4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 23 TH 2002

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

2. Instruksi Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan ;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

MENTERIKETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN PANDEGLANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAM DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 225 /KPTS/M/2004 TENTANG

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

Standar Pelayanan Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Sekretariat Negara

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang. Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesian Tahun 2015 Nomor 8);

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 78,

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Mengingat : 1. Undang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/O/2004 TENTANG PERUBAHAN BALAI PELATIHAN TEKNOLOGI GRAFIKA MENJADI BALAI GRAFIKA

GUBERNUR SUMATERA BARAT,

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWASI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR: 08 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP 23 / MEN / 2OO2 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN KETRANSMIGRASIAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228llvl Tahun 2001 Departemen Tenaga Keq'a digabung dengan Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan/Badan Administrasi Kependudukan dan Mobilitas Penduduk; b. bahwa sehubungan dengan huruf a di atas Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-23/1\iIEN/1997 tentang Pokok-Pokok Pengawasan di Lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Perafuran Menteri Transmigrasi dan PPH Nomor PER- 32A4EN/1999 tentang Pengawasan di Lingkungan Departemen Transmigrasi dan PPH sudah tidak sesuai lagi; bahwa untuk itu dipandang perlu ditetapkan Keputusan Menteri Tenaga Keg'a dan Transmigrasi Republik Indonesia tentang Pokok-Pokok Pengawasan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Mengingat : l. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja; 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian; 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahlurl, 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 77

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN; 6. Undang-Undang Nomor 3l Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; ll. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan; 12. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat; 13. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30/ MENPAN/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat; 14. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 15. Keputusan Menteri Tenaga Ke{a dan Transmigrasi Nomor KEP 23A4EN/2001 tentang Organisasi dan Tata Keda Departemen Tenaga Ke{a dan Transmigrasi; 16. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 137 A4EN/2001 tentang Organisasi dan Tata Ke{a Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 72

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERJ TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN KETRANSMIGRASIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : l. Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan berjalan sesuai dengan rencana, ketenfuan dan peraturan perundanganundangan yang berlaku. 2. Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung kepada bawahannya secara preventif dan represif. 3. Pengawasan fungsional adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, verifi kasi dan penilaian. 4. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa sumbangan pemikiran, saran, gagasan, keluhan atau pengaduan yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. 5. Pemeriksaan adalah salah satu bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/rencana./program dengan kondisi dan atau kenyataan yang ada. 6. Pemeriksaan operasional adalah suatu proses pemeriksaan secara sistimatik dan komprehensif yang dilakukan oleh Auditor dan atau pejabat lainnya untuk mengevaluasi dan menilai kine{a satuan/unit keg'a secara obyektif atas kegiatankegiatan manaj emennya. 7. Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap satu atau beberapa aspek manajemen. 73

8. 9. 10. ll. Pemeriksaan kasus adalah pemeriksaan bersifat pengusutan (investigasi) yang dilakukan berdasarkan temuan hasil pemeriksaan atau pengaduan masyarakat. Pengujian adalah salah satu kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara meneliti tentang kebenaran terhadap sejumlah dokumen dan atau barang dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pengusutan adalah salah satu kegiatan pengawasan fungsional untuk mencari bahanbahan, keterangan dan bukti-bukti tentang adanya dugaan penyalahgunaan wewenang, penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Verifikasi adalah salah satu kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan untuk mengetahui kebenaran atas bahan, keterangan dan bukti. 12. Penilaian adalah salah satu kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dalam menentukan seberapa besar pencapaian target dengan rencana yang telah ditetapkan. 13. 14. 15. Auditor adalah Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan di instansi pemerintah. Departemen adalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Pasal 2 Pengawasan ditujukan untuk : a. mendukung pencapaian visi, misi dan sasaran Departemen; b. mencapai ketaatan dan kepatuhan aparat Departemen dan mitra ke{a terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. mewujudkan pemerintahan bersih, transparan dan bebas dari unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); d. memelihara dan meningkatkan citra Departemen. 74

Pasal 3 Sasaran pengawasan mencakup : a. tercapainya tertib administrasi, tertib manajemen dan tertib program; b. tercapainya penurunan dan bahkan menghilangkan sama sekali segala bentuk penyalahgunaan wewenang, penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. tercapainya peningkatan kualitas pelayanan satuan kerja; d. tercapainya efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya mencakup anggaran, personil dan perlengkapan; e. tercapainya pemberantasan segala bentuk KKN. Pasal 4 Ruang lingkup pengawasan mencakup : a. unit kerja di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; b. Unit Pelaksana Teknis Departemen Tenaga Kef a dan Transmigrasi di Daerah; c. penyelenggaraan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian pada Pemerintahan Propinsi, Kabupaten/Kota; d. penyelenggaraan fungsi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang tidak menjadi kewenangan dan atau tidak dilakukan oleh Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/Kota; e. penyelenggaraan fungsi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di luar negeri. Pasal 5 Pengawasan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian terdiri dari pengawasan melekat (WASKAT), pengawasan fungsional oleh Inspektorat Jenderal (WASFLJNG), pengawasan oleh lembaga pengawasan lainnya dan pengawasan oleh masyarakat (wasmas). 75

