1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam pembangunan nasional yang dikembangkan melalui upaya kesehatan. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, alinea IV yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Menurut Henrik L. Blum dalam health and well being paradigm, pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan masyarakat selain perilaku, keturunan, dan lingkungan. Pelayanan kesehatan ini meliputi sumber daya manusia dan sumberdaya non manusia. 1 Pencapaian derajat kesehatan yang optimal harus diwujudkan dalam berbagai upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan 1 Muninjaya, A. A. Gede, 2004, Manajemen Kesehatan, edisi ke-2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hlm. 13.
2 dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat. Pelaksanaan upaya kesehatan merupakan implementasi dari hak warga Negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak kesehatan dan pelayan kesehatan juga diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu setiap orang berhak akan kesehatan. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan baik untuk jenis perorangan dan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dan kualifikasi minimum. Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan ini harus sesuai dengan ketentuan bahwa ; 2 1. Dilaksanakan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, 2 Notoatmodjo, Soelidjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jkarta, hlm. 55
3 2. Tenaga kesehatan wajib memiliki ijin dari pemerintah, 3. Dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi, dan 4. Harus memenuhi ketentuan kode etik standar profesi, hak pengguna pelayan kesehatan, standar pelayannan dan standar prosedur operasional yang baku digunakan. Pengertian rumah sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. rumah sakit juga merupakan salah satu subsistem pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. 3 Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit, selain persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, kefarmasian dan peralatan. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, menjabarkan persyaratan SDM yang harus dimiliki oleh rumah sakit yaitu tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit dan tenaga nonkesehatan. Sesuai dengan pasal 1 ayat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 3 Munindjaya, A. A. Gede, op. cit, hlm. 202
4 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan dan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 4 Berdasarkan definisi tersebut maka tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan semua bidang keahliannya, namun dalam penyelenggaraanya setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah, sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa akan mendapatkan pelayanan yang aman, terjamin serta masyarakat maupun tenaga kesehatan sendiri juga terlindungi dari hukum. Tentu saja tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan utama rumah sakit yang menempatkan dokter dan perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dalam hubungannya dengan upaya penyembuhan pasien. Dalam pandangan masyarakat, lingkup pekerjaan dokter dan perawat merupakan hal yang sulit dibedakan, namun secara normatif lingkup dan batas-batas kewenangan dokter dan perawat diatur dalam peraturan perundang-undangan sesuai bidang ilmu dan kompetensinya. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu perlindungan hukum bagi pasien, dokter dan perawat dalam pelayanan 4 Soekanto, Soerjono, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, hlm.99.
5 kesehatan. 5 Pengertian perawat dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana hal tersebut juga di atur di dalam Peraturan Menteri kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 jo. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Secara umum praktik keperawatan dalam tatanan pelayanan kesehatan dapat terlaksana dalam tiga lingkup, yaitu: 1. Pelaksananaan tindakan mandiri perawat berupa asuhan keperawatan; 2. Pelaksanaan tindakan kedokteran ( medis ) berdasarkan instruksi dokter; 3. Pelaksanaan asuhan keperawatan dan tindakan medis tanpa pelimpahan wewenang dokter (mandiri). Lingkup praktik keperawatan ini dilakukan dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang atau pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, serta bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak ada dokter dalam rangka menjalankan tugas pemerintah. Dalam kurikulum pedidikan keperawatan, baik tingkat Diploma 5 Praptianingsih, Sri, Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, PT. Raja Grafindo Persadja, Jakarta, hlm.25.
6 maupun Strata satu (S1) terdapat skill station yang mengajarkan tindakantindakan dalam memberikan asuhan keperawatan maupun tindakan medis, misalnya heching luka dan tindakan pemberian obat. Obat dapat diberikan baik secara oral maupun parental (melalui pembuluh darah), dimana pemberian obat parenteral merupakan tindakan invasif yang hanya dapat dilakukan perawat atas delegasi dokter, sehingga tanpa adanya pendelegasian perawat tidak berwenang memberikan obat parental meskipun secara keterampilan perawat mahir melakukannya. Penjabaran wewenang perawat yang tercantum dalam Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan, mempertegas bahwa sesungguhnya tindakan mandiri perawat bersifat caring yang bertujuan untuk upaya peningkatan kesehatan, mempertahankan kesehatan optimal pasien, pencegahan penyakit dan pemulihan. Fakta yang terjadi di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit adalah kebanyakan tindakan medis bersifat diagnostik dan terapi dilakukan oleh tenaga perawat seperti pemasangan infus, injeksi, heacting, anestesi lokal, pengambilan sampel darah dan hal lain yang bersifat invasif. Padahal tindakan tersebut bukan merupakan kewenangan perawat. Tindakan medis hanya dapat dilakukan oleh perawat dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa dan tidak ada dokter di tempat kejadian.
