BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

LOGO. Dosen Pembimbing: Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si Dr.rer.nat.Ir. Maya Shovitri, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PANDAHULUAN. Adanya cahaya, akan mempengaruhi suhu di bumi. Suhu banyak diaplikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus tanpa diikuti upaya pemulihan kesuburannya. Menurut Bekti

BAB I PENDAHULUAN. bersifat sebagai katalisator yaitu zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

1.3 TUJUAN PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Inokulum Terhadap Kadar Serat Kasar dan Protein Kasar Onggok

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Sampah merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia yang sampai saat ini

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

POTENSI ISOLAT KAPANG KOLEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI BIOLOGI ITS DALAM MENDEGRADASI PEWARNA AZO ORANGE II

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. energi karena cadangan energi fosil yang terus menurun. Mengantisipasi masalah

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PERNYATAAN SKRIPSI...

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah yang digemari, selain rasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

KADAR BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA (DIENDAPKAN 5 HARI) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

I. PENDAHULUAN. itu, diperlukan upaya peningkatan produksi etanol secara besar-besaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat petunjuk ilmu maupun manfaat tersendiri dan kewajiban manusia sebagai ulil albab yaitu mempelajari dan meyakininya. Manusia dapat memikirkan dan mengambil pelajaran serta ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalamnya. Allah SWT berfirman dalam al Qur an surat Ali-Imran [03]: 191, yang berbunyi: Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. Maksud dari ayat tersebut adalah segala ciptaan Allah SWT di alam semesta ini tidak ada yang sia-sia, semuanya akan bermanfaat jika dikelola dengan baik, seperti memanfaatkan limbah bagas tebu menjadi bioetanol yang ramah lingkungan. Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh dari produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (glukosa, amilum, atau selulosa) 1

2 menggunakan mikroorganisme. Etanol adalah salah satu senyawa alkohol yang mempunyai sifat berupa cairan yang tidak stabil, mudah terbakar, tidak berwarna, dan dengan rumus molekul C 2 H 5 OH (Idral dkk, 2012). Menurut Gunam dkk (2011), bioetanol merupakan komoditas yang dibutuhkan pada masa kini dan masa mendatang, serta akan mengalami peningkatan produksi yang signifikan karena banyaknya bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuataan bioetanol. Bahan yang digunakan dalam produksi bioetanol salah satunya adalah bagas tebu. Bagas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan bagas tebu sekitar 35 40% dari berat tebu yang digiling. Jumlahnya yang begitu banyak, maka bagas tebu akan memberikan nilai tambah untuk pabrik jika diberi perlakuan lebih lanjut. Bagas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti bioetanol (Susanto dkk, 2012). Menurut Baarri dan Fawaid (2013), diperkirakan kandungan polisakarida mencapai lebih dari 70% yang terbagi atas selulosa (50-55%) dan hemiselulosa (15-20%). Kandungan lignin diperkirakan hanya sekitar 20-30%. Menurut Artati, dkk (2010), komponennya terdiri dari hemiselulosa 20 32,2 %, selulosa 40,3 55,35 % dan lignin 11,2 15,27 %. Samsuri dkk (2007), juga menambahkan dalam hasil penelitiannya bahwa kandungan lignoselulosa pada bagas tebu kurang lebih sebesar 52,7% selulosa, 20% hemiselulosa, dan 24,2% lignin. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Hidrolisis secara enzimatis memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan hidrolisis asam,

3 antara lain tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif (Gunam dkk, 2011). Selulase merupakan suatu kompleks multienzim yang bekerja bersama-sama menghidrolisis selulosa menjadi glukosa (Lynd dkk, 2002). Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Menurut Purwadaria dkk (2003), kemampuan kapang sebagai mikroba pendegradasi selulosa dan hemiselulosa lebih efektif dibandingkan dengan bakteri, hal ini dikarenakan komponen enzim yang menguraikan selulosa (endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase) pada enzim kapang lebih tinggi dibandingkan enzim pada bakteri, terutama glukosidase. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah dari jenis Bulgaria, Chaetomium, Helotium (Ascomycetes), Coriolus, Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula (Basidiomycetes), Aspergillus, Cladosporium, Fusarium, Geotrichum, Myrothecium, Paecilomyces, Penicillium, dan Trichoderma (Deuteromycetes) (Lynd dkk, 2002). Menurut Surakhman (2013), dalam hasil penelitiannya dengan menggunakan uji semikuantitatif menunjukkan bahwa isolat kapang yang menghasilkan selulase tertinggi adalah dari genus Trichoderma, Botrytis, dan Gliocladium dengan rasio zona bening sebesar 3,38 cm, 3,09 cm, dan 1,32 cm. Namun campuran antara genus Trichoderma, Botrytis, dan Gliocladium menghasilkan selulase yang lebih tinggi dengan rasio zona bening sebesar 9,13 cm. Menurut Astutik dkk (2010), hasil uji semikuantitatif zona bening belum tentu sejajar dengan uji kuantitatif. Pada uji