BAB III PENGAWASAN FUNGSIONAL Pasal 9 (l) Pengawasan fungsional di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di pusat dan di Daerah dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. (2) Pengawasan fungsional ditujukan terhadap pelaksanaan fungsi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di dalam dan di luar negeri serta pelaksanaan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Pasal 10 (l) Inspektur Jenderal menetapkan petunjuk teknis operasional pelaksanaan pengawasan fungsional di Daerah. (2) Prioritas pengawasan fungsional ditetapkan sesuai kebijakan Pemerintah di bidang pengawasan dan kebijakan Menteri. Pasal 1l Dalam melaksanakan pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada pasal 9 Inspektorat Jenderal terdiri dari : a. Inspektorat I; b. Inspektorat II; c. Inspektorat III; d. Inspektorat IV. Pasal 12 (l) Inspektorat I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di lingkungan Direktorat Jenderal pembinaan dan penempatan Tenaga Ke{a Luar Negeri, Direktorat Jenderal pembinaan pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri, dan pengawasan fungsional di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di propinsi Jawa Timur, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. 77

(2) Inspektorat II mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di lingkungan Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dan pengawasan fungsional di bidang ketenagake{aan dan ketransmigrasian di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bali, dan lrian Jaya. (3) Inspektorat III mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang ketenagake{aan dan ketransmigrasian di lingkungan Direktorat Jenderal Mobilitas Penduduk, Direktorat Jenderal Pemberdayaan sumber Daya Kawasan Transmigrasi, dan pengawasan fungsiohal di bidang ketenagake{aan dan ketransmigrasian di Propinsi Jawa Barat termasuk Banten, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera utara, Sumatera Selatan termasuk Bangka Belitung, Sulawesi Utara termasuk Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Maluku termasuk Maluku Utara. (4) Inspektorat IV mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan, Badan Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, Badan Informasi Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, dan pengawasan fungsional di bidang ketenagake{aan dan kehansmigrasian di Daerah Istimewa Yogyakarta, Propinsi Jawa Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pasal 13 (1) pengawasan fungsional terdiri dari kegiatan pemeriksaan, pengujian, pengusutan, verifikasi dan penilaian' (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi : a, b. c. d. e. f. o pemeriksaan operasional; pemeriksaan khusus; pemeriksaan kasus; inspeksi pimpinan; inspeksi mendadak; supervisi; monitoring tindak lanjut hasil pengawasan. (3) Inspektur Jenderal menetapkan petunjuk teknis tala cara pemeriksaan. 78

Pasal 14 (1) Pengawasan fungsional dilaksanakan berdasarkan program kerja pengawasan. (2) Program kerja pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi Program Keq'a Pengawasan Tahunan (PKPT) dan Non Program Kerja Pengawasan Tahunan (Non PKPT). (3) PKPT disusun dan ditetapkan bersama-sama antara Inspektorat Jenderal dengan Lembaga Pengawasan dan Instansi terkait lainnya. (4) Non PKPT disusun dan ditetapkan oleh Inspektorat Jenderal. Pasal 15 (l) Pengawasan fungsional dilakukan oleh Auditor dan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Inspektur Jenderal. (2) Auditor dan atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mempunyai tugas : a. melakukan pemeriksaan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan program pengawasan; b. melakukan pengujian, pengusutan, verifikasi dan penilaian. Pasal 16 Dalam melaksanakan tugas, Auditor dan atau pejabat lain yang ditunjuk berwenang : a, meminta, menerima, mengusahakan dan memperoleh dokumen, barang atau benda serta keterangan dan informasi lainnya dari pihak tertentu; b. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan di tempat pekeg'aan dan tempat lainnya; c. menerima, mempelajari dan menelaah hasil pemeriksaan lembaga pengawasan lainnya dan pengaduan masyarakat; d. memanggil pejabat dan atau mantan pejabat serta pegawai lainnya yang diperlukan keterangannya; 79