7 Disahkannya Undang-udang Republik Indonesia No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan pada tanggal 25 September 2014 yang lalu, memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan berbagai peraturan pemerintah termasuk didalamnya perlindungan hukum bagi perawat. Berikut perbedaan Sebelum dan sesudah disahkannya Undang-Undang Keperawatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan praktik dan perlindungan hukum dari perawat diantaranya: Tabel 1.1 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Disahkannya Undang-Undang Keperawatan Sebelum Sesudah 1. Klasifikasi terhadap tenaga kesehatan hanya 1. latar belakang perawat menjadi lebih jelas dan secara dikotomis (tenaga terstruktur. Pada Undang- sarjana dan bukan sarjana) belum juga tercantum berbagai jenis tenaga Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan diatur mengenai sarjana kepeawatan pendidikan perawat (perawat seperti sekarang vokasional dan perawat profesional). 2. Pada keadaan tertentu 2. Kepastian dan perlindungan
8 tenaga medis dengan pendidikan rendah dapat hukum untuk perawat sebagaimana tertulis di dalam diberikan kewenangan Pasal 3 Undang-Undang terbatas menjalankan pekerjaannya untuk tanpa Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan pengawasan langsung. 3. Perawat ditetapkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus bergantung pada tenaga kesehatan lain. Perawat rasanya masih jauh dari kewenangan bertanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri. Hal ini tercermin dengan adanya sebutan paramedis 3. Pembentukan konsil keperawatan 4. Perawat diijinkan melakukan praktik keperawatan mandiri di Indonesia dengan syarat yang ditentukan oleh Konsil Keperawatan. 5. Kejelasan hukum bagi perawat asing. 6. Kejelasan dalam memberikan pelayanan kepada pasien sebagaimana tercantum dalam Bagian Kedua, Pasal 29 s/d 4. Tidak diatur secara tegas Pasal 35 Undang-Undang mengenai perlindungan Republik Indonesia Nomor 38
9 hukum bagi seluruh aktivitas yang dilakukan Tahun 2014 tentang Keperawatan oleh perawat termasuk di dalamnya tindakan memberikan keperawatan, pendidikan, nasehat, dan konseling dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan. Rumah Sakit Cakra Husada, merupakan salah satu rumah sakit swasta dipusat kota Klaten. Dengan visi-nya, Rumah Sakit Dengan Pelayanan Cepat, Tepat, Professional, dan Moderen, maka rumah sakit ini menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan dan administrasi. Selain menjalankan fungsi tersebut, Rumah Sakit Cakra Husada juga merupakan lahan praktik bagi institusi pendidikan kesehatan, lahan penelitian kesehatan dan non kesehatan, rujukan magang dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia kesehatan di wilayah Klaten. 6 Sebagai salah satu rumah sakit swasta yang cukup dikenal masyarakat Klaten, Rumah Sakit Cakra Husada memiliki tenaga medis juga perawat dengan jenjang pendidikan yang berbeda dengan jumlah total 86 perawat beserta bidan yang ditempatkan sebagai PLK Medis, 6 RS Cakra Husada, 2014, Profil Rumah Sakit Cakra Husada Klaten Tahun 2014.
10 Supervisor, Kepala Unit dan Karu. Berdasarkan data yang diperoleh, 80 perawat di Rumah Sakit Cakra Husada berjenjang pendidikan Diploma 3 (D3) dan 6 diantaranya berjenjang pendidikan Strata 1 (S1). Perawat dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit Cakra Husada tidak lepas dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan menjalankan sejumlah tindakan medis yang merupakan wewenang dokter. Hal ini berarti secara hukum, perawat melakukan suatu tindakan di luar kewenangan, namun jika diabaikan, maka upaya penyembuhan pada pasien akan terganggu. Dengan demikian perlu adanya perlindungan hukum bagi mereka dalam melaksanakan suatu tindakan medis dalam pelayanan kesehatan. Terlebih sebagian besar diantaranya merupakan perawat dengan jenjang pendidikan Diploma 3 yang dalam tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya tentu saja terbatas. Rumah sakit sebagai organisasi yang terdiri atas berbagai profesi tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, diharapkan mempunyai suatu regulasi internal yang mengatur atau mengimplementasikan pelimpahan wewenang pelaksanaan tindakan medis kepada perawat. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjabarkan kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan kedalam suatu kebijakan internal yang mengatur secara teknis, menjamin pelayanan kesehatan dapat tetap berlangsung, pendelegasian dapat terlaksana dengan baik, serta dapat memberikan
11 perlindungan hukum bagi perawat dalam tindakan medis khususnya dalam hal pendelegasian wewenang serta pelaksanaan tindakan medis yang tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Sehingga regulasi tersebut dapat menjadi acuan apabila terjadi kesalahan dalam tindakan medis yang menimbulkan suatu tanggung gugat dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan pemaparan bahasaan diatas, Penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum bagi Perawat Dalam Tindakan Medis Di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten, Pasca Disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 Tentang Keperawatan. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan tindakan medis oleh perawat dalam pelimpahan wewenang dari dokter kepada perawat di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten, jika di tinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi perawat yang mendapat delegasi tindakan medis di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan? C. Tujuan Penelitian
