INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PERAN GURU DI SEKOLAH Badariah Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 Abstrak Pendidikan karakter di sekolah adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua stakeholders harus dilibatkan, termasuk komponen pendidikan itu sendiri. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran dengan mengembangkan materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran, dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Dalam pengembangan nilai dan karakter peserta didik, maka guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Disisi lain guru mesti mempunyai karakter disiplin dan kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Guru, Sekolah A. Pendahuluan Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh 29
Badariah, Integrasi karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik melalui proses pembelajaran. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter. Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal. Fathul Mu in (2011), menegaskan bahwa keberadaan sebagai figur sentral dalam pendidikan telah menempatkan guru sebagai sosok yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah. Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar, mempunyai ruang untuk dikondisikan dan diarahkan, yaitu kelas temapat ia dan muridmuridnya berinteraksi. Meski sekarang ini muncul acuan-acuan pengajaran yang harus diikuti untuk memandu proses pembelajaran, namun wewenang dan otoritas guru di dalam kelas masih sangat besar. Keberadaan otoritas inilah yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik. Menurut Gunawan (2012), bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara 30
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Tulisan ini akan memaparkan mengenai pengintegrasian pendidikan karakter dan peran guru dalam pembelajaran sebagai acuan untuk memahami sebuah profesi kependidikan dalam mengembangkan nilai dan karakter peserta didik di sekolah. B. Pendidikan Karakter Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan disekolah C. Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan Karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan 31
Badariah, Integrasi menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Menurut Ramli dalam Gunawan (2012), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Sudrajat (2010), menjelaskan bahwa pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari; dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. 32
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 D. Penilaian Pendidikan Karakter Menurut Lufri dan Festiyed, (2011), keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi pada setiap jenjang pendidikan sebagai berikut: 1. Religius; Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur; Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi; Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 6. Kreatif; Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri; Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis; Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat Kebangsaan; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta Tanah Air; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 12. Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/Komunikatif; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 33
Badariah, Integrasi 14. Cinta Damai; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 15. Gemar Membaca; Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung Jawab; Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut. E. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponenkomponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan lembaga pendidikan, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan lembaga pendidikan. Lufri dan Festiyed (2011) menjelaskan bahwa pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasarana, pendidikan karakter tidak memiliki saranaprasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan. Misalnya, dengan mengintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, 34
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Menurut Sudrajat (2010), kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter disekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Selanjutnya menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini pendidikan formal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak dilingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untukmengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar 35
Badariah, Integrasi peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik F. Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru-guru memiliki peluang yang sangat besar untuk menerapkan pendidikan karakter ke dalam masing-masing satuan pendidikan, karena: Pertama, KTSP didefinisikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan peserta didik dimasing-masing satuan pendidikan. Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kedua, Tujuan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Ketiga, Konsep pendidikan karakter terbaca dalam rumusan yang telah dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu : Pendidikan yang mengintegrasikan semua potensi peserta didik, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pendidikan karakter yang diterapkan dalam satuan pendidikan kita bisa menjadi salah satu sarana pembudayaan dan pemanusian. Disinilah pendidikan sangat berperan dan pendidikan harus kembali kepada substansi utama yaitu membangun pribadi dengan karakter mulia sebagai individu, keluarga, masyarakat dan bangsa (Anonim, 2011). 1. Guru Sebagai Pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru 36
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya. 2. Guru Sebagai Pengajar Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan dalam belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah.. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan,hubungan peserta didik, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Apabila faktor tersebut dipenuhi, maka pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu: 1). Membuat ilustrasi 2). Mendefinisikan 3). Menganalisis 4). Mensintesis 5). Bertanya 6). Merespon 7). Mendengarkan 8). Menciptakan kepercayaan 9). Memberikan pandangan yang bervariasi 10) Menyediakan media untuk mengkaji materi standar 11) Menyesuaikan metode pembelajaran 12. Memberikan nada perasaan 3. Guru Sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan peranya sebagai pembimbing yaitu: 1). Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, 37
Badariah, Integrasi serta kompetensi apa yang mereka diperlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. 2). Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. 3). Guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar mengajar. 4). Guru harus melaksanakan penilaian. Penilaian yang dilakukan harus mencakup selurus proses kegiatan belajar mengajar. 4. Guru Sebagai Pelatih Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, dan ditindak lanjuti dengan KTSP. Tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Pelaksanaan fungsi guru sebagai pelatih tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang diketahui (Sudrajat, 2010). G. Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anakanak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyara katan menjadi lebih, adil, baik dan manusiawi. 38
Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Disisi lain guru mesti disiplin dimana harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Pendidikan karakter. (Online) dikases dari http://www.scribd.com/ doc/50719415/pendidikan-karakter- Bangsa-Artikel-Makalah Fathul Mu in, 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Lufri dan Festiyed. 2011. Pengintegrasian dan Keterkaitan Pendidikan Berkarakter Dalam Pembelajaran MIPA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA UNP Sumatera Barat, 19 20 November 2011. Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Sudradjat, Akhmad. 2010. Apa Pendidikan Karakter itu? (Online) diakses dari http://akhmad-sudrajat.wordpress.com/2010/09/ 15/konsep-pendidikan-karakter/ Sudrajat, Akhmad. 2010. Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. (Online) Diakses dari:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/04/03/ konsep-pendidikan-karakter 39
Badariah, Integrasi PELATIHAN KETERAMPILAN MENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI OLEH MAHASISWA TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH IAIN STS JAMBI (STUDI KASUS MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI) Reny Safita, M.Pd Abstrak Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu unsur konkrit yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidik. Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) keguruan merupakan salah satu cara yang harus ditempuh oleh mahasiswa calon guru agar menjadi tenaga pendidik yang profesional. Untuk meningkatkan keefektifan PPL keguruan maka perlu dilaksanakan pelatihan keterampilan mahasiswa dalam mengembangkan media pembelajaran biologi untuk meningkatkan keterampilan mengajar mahasiswa sebelum melaksanakan PPL. Mata kuliah media pembelajaran biologi menuntut mahasiswa terampil dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran biologi untuk SMP/MTs dan SMA/MAN. Proses pembelajaran di tadris biologi IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi untuk mata kuliah media pembelajaran biologi tidak hanya melalui pertemuan di kelas, tetapi juga melakukan praktik dalam mengembangkan media pembelajaran biologi oleh mahasiswa. Namun pembelajaran selama ini yang diberikan hanya berupa teori saja tanpa praktik mengembangkan media pembelajaran biologi oleh mahasiswa. Berdasarkan permasalahan di atas maka dibuatlah suatu pelatihan keterampilan mengembangkan media pembelajaran biologi oleh mahasiswa. Pelatihan memberikan materi keterampilan dalam mengembangkan media pembelajaran biologi berupa teori dan praktik langsung oleh mahasiswa. Diharapkan dengan adanya pelatihan keterampilan mengembangkan media pembelajaran biologi mahasiswa dalam melaksanakan PPL dapat terampil dalam mengembangkan media pembelajaran biologi dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tempat mahasiswa tersebut PPL. Kata Kunci : Mahasiswa biologi, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), Media pembelajaran biologi 40