RechtsVinding Online

dokumen-dokumen yang mirip
RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 11/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penyelenggaraan Pemilu Independensi Bawaslu

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RechtsVinding Online

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 78/PUU-XII/2014 Para Pihak dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

Transkripsi:

IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-XIV/2016, selengkapnya adalah mengenai Pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang berketentuan sebagai berikut: Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan meliputi: a. menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar mengikat. Sejatinya norma yang digugat ini merupakan salah satu norma dalam Bab IV mengenai Penyelenggara Pemilihan, Bagian Kedua tentang Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Komisi Pemilihan Umum, yang mengatur mengenai tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah. Adapun dalam Pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 dinyatakan bahwa dalam penyelenggaraan Pilkada, KPU memiliki salah satu tugas dan wewenangnya adalah menyusun dan menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan pedoman teknis dengan senantiasa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan daerah dan Pemerintah selaku pembentuk undangundang dalam forum rapat dengar mengikat. Ketika MK dalam amar putusannya tersebut menyatakan bahwa Pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 sepanjang frasa... yang keputusannya bersifat mengikat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, lalu apakah putusan MK ini berhenti hanya pada Pasal 9 huruf a ini saja? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Sebagaimana diketahui bahwa Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, 1

dalam pasal di konstitusi tersebut dinyatakan bahwa suatu komisi pemilihan umum disebutkan dalam huruf kecil bukan huruf kapital sehingga bukanlah merujuk pada nama lembaga, dalam hal ini tidak dapat secara langsung diasosiasikan dengan KPU. Hal ini didasarkan atas Pendapat Mahakamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 11/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu terhadap UUD NRI 1945 yang diajukan oleh Nur Hidayat Sardini,S.Sos, M.Si., Wahidah Suaib, S.Ag, M.Si., SF. Agustiani Tio Fridelina Sitorus, S.E., Bambang Eka Cahya Widodo,S.IP, M.Si. Wirdyaningsih, SH, M.H. Para pemohon adalah Ketua dan Anggota Badan Pengawas pemilu RI yang menguraikan bahwa dalam Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945, kalimat suatu komisi pemilihan umum tidak merujuk kepada sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karena itu menurut MK dalam putusan tersebut berpendapat bahwa fungsi penyelenggaraan pemilihan umum tidak hanya dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetapi harus diartikan sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang dilakukan oleh unsur penyelenggara, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan unsur pengawas Pemilu, dalam hal ini Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Bahkan, Dewan Kehormatan yang mengawasi perilaku penyelenggara Pemilu pun harus diartikan sebagai lembaga yang merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum (Hal ini sebagaimana dimuat dalam buku Perjalanan Panjang Pilkada Serentak ciptaan pengarang Rambe Kamarul Zaman, yang juga merupakan Ketua Komisi II DPR RI Periode 2014-2017 yang ikut langsung dalam pembentukan UU Pilkada dimaksud, halaman 362). Oleh karena itu pula implikasi pasal ini yakni sepanjang frasa... yang keputusannya bersifat mengikat yang mana putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, berimplikasi juga bagi penyelenggara pemilu lainnya yakni Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang juga dalam UU No. 10 Tahun 2016 ini diwajibkan berkonsultasi kepada pembentuk UU ketika membuat peraturannya. Pemohon dalam perkara MK No. 92/PUU-XIV/2016 yakni Ketua dan Anggota KPU RI Periode 2012-2017 ini 2

menggugat frasa...setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat bukan hanya sepanjang frasa... yang keputusannya bersifat mengikat sebagaimana yang dikabulkan oleh MK dalam Putusan No. 92/PUU-XIV/2016, oleh karena itu pula poin pertama amar putusan MK tersebut berbunyi mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Mengapa demikian? karena petitum sepanjang frasa yang diminta oleh Ketua dan Anggota KPU RI tersebut adalah keinginan untuk meniadakan proses konsultasi kepada pembentuk UU (baik DPR maupun Pemerintah) sama sekali. Pemohon beranggapan konsultasi yang dilakukan (bukan hanya terkait frasa... yang keputusannya bersifat mengikat ) adalah bertentangan dengan independensi penyelenggara Pemilu. Namun kali ini saya tidak mencoba untuk membahas kembali mengenai substansi apakah konsultasi ini mengganggu independensi atau tidak, Saya kali ini lebih fokus di implikasi putusan ini dan disharmoninya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (UU MD3). Sebagaimana diketahui bahwa UU MD3 adalah UU yang mengatur mengenai lembaga parlemen baik itu MPR, DPR, DPD, dan DPRD termasuk tugas dan wewenangnya. Lebih lanjut lagi secara tegas pula terkait DPR (lebih khusus lagi Komisi II) yang mempunyai mitra penyelenggara Pemilu yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP memiliki aturan di Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) UU MD3 yang berbunyi sebagai berikut: (1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan negara. (2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hal ini selaras pula dengan Pasal 98 ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut Keputusan dan/atau kesimpulan 3

rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah. Oleh karena itu pula adalah jelas dan terang bahwa organ negara manapun ketika rapat dengan DPR dalan Rapat Dengar Pendapat adalah sudah merupakan hak dari DPR untuk memberikan rekomendasi begitu juga keputusan dan sifatnya mengikat. Ketika MK melalui putusannya No. 92/PUU-XIV/2016 hanya menyatakan bahwa sepanjang frasa... yang keputusannya bersifat mengikat dinyatakan bertentangan maka sejatinya hal ini sama saja tetap melestarikan konsultasi penyelenggara Pemiu kepada DPR namun sifat keputusan konsultasi itu saja yang tidak lagi mengikat, dan hal ini sejatinya sama saja seperti norma asli mengenai konsultasi yang serupa diatur dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu (misalnya salah satunya di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2011). Pasal ini pula sebenarnya adalah perbaikan dari UU No. 22 Tahun 2007 (UU Penyelenggara Pemilu sebelumnya) yang mana membebaskan sama sekali penyelenggara Pemilu membuat peraturannya tanpa konsultasi. Karena banyaknya peraturan yang tidak selaras dengan UU di atasnya, dan hal ini tidak sejalan dengan UU mengenai pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan begitu juga semangat pembentuk UU dalam menyusun UU tersebut, maka di UU No. 15 Tahun 2011 dibuat langkah positif agar pelanggaran-pelanggaran itu tidak terjadi lagi yakni dengan mewajibkan adanya konsultasi. Apa yang ada di UU No. 10 Tahun 2016 sejatinya hanya memoles dan menyempurnakan saja karena ternyata norma yang ada di UU No. 15 Tahun 2011 belumlah efektif karena penyelenggara Pemilu hanya menganggap hal ini secara formalistik biasa dan konsultasi dimaksud pun dimaknakan tidak mengikat bagi mereka. Oleh karena itu, kali ini pembentuk UU dalam UU No. 10 Tahun 2016 menyempurnakan pernormaan terkait hal tersebut dengan melekatkan kalimat dalam forum rapat dengar mengikat yang selaras pula dengan maksud dari pembentuk UU sebelumnya dalam merumuskan UU No. 15 Tahun 2011. Adapun hal ini pula sejatinya pembentuk UU hanyalah menggunakan filosofi yang nyata diatur dalam UU MD3 4

sebagaimana diulas sebelumnya yakni yang diatur di Pasal 74 dan Pasal 98. Adapun ketika pada akhirnya Putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 mengembalikan ke posisi seperti UU No. 15 Tahun 2011 (tetap ada konsultasi namun tidak mengikat) sebenarnya hal ini disharmoni dengan UU MD3 tersebut karena DPR tetap memiliki hak yang dijamin konstitusi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 jelas menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, dan sudah jelas konsultasi penyelenggara pemilu bukanlah fungsi legislasi dan fungsi anggaran melainkan termasuk fungsi pengawasan DPR. Ketika DPR dalam menjalani tugasnya dibagi ke Komisi-Komisi dan rapat konsultasi yang sifatnya pengawasan ini dilaksanakan dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) maka berlakulah UU MD3 dan hal ini jelas tidak bisa dinafikan dengan implikasi putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 terhadap UU No. 10 Tahun 2016. Karena norma di UU MD3 tetap masih hidup dan tidak ada disebutkan di UU MD3 bahwa keputusan maupun rekomendasi mengikat itu dikecualikan untuk penyelenggara Pemilu. Putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 membawa implikasi yang banyak, pertama hal ini ada kaitannya dengan RUU Penyelenggaraan Pemilu yang saat ini dibahas dan juga sedang diikuti oleh Penulis selaku legal drafternya. Hal ini dikarenakan RUU ini menggabungkan 3 UU yakni UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD; UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, juga UU Penyelenggara Pemilu. Sehingga implikasi mengenai norma kewajiban berkonsultasi pastinya mau tidak mau menyesuaikan dengan perkembangan dalam Putusan MK ini. Kedua, hal yang juga tidak tertutup kemungkinannya adalah revisi ketiga bagi UU Pilkada karena dengan adanya putusan MK ini maka menambah pula alasan untuk merevisi selain implikasi putusan MK lainnya yakni No. 54/PUU-XIV/2016 tekait bagi pencalonan bagi calon perseorangan dalam Pilkada. * Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang dengan pembidangan Politik, Hukum, dan HAM di Pusat Perancangan Undang-Undang pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 5