12 Penelitian yang dilakukan penulis memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan obyektif a. Mengetahui dan memahami pelaksanaan tindakan medis oleh perawat dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten, jika di tinjau dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. b. Mengetahui dan memahami perlindungan hukum bagi perawat yang melaksanakan tindakan medis di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten pasca disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. 2. Tujuan subyektif Penilitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sebagai bahan dasar dalam rangka menyusun proposal penelitian atas syarat ujian mata perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Perlindungan Hukum Bagi Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Pasca Disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 Tentang Keperawatan adalah baru pertama kali dilakukan Di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten. Untuk melihat keaslian penelitian, penulis telah melakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi dan hasil penelitin. Berdasarkan
13 pencarian penulis menemukan penulisan hukum yang memiliki kesamaan dengan penulis lakukan, beberapa diantaranya sebagai berikut: 1. Tesis karya Samuel Josua Termas yang berjudul Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Perawat Di Daerah Kepulauan Kabupaten Maluku Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kepulauan di Kabupaten Maluku Tengah, implementasi perlindungan hukum terhadap perawat yang menjalankan praktik di Daerah Kepulauan Kabupaten Maluku Tengah, dan kebutuhan adanya payung hukum bagi perawat yang menjalankan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kepulauan di Kabupaten Maluku Tengah. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan di daerah Kepulauan Kabupaten Maluku Tengah sebagian besar diberikan oleh perawat. Sebagian besar perawat menjalankan praktik mandiri dan tidak terbatas pada nursing care, tetapi juga medical care yang sebenarnya menjadi kewenangan dokter. Pahadal sebagain besar perawat (54,5%) hanya berpendidikan SPK, sedangkan menurut Pasal 2 Permenkes No. HK. 02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, perawat yang dapat menjalankan praktik mandiri minimal berpendidikan Diploma III (DIII) Keperawatan. Selain itu, para perawat tidak memiliki STR dan SIPP, sehingga dalam menjalankan praktik mandiri para perawat melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Permenkes No. HK.
14 02.02/MENKES/148/2010. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaanya terletak pada dasar hukum yang menjadi acuan bagi peneliti dalam menganalisis disertai dengan pasca berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Disamping itu perlindungan hukum peneliti terbatas pada tindakan medis yang dilakukan oleh perawat dengan jenjang pendidikan Diploma 3 (D3) pada Rumah Sakit Cakra Husada Klaten. 7 2. Tesis karya Luhut Pardomuan Sirait yang berjudul Upaya Perlindungan Hukum Bagi Dokter dan Perawat di RSUD Kota Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan standar pelayanan dan standard operating procedure oleh tenaga dokter dan perawat di pelayanan RSUD Koja, dan sejauh manakah perlindungan hukum diberikan kepada dokter dan perawat yang telah mematuhi standar pelayanan dan standard operating procedure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Medik dan Keperawatan belum melaksanakan sosialisasi, evaluasi dan pemantauan pelaksanaan standar pelayanan dan standard operating procedure. Komite Medik dan Keperawatan tidak memberikan bantuan dokter dan perawat untuk menghadapi tuntutan pasien. Hal yang berbeda dengan penelitian yang ditulis adalah peneliti hanya fokus pada tindakan medik yang 7 Termas, Samuel Josua, 2012, Implementasi Perlindungan Hukum Bagi Perawat Yang Menjalankan Praktik Di Daerah Kepulauan Kabupaten Maluku Tengah, Tesis, Program Magister Hukum Kesehatan, Unika Soegijapranata, Semarang
15 dilakukan oleh perawat dengan jenjang pendidikan Diploma 3 (D3). 8 3. Skripsi karya Adinta Patmaningtyas yang berjudul Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis Di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi antara perawat dengan pasien didasarkan pada kotrak terapeutis, untuk mewujudkan suatu hasil dari apa yang telah diperjanjikan serta perawat hanya akan dikenai pertanggung jawaban terkait dengan aspek (pidana, perdata dan administrasi) jika ada kelalaian dalam menjalankan tugas yang tidak sesuai dengan instruksi dokter. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaanya terletak pada tujuan dari penelitian penulis adalah tentang perlindungan hukum perawat atas tindkaan pendelegasian wewenang yang dilakukan oleh dokter kepada perawat pasca disahkannya Undang-Undnag Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Sementara skripsi karya Adinta Patmaningtyas hanya menjelaskan mengenani kedudukan hukum perawat serta pertanggung jawabannya berdasarkan hukum perjanjian serta tidak menghubungkannya dengan Undang-Undang keperawatan. E. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis 8 Sirait, Luhut Pardomuan, 2001, Upaya perlindungan hukum bagi dokter dan perawat di RSUD Koja Jakarta, Thesis, Program Studi Magister Ilmu Kesehatan MasyarakatUGM, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
16 Sebagai referensi pengembangan ilmu di bidang hukum kesehatan serta sebagai bahan acuan bagi peneliti di bidang hukum kesehatan. 2. Manfaat praktis a. Sebagai bahan kajian untuk melakukan evaluasi dan atau penyusunan kebijakan yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi perawat yang melaksanakan tindakan medis di rumah sakit pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak lain yang berhubungan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan hal-hal yang dibahas dalam penulisan hukum ini.