4 kuantitatif akan didapat nilai aktivitas enzim. Menurut Anwar dkk (2010), campuran enzim dari beberapa kapang mampu memperbaiki komposisi enzim selulase menjadi lebih seimbang untuk menghidrolisis selulosa. Hasil penelitian sebelumnya dengan menguji aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp bahwa suhu dan ph yang baik diperoleh dari perlakuan interaksi suhu 50 o C dan ph 6 yaitu dengan aktivitas enzim selulase tertinggi sebesar 31,57 U/ml (Rizkiyah, 2014). Enzim tersebut digunakan sebagai biokatalis reaksi hidrolisis selulosa menjadi gula pereduksi, sehingga penelitian ini menggunakan enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Botrytis sp, dan Gliocladium sp sebagai penghidrolisis selulosa pada suhu 50 o C dan ph 6 menjadi glukosa. Setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae). Penggunaan ragi roti banyak digunakan untuk meningkatkan hasil produksi bioetanol dari gula karena tidak membutuhkan sinar matahari dalam pertumbuhan. Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk ragi dapat langsung digunakan sebagai inokulum pada produksi etanol sehingga tidak diperlukan penyiapan inokulum secara khusus (Salsabila dkk, 2013). Waktu dan jumlah mikroorganisme merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fermentasi etanol. Penelitiannya tentang pengaruh penambahan ragi roti dan waktu fermentasi terhadap glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu (Saccharum officanarum) dengan HCl 30% dalam pembuatan bioetanol menggunakan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi diperoleh

5 bahwa bioetanol tertinggi yaitu sebesar 5,12% pada penambahan ragi roti 2 gram dengan lama waktu fermentasi 6 hari (Susanto dkk, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh variasi jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu dengan enzim kasar dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp terhadap kadar etanol. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah: 1. Bagaimana pengaruh jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu dengan menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp? 2. Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu dengan menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp? 3. Bagaimana pengaruh interaksi jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu dengan menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp?

6 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini, adalah : 1. Untuk mengetahui jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) terbaik terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 2. Untuk mengetahui lama fermentasi terbaik terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 3. Untuk mengetahui interaksi jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi terbaik terhadap kadar etanol dari proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Ada pengaruh jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu dengan menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp.

7 2. Ada pengaruh lama fermentasi terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 3. Ada pengaruh interaksi jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi terhadap kadar etanol pada proses fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa limbah bagas tebu menggunakan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dalam peneltian ini, antara lain : 1. Dapat menjadi informasi bagi masyarakat dalam usaha peningkatan ekonomi dengan mengolah limbah bagas tebu menjadi bioetanol yang bernilai ekonomis melalui proses fermentasi. 2. Dapat menjadi informasi tentang jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan lama fermentasi terbaik untuk menghasilkan kadar etanol dengan menggunakan hidrolisis enzimatis yaitu dengan enzim kasar selulase dari campuran kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp. 3. Dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian selanjutnya, untuk mengembangkan Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp sebagai penghasil enzim kasar selulase yang lebih menguntungkan untuk proses hidrolisis dalam proses fermentasi bioetanol.

8 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagas tebu yang digunakan diperoleh dari limbah Pabrik Gula Kebon Agung Malang. 2. Enzim selulase yang di produksi dari kapang Trichoderma sp, Gliocladium sp, dan Botrytis sp yang diperoleh oleh koleksi laboratorium mikrobiologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang diisolasi dari limbah bagas tebu dari 3 pabrik yang berbeda, antara lain: PG. Kebon agung Malang, PG. Krebet Batu Malang dan PG. Candi Baru Sidoarjo. 3. Uji kadar etanol menggunakan spektrofotometer UV-Vis. 4. Jumlah ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) (Fermipan) yang digunakan adalah 1 gram, 2 gram, dan 3 gram. 5. Lama fermentasi yang digunakan adalah 4 hari, 6 hari, dan 8 hari.