ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

Disusun Oleh B PROGRAM

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M.

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

Analisis Rasio Kinerja Keuangan Daerah Kota Batu

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Disusun Oleh : B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

EVALUASI REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

ANALISIS RASIO KEUANGAN PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SEBAGAI EVALUASI KINERJA PADA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PROVINSI PAPUA PERIODE Ary Anjani Denis 1 Mesak Iek 2

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

INUNG ISMI SETYOWATI B

Disusun oleh: B

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh: ARI SETIYAWAN B 200 090 129 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini telah membaca naskah publikasi dengan judul : ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 Yang ditulis oleh: ARI SETIYAWAN B200 090 129 Penandatanganan berpendapat bahwa naskah publikasi tersebut telah menyetujui syarat untuk diterima.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 ARI SETIYAWAN B 200 090 129 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Pemerintah Kota Surakarta ditinjau dari aspek keuangan tahun anggaran 2009-2011. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pemkot sebagai akses untuk menilai kinerja keuangan dan sebagai tolok ukur dalam pelaksanaan kegiatan tugas-tugas pemerintahan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah diskriptif komparatif. Dengan menggunakan beberapa rasio keuangan diantaranya adalah rasio kemandirian, rasio efektivitas dan rasio efisiensi, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