e' menyampaikan saran / rekomendasi kepada Inspektur Jenderal atau pejabat lain yang memberikan perintah atas hasil pemeriksaan yang telah dilalcukan; f. melakukan monitoring tindak lanjut hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal, lembaga pengawasan lainnya dan pengaduan masyarakat. Pasal 17 (l) Temuan pengawasan fungsional berupa temuan positif dan temuan negatif. (2) Temuan pengawasan positif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) adalah temuan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mendukung pencapaian visi, misi dan program Departemen. (3) Temuan pengawasan negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) adalah temuan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karenanya merugikan pencapaian visi, misi dan program Departemen. (4) Seluruh jumlah dan jenis temuan pengawasan wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada obyek pemeriksaan. (5) Obyek pemeriksaan wajib menindaklanjuti seluruh temuan pengaw.lsan. Pasal 18 (l) Temuan hasil pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat(l) harus dikaji dan dianalisis. (2) Kajian dan analisis sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) dilakukan berdasarkan standar audit yang telah ditetapkan. BAB IV PENGAWASAN MASYARAKAT Pasal 19 Pengawasan masyarakat bersumber dari : a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); b. Media Massa; c. KelompokMasyarakat; d. Perorangan. 80

Pasal 20 (1) Pengawasan masyarakat yang disampaikan ke Departemen, diadministrasikan, dikaji dan diteliti oleh lnspektorat Jenderal. (2) Pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib ditindaklanjuti oleh unit-unit kerja terkait. (3) Pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal melalui pemeriksaan kasus. TINDAK LANJUifi ISYL PENGAWASAN Pasal 21 Unit / satuan kefa dan obyek pemeriksaan wajib menindaklanjuti seluruh temuan pengawasan melekat, temuan pengawasan fungsional, temuan pengawasan lembaga pengawasan lainnya dan pengawasan masyarakat' Pasal 22 (l) Tindak lanjut hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada pasal 2l berupa : a. tindakan administratifkepegawaian; b. tuntutan ganti rugi (TGR), tuntutan perbendaharaan (TP) dan pengenaan denda; C, tuntutan Pidana; d. penyempurnaan kelembagaan, ketatalaksanaan, kebijakan dan peraturan perundang-undangan; e. pemberianpenghargaan. (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilalcukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Monitoring dan evaluasi tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan oleh Inspelctorat Jenderal. 81

Pasal 23 Petunjuk pelaksanaan tentang tata cara tindak lanjut hasil pengawasan fungsional, pengawasan oleh lembaga pengawasan lainnya dan pengawasan masyarakat di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian diatur lebih lanjut oleh Inspektur Jenderal. BAB VI PELAPORAN Pasal 24 (l) Hasil pengawasan melekat sebagaimana dimaksud pada pasal 8 dirumuskan secara tertulis dalam bentuk laporan realisasi Program Peningkatan Pelaksanaan Pengawasan Melekat dan laporan pelaksanaan tindak lanjut pengawasan melekat. (2) Perumusan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan oleh masingmasing unit eselon II di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bahan laporan Program Peningkatan Pelaksanaan Pengawasan Melekat dari Menteri kepada Instansi yang menangani pengawasan melekat. Pasal 25 (l) Hasil pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada pasal 9 dirumuskan secara tertulis dan disusun dalam bentuk laporan hasil pengawasan. (2) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disusun oleh Inspektur Jenderal disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada instansi terkait dan pejabat eselon I bersangkutan. (3) Laporan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan disampaikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada instansi terkait. (4) Laporan hasil pengawasan fungsional disampaikan oleh Menteri kepada Presiden sesuai ketentuan yang berlaku. 82

Pasal 26 (1) Hasil pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada pasal 19 dirumuskan secara tertulis dan disusun dalam bentuk laporan hasil pengawasan masyarakat. (2) Laporan hasil pengawasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disusun oleh Inspektur Jenderal disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada instansi terkait dan pejabat Eselon I bersangkutan. (3) Laporan hasil pengawasan masyarakat atas petunjuk Menteri dapat disampaikan kepada pelapor. Pasal 27 Petunjuk pelaksanaan tentang tata cara pelaporan hasil pengawasan fungsional, pengawasan oleh lembaga pengawasan lainnya dan pengawasan masyarakat di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian diatur lebih lanjut oleh Inspektur Jenderal. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP 23 / MEN / 1997 dan Peraturan Menteri Transmigrasi dan PPH Nomor PER 32 / MEN / 1999 dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29 Selama petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri ini belum diterbitkan, maka ketentuanketentuan yang mengatur pengawasan di lingkungan Departemen Tenaga Ke{a dan Transmigrasi tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan. 83

Pasal 30 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta padatanggal 13 Februari 2002 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd JACOBNUWAWEA 84