II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR

dokumen-dokumen yang mirip
J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun

KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN DENGAN PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Oleh OKTAVIA LESTARI F

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Korosi merupakan efek yang paling merusak pada logam, oleh karena itu untuk melindungi bagian-bagian logam dari korosi dapat digunakan banyak cara,

I. PENDAHULUAN. dari kemiringan rendah hingga sangat curam (Gumbira-Sa id et al., 2009).

EKSTRAKSI DAUN GAMBIR MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL-AIR Oleh: Komalasari, ST.,MT., Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Dr. Ahmad Fadli.

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

II. TINJAUAN PUSTAKA

TANIN. IWAN RISNASARI Shut Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

Mulat Sari Widhiasih 13/348224/TK/40835 Francisca Larasati 13/348226/TK/

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

I. PENDAHULUAN. Ternak itik yang berkembang sekarang merupakan keturunan dari Wild

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

BAB III METODE PENELITIAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

I. PENDAHULUAN. Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

Mengapa Air Sangat Penting?

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III GOLONGAN FENOL

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

KAJIAN PEMBUATAN GAMBIR BUBUK DARI DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) KERING MENGGUNAKAN SPRAY DRYER. Oleh : PRAMITA SARI ANUNGPUTRI F

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KAJIAN TEKNO EKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KATEKIN DAN TANIN DARI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) Oleh: SHANTY RAHARJO PRATAMA F

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

Bab III Bahan dan Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id et al., 2009)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

4 Pembahasan Degumming

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994 dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub-klas : Monocotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiceae Genus : Uncaria Spesies : Uncaria gambir Roxb. Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira- Sa id, et al. 2009a). Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5 tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada 40 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1. 4

Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir (Gumbira-Sa id, et al., 2009b) Menurut Sastrapradja et al., (1980) dalam Nazir (2000), tanaman gambir ditemukan liar di hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, dan di Semenanjung Malaya. Di samping itu, tanaman gambir juga dibudidayakan di Jawa, Bali, dan Maluku. Tanaman ini umumnya tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. B. GAMBIR Gambir atau gambir asalan merupakan produk yang berasal dari ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang telah dikeringkan. Dalam perdagangan dunia, gambir dikenal sebagai gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Daun dan ranting merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai ekonomi. Senyawasenyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam (Hadad et al., 2007 dalam Gumbira-Sa id, et al. 2009a). Komponen-konponen kimia yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 1. 5

Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir No. Nama Komponen Jumlah (%) 1 Catechin 7 33 2 Asam catechutannat 20 55 3 Pyrocathecol 20-30 4 Gambir flouresensi 1 3 5 Red Catechu 3 5 6 Quersetin 2 4 7 Fixed oil 1 2 8 Lilin 1 2 9 Alkaloid Sedikit Sumber : Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira Sa id, et al. (2009a) Berikut ini merupakan karakteristik umum komponen-komponen yang terkandung dalam gambir (Thorpe dan Whiteley, 1921; Nazir, 2000 dalam Gumbira-Sa id, et al. 2009a): 1. Katekin Katekin (C 15 H 14 O 6 ) tergolong dalam jenis pseudotanin dan termasuk polifenol antioksidan yang bersifat dapat larut dalam alkohol dingin, air panas, serta asam asetat glasial dan aseton. Katekin sukar larut dalam air dingin dan eter, selain itu tidak larut dalam CHCl 3, metil eter dan benzene. Katekin membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb(CH 3 COO) 2. Katekin menghasilkan larutan yang berwarna biru jika bereaksi dengan FeCl 3. Jika katekin bereaksi dengan pine wood dan HCl akan terbentuk phloro glucinol. Menurut Muchtar (2000), senyawa katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, jika dalam bentuk kering berbentuk kristal berwarna kuning. Struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur Kimia Katekin (Nazir, 2000) 6

2. Asam catechutannat Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam eter. Asam catechutannat membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb (CH 3 COO) 2 dan membentuk endapan berwarna hijau jika bereaksi dengan CHCl 3. Asam catechutannat bereaksi dengan pine wood dan HCl membentuk reaksi phloro glucinol. Asam catechutannat disebut anhydride dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110 o C dengan larutan alkali karbonat. Struktur kimia asam catechutannat dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000) 3. Pyrocathecol Pyrocathecol larut dalam air, alkohol, eter, benzene, klorofom dan larut baik pada piridin dengan larutan bersifat basa, jika dipanaskan akan membentuk catechol. Pyrocathecol membentuk warna hijau dengan FeCl 3 dan membentuk endapan dengan brom. Larutannya dalam air cepat berwarna coklat. Pyrocathecol dapat mereduksi perak amoniakal dan larutan Fehling. 4. Gambir flouresensi Gambir flouresensi dapat dilihat apabila larutan gambir dikocok dengan petroleum eter dalam suasana sedikit basa. Gambir flouresensi pada lapisan petroleum eter akan terlihat perpendaran berwarna hijau. 5. Red catechu Red catechu merupakan gambir yang memberikan warna merah. 6. Fixed oil Fixed oil merupakan minyak yang sukar menguap. 7

7. Quersetin Quersetin (C 15 H 10 O 7 ) merupakan senyawa turunan flavonoid tanaman yang larut dalam air dan alkohol. Warna quersetin berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan. Quersetin memiliki manfaat sebagai antiinflammatory dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang menguntungkan lainnya. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin (Gumbira-Sa id, et al. 2009a) 8. Lilin Lilin terdapat pada permukaan daun gambir. Lilin merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol. 9. Alkaloid Alkaloid terdapat tujuh jenis alkaloid pada tanaman gambir yaitu dihidrogambir taninna, gambirdina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambir-tanina. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa (tanin kondensasi). Tanin tersebut merupakan turunan dari flavanol yang tidak dapat dihidrolisis dengan asam ataupun basa. Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Di Malaysia, gambir digunakan untuk obat luka bakar, sedangkan rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta obat kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern, gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, antara lain: sebagai bahan baku obat penyakit hati dan bahan baku permen yang melegakan tenggorokan bagi perokok di Jepang (Nazir, 2000). 8

Gambir dapat dimanfaatkan dalam industri kulit, tekstil, dan kosmetika. Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit dalam industri kulit. Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat warna. Gambir digunakan sebagai pembantu untuk mendapatkan warna coklat dan kemerah-merahan pada pembuatan kain batik. Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000). Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambar beberapa jenis gambir dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia (Gumbira-Sa id, et al. 2009a) a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch; d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block Gambir asalan diolah melalui beberapa tahapan yaitu perebusan, pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan. Pada tahap pengolahan secara tradisional terjadi penurunan kadar catechutannatnya karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Zammarel dan Risfaheri, 1991 dalam Gumbira-Sa id, et al. 2009a). Diagram alir pembuatan gambir rakyat dapat dilihat pada Gambar 6. 9

Daun Perebusan Pengepresan Pengendapan Penirisan Pencetakan Pengeringan Gambir Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id, et al. 2009a) Berdasarkan laporan Gumbira-Sa id, et al. (2009b), secara rinci urutan proses pengolahan gambir yang dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebagai berikut: 1. Perebusan daun Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3-4 kg per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dari anyaman bambu, di dalamnya terdapat jala rajut dari plastik atau tali kulit, kemudian dimasukkan ke dalam wajan yang berisi air yang sudah mendidih terlebih dahulu. Lama perebusan berkisar antara 1-1,5 jam. Selama perebusan dilakukan pembalikan bahan agar pematangam terjadi secara merata. Gulungan daun gambir dibolak- 10

balik sambil ditusuk-tusuk dengan kayu untuk memberi jalan air panas agar perebusan merata. 2. Pengempaan Setelah daun gambir selesai direbus dan diangkat, daun kemudian dililit kembali oleh rajut agar daun tetap berada dalam gulungan. Air bekas rebusan disiramkan kembali ke daun yang akan dikempa karena masih banyak asam samak yang terlarut dalam proses perebusan. Alat kempa yang digunakan dapat berupa kempa yang terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan panjang kayu sekitar tiga meter. Proses pengempaan membutuhkan waktu sekitar 60 menit. 3. Pengendapan Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan dimasukkan ke dalam sebuah tempat pengendapan terdiri dari kayu mirip perahu yang disebut peraku. Pengendapan memerlukan waktu sekitar 8-12 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal seperti pasta tetapi lebih encer. 4. Penirisan Alat penirisan terbuat dari kain blacu, tali, dan alat pemberat seperti kayu dan lain-lain. Getah dalam bentuk pasta encer dimasukkan ke dalam kain blacu, diikat dan dipres lagi dengan alat pemberat agar pasta yang terjadi lebih pekat dan dapat segera dicetak. Penirisan biasanya memerlukan waktu 10-20 jam, tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan. 5. Pencetakan Bentuk cetakan gambir terdiri dari tiga macam. Untuk konsumsi dalam negeri (makan sirih), gambir dicetak berbentuk silinder cekung. Untuk tujuan ekspor atau industri batik, penyamak dan lain-lain, gambir dicetak berbentuk koin dan silinder. Setiap kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar 25-30 menit per orang. 6. Pengeringan 11

Pengeringan merupakan proses terakhir dalam pengolahan gambir. Gambir hasil cetakan kemudian diletakkan di atas tempat seperti baki, kemudian dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung, gambir dikeringkan di atas tungku perebusan daun. Pengeringan memerlukan waktu dua hingga tiga hari tergantung pada cuaca. C. TANIN Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari hutan tanaman industri seperti akasia (Acacia sp), eukaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin memberikan bau dan rasa yang khas dan memberikan warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Berdasarkan Hathway (1962), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar dari 2000. Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol yang dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolizable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin terdapat juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki bobot molekul tinggi (Pizzi, 1983). Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat 12

warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin terkondensasi). Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mudah terhidrolisis dengan asam, basa, dan enzim yang membentuk asam galat dan beberapa asam lainnya (Tyler dalam Yeni et al., 2004). Contoh struktur molekul tanin terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 7 dan tanin terkondensasi pada Gambar 8. Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis (Gross, 1992). Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi (Copriady, 2002) Tanin terkondensasi terjadi melalui biosintesis dengan cara kondensasi katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan kemudian membentuk senyawa oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan putus dan dibebaskan monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis merupakan senyawa ester dari gula sederhana. Ikatan ester tersebut dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas yaitu galotanin (ester asam galat dan glukosa) dan ellagitanin (ester asam heksahidroksiidefenat dan glukosa) (Harbone, 1987). 13

Menurut Browning (1966), sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan fenolik-oh yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat diuraikan adalah sebagai berikut: 1. Sifat kimia tanin a. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan bersifat koloid. Oleh karena itu, di dalam air bersifat koloid dan asam lemah b. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya c. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi tersebut digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama d. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,89 0 C-101,67 0 C e. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim f. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimerpolimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen 2. Sifat fisik tanin a. Umumnya tanin mempunyai bobot molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin tidak berbentuk (amorf) dan tidak mempunyai titik leleh b. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut c. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astringent) d. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka 14

e. Tanin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan merupakan racun Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil digunakan sebagai pewarna. Tanin dapat digunakan untuk mewarnai sutera, wool, dan kain batik. Dalam industri farmasi, tanin dapat digunakan sebagai obat anti diare, obat kumur, dan obat sakit kulit (Nazir, 2000 dalam Yeni, et al.,2004). Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust inhibitor) (Gumbira-Sa id, et al. 2009a). Tanin dapat berfungsi sebagai zat yang dapat membersihkan dan menyegarkan mulut sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Tanin juga memiliki fungsi sebagai zat antibakteri. Secara garis besar, mekanisme tanin sebagai zat antibakteri adalah sebagai berikut: toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin sendiri (Akiyama, et al. 2001). Menurut Masduki (1996), tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik D. EKSTRAKSI TANIN Ekstraksi merupakan unit operasi yang melibatkan pemisahan komponen-komponen pembentuk suatu bahan dengan cara melarutkannya ke dalam cairan lain (pelarut). Metode yang paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur semua bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950). Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air karena lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah senyawa polifenol yang terikut dalam ekstrak tanin tersebut (Hathway, 15

1962). Fengel (1993) menambahkan dalam proses ekstraksi, tanin yang dihasilkan bukan merupakan tanin murni tetapi masih mengandung unsurunsur lainnya. Tanin yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol. Proses ekstraksi tanin yang berasal dari gambir asalan merupakan serangkaian proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan produk tanin dan katekin. Proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan tanin dapat dilihat pada Gambar 9. Gambir Asalan Pelarutan dalam Air Panas Pendinginan Komponen Larut Komponen Tidak Larut Pemerasan Pasta Pencucian Berulang (Dengan Air Dingin) Filtrat Tanin Pasta Pelarutan Dengan Etanol Senyawa Non Katekin Pengeringan Pengeringan Pengeringan Katekin Adhesiv e Tanin Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin (Gumbira-Sa id, et al. 2009a) 16

Menurut Syafii (2000), tanin yang terdapat pada kulit Acacia decurrens dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kulit pada suhu dan waktu tertentu serta jenis pengekstrak tertentu, tergantung pada asal bahan baku. Suhu dan lama ekstraksi merupakan faktor yang perlu untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi efisiensi dalam proses ekstraksi. Pada pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan diperoleh tanin dalam jumlah yang besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena komponen non tanin yang terlarut semakin besar. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut akan meningkat dengan meningkatnya suhu karena peningkatan suhu akan mempermudah penetrasi pelarut dalam sel bahan. Namun, penggunaan suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan senyawa tertentu yang tidak stabil pada kondisi tersebut (Houghton dan Raman, 1998). Menurut Bernardini (1983), beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan, pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan serta pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekstraksi dan suhu ekstraksi. E. PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER) Proses pengeringan semprot adalah proses yang mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi (Filkova dan Mujumdar, 1995). Alat pengering semprot digunakan untuk mengeringkan larutan, campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar (Wirakartakusumah et al., 1989). Teknik pengeringan semprot didasarkan pada prinsip penyemprotan produk ke dalam suatu kamar (ruangan) yang diisi dengan udara panas tersirkulasi dalam bentuk butiran kecil sehingga suhu permukaannya meningkat dan memungkinkan transfer panas yang cepat. Butiran-butiran tersebut kemudian dibawa udara panas dan disirkulasi sehingga menyerap panas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Uap air hasil evaporasi 17

diserap oleh udara dan dikeluarkan dari alat pengering semprot. Serbuk kering kemudian jatuh ke bawah dan ditampung dalam wadah tertentu (Speer, 1998). Keunggulan pengering semprot antara lain adalah sifat dan mutu produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam, partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo, 2006). Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979). Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengeringan (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%. Residence time pada alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan mempunyai ukuran 10-500 µm (Canovas dan Mercado, 1996). Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer, cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat pengontrol. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1) atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bagian dan tahapan proses pada pengering semprot dengan susunan open cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 10. 18

Tahap 1 Atomisasi Bahan Udara Tahap 4 Pemisahan Produk Dari Udara Kering Tahap 2 Kontak partikel uadara Scrubber Ruang Pengering Siklon Tahap 3 Evaporasi Produk Gambar 10. Bagian dan Tahapan Proses pada Pengering Semprot dengan Susunan Open Cycle Concurrent (Master, 1979) 19