuk rekomendasi audit. Pengauditan yang dilaporkan dalam bentuk rekomendasi ini belum tentu menggambarkan apakah aktivitas audit telah dilaksanakan dengan benar atau tidak, serta apakah hasil audit telah dilaporkan sesuai dengan hasil yang sebenarnya atau tidak. Berdasarkan alasan tersebut, relevan jika diasumsikan bahwa auditor internal harus memiliki independensi untuk mencapai kualitas audit yang baik. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan Alim dkk (2007), Ardini (2010), dan Effendy (2010) menemukan secara signifikan bahwa independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Dari uraian di atas dan hasil penelitian sebelumnya dapat menjadi bukti bahwa independensi merupakan pilar yang harus dipegang oleh auditor untuk mencapai kualitas audit. Auditor dalam melakukan pemeriksaan bisa kehilangan independensinya disebabkan oleh faktor-faktor seperti berikut (Pasewark dan Wilkerson, 1989) : 1. Auditor dan klien memiliki hubungan keuangan. 4

2. Auditor merupakan bagian dari manajemen atau sebagai karyawan di bawah pengendalian manajemen. 3. Kekuatan tekanan manajemen dalam bentuk authoritative power, expertise power, control over reward, coercive power, dan personal power. Adanya pengaruh kekuatan tekanan dan kendali manajemen atas keindependensian yang dimiliki auditor tentunya akan menimbulkan ketidaksesuaian peran auditor sebagai orang yang independen seperti yang di harapkan masyarakat. Adanya tuntutan peran yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat yang dihadapi auditor inspektorat dalam organisasinya disebut dengan konflik peran (role conflict), sebagaimana yang dikatakan Lee (2010) bahwa konflik peran terjadi ketika adanya tuntutan peran yang tidak sesuai dengan harapan orang lain. Konflik peran yang di hadapi oleh auditor inspektorat dapat mempengaruhi atau memperlemah independensi auditor inspektorat dalam melaksanakan dan melaporkan hasil auditnya. Lemahnya independensi auditor inspektorat menunjukkan lemahnya juga kualitas audit auditor inspektorat, karena semakin kuat independensi auditor maka kualitas audit juga semakin baik dan sebaliknya semakin lemah independensi auditor maka semakin lemah juga kualitas auditnya (Alim dkk, 2007 dan Effendy, 2010). Wirutomo dalam Kaghoo (2010) mengemukakan pendapat bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, artinya bahwa kita diwajibkan 5

untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat didalam pekerjaan kita. Begitu juga dengan auditor inspektorat yang bekerja sebagai bagian dari organisasinya (PEMDA) berkewajiban untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaannya. Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa auditor inspektorat memiliki dua peran yang berbeda yaitu berperan sebagai pekerja untuk suatu organisasi dibawah pengendalian manajemen (pemerintah) dan berperan sebagai pekerja yang bertanggungjawab untuk masyarakat. Adanya dua peran yang di hadapi auditor terkadang menimbulkan kebingungan (ambiguity) bagaimana memberlakukan perannya (Lee, 2010). Peran yang dihadapi seperti ini oleh individu dalam organisasinya disebut dengan role ambiguity. Dalam penelitiannya Naylor et al. (1980) menyatakan bahwa role ambiguity akan timbul apabila pemegang peran merasa tidak yakin mengenai kemungkinan evaluasi yang diberikan dan sadar akan adanya ketidak pastian itu. Berdasarkan penjelasan diatas maka role ambiguity yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adanya ketidak yakinan auditor inspektorat atas laporan audit yang diberikan dan menyadari bahwa laporan audit yang diberikan tidak meyakinkan atau tidak sesuai dengan sebenarnya. Dengan begitu role ambiguity yang dihadapi auditor inspektorat akan berpengaruh terhadap lemahnya kualitas audit auditor inspektorat, dimana kualitas audit yang baik seharusnya melaporkan hasil audit yang sesuai dengan sebenarnya (DeAngelo, 1981). 6

Kondisi terkait dengan adanya role conflict dan role ambiguity dalam organisasi pemerintahan yang dapat mempengaruhi hubungan independensi auditor inspektorat dan kualitas audit inspektorat dapat dijelaskan dengan pendekatan kontijensi. Pendekatan teori kontijensi memiliki makna bahwa hubungan antara variabel yang didalamnya mengandung variabel pemoderasi untuk menggambarkan aspek saling ketergantungan (contingency) (Gudono, 2012). Jadi seolah-olah yang ditekankan dalam teori kontijensi adalah ada hal yang menunjukkan bahwa hubungan antara variabel tertentu (independensi) dengan variabel lainnya (kualitas audit) dipengaruhi juga oleh variabel lainnya (role conflict dan role ambiguity). Pengadopsian pendekatan teori kontijensi dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan kondisi role conflict dan role ambiguity sebagai variabel moderasi yang mungkin akan mempengaruhi secara kuat atau memperlemah hubungan antara independensi auditor inspektorat terhadap kualitas audit auditor inspektorat. Dari uraian latar belaakng di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ROLE CONFLICT DAN ROLE AMBIGUITY SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI. 1.2 Rumusan Masalah Peran fungsi inspektorat yang dulunya disebut dengan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) mempunyai fungsi membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah di bidang pengawasan, sedangkan tugas 7

pokok inspektorat yaitu pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Namun pada kenyataannya tugas dan fungsi inspektorat sebagai aparat pemeriksa yang membantu kepala daerah masih kurang efektif, hal ini terlihat dari masih banyaknya temuan yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai salah satu auditor internal pemerintah, yang ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil LHP BPK pada semester II tahun 2011 menunjukkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terdapat temuan mengenai kelemahan pengendalian internal pemerintah dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang semakin meningkat pada smester I 2012 (IHPS BPK RI, 2012). Hal ini memunculkan pertanyaan yang menggelitik di masyarakat bahwa mengapa masalah itu masih terjadi jika inspektorat sebagai auditor internal pemerintah sudah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan standar dan pedoman yang ditetapkan. Dengan adanya fenomena ini, menunjukkan bahwa kualitas hasil audit dari aparat inspektorat masih relatif rendah untuk dikatakan hasil audit yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena hasil audit yang berkualitas dari auditor adalah seorang auditor yang dapat menemukan dan melaporkan adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya (DeAnglo, 1981). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketidak mampuan auditor internal pemerintah (Inspektorat) dalam melaporkan adanya temuan yang ditemukan oleh auditor eksternal menunjukkan buruknya kualitas audit yang dimiliki. 8

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, buruknya kualitas audit yang dimiliki auditor inspektorat dikarenakan lemahnya independensi auditor disebabkan adanya role stressore yang dihadapi auditor inspektorat. Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam bidang auditing yang menunjukkan pentingnya pengaruh independensi aparat inspektorat terhadap kualitas audit, namun belum ada penilitian yang menggunakan variabel role stressore sebagai pemoderat pada pengaruh langsung independensi terhadap kualitas audit. 1.3 Pertanyaan penelitian Atas rumusan masalah yang telah dipaparkan, selanjutnya dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Apakah independensi auditor inspektorat berpengaruh terhadap kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB? b. Apakah interaksi antara independensi dan role conflict auditor inspektorat berpengaruh negatif (memperlemah) kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB? c. Apakah interaksi antara independensi dan role ambiguity auditor inspektorat berpengaruh negatif (memperlemah) kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 9

1) Menguji pengaruh independensi auditor inspektorat terhadap kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB. 2) Menguji pengaruh interaksi antara independensi dan role conflict auditor inspektorat terhadap kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB. 3) Menguji pengaruh interaksi antara independensi dan role ambiguity auditor inspektorat terhadap kualitas audit inspektorat provinsi, kota, dan kabupaten daerah NTB. 1.5 Motivasi penelitian Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini disebabkan karena masih minimnya kualitas audit yang ditunjukkan auditor internal pemerintah sebagai pengawas di daerah (Inspektorat), meskipun standar dan pedoman pemeriksaan sudah menegaskan bahwa auditor harus memiliki kompetensi dan independensi dalam melakukan audit. Oleh karena itu, peneliti termotivasi menguji role conflict dan role ambiguity yang mempengaruhi lemahnya independensi auditor didalam untuk mencapai audit yang berkualitas. 1.6 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap para stakeholders sebagai berikut : 1) Bagi pemegang kebijakan, di dalam hal ini pemerintah daerah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor independensi serta 10

adanya role conflict dan role ambiguity yang mempengaruhi kualitas audit inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. 2) Bagi inspektorat, sebagai masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya peran inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah dan dalam rangka mewujudkan good governance. Sehingga inspektorat diharapkan dapat membuat program yang berkontribusi pada peningkatan kualitas dan kapabilitasnya. 3) Bagi akademisi, memberikan kontribusi pengembangan literatur sektor publik di Indonesia terutama dalam bidang audit, keperibadian auditor, dan pengaruh organisasi terhadap auditor. 4) Bagi peneliti dan profesi auditor, hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan wawasan mengenai stressore atau tekanan sebagai auditor sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas auditor. Bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan tema yang dikaji, tesis ini dapat dijadikan sumber referensi untuk pendalaman dan pengembangan lebih lanjut. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi lima bab, yaitu : Bab 1: Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan: pertama, latar belakang masalah yang berisikan tentang permasalahan penelitian dan mengapa masalah itu penting dan perlu diteliti. Kedua, rumusan masalah yaitu rumusan secara kongkrit tentang masalah yang ada. Ketiga, tujuan penelitian di mana dalam bagian 11

ini mengungkapkan hasil yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Keempat, manfaat penelitian di mana pada bagian ini mengungkapkan pihak atau orang yang akan memperoleh manfaat dan bentuk manfaat dari hasil penelitian. Dan kelima, sistematika penulisan. Bab 2: Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang berisikan: pertama, telaah teoritis yang memuat uraian yang sistematik, runtut, dan rasional tentang teori dasar yang relevan dan fakta dari hasil penelitian sebelumnya. Kedua, kerangka konseptual di mana kerangka konseptual disintesis, diabstraksi, dan dieksplorasi dari berbagai teori atau pemikiran ilmiah, yang mencerminkan paradigma sekaligus tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian dan untuk merumuskan hipotesisnya. Ketiga, hipotesis penelitian yang merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian. Hipotesis ini merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian dan diuji kebenarannya melalui pengolahan data statistik. Bab 3: Bab ini merupakan metode penelitian yang berisikan: pertama, disain penelitian, jenis, dan metode pengumpulan data yang mengungkapkan jenis penelitian yang dilakukan dan cara pengumpulan data. Kedua, populasi dan sampling penelitian yang berisikan penjelasan populasi subyek penelitian, sampel penelitian, besar sampel minimal yang memenuhi kelayakan pengujian statistik, dan teknik pengambilan sampel. Ketiga, variabel penelitian dan definisi variable penelitian yang berisikan identifikasi variabel yang diteliti, kemudian memuat batasan dan pengukuran masingmasing variabel. Keempat, instrumen penelitian yang berisikan tentang macam spesifikasi instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data. Kelima, lokasi dan 12

waktu penelitian yang memuat lokasi penelitian dan periode penelitian yang diambil datanya. Keenam, teknik analisis yang menguraikan tentang cara pengujian yang digunakan dalam menganalisis data. Bab 4: Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan: pertama, data penelitian, kedua hasil penelitian, dan yang ketiga pembahasan. Bab 5: Bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang berisikan: pertama, keimpulan dan kedua, implikasi, dan yang ketiga adalah keterbatasan dan saran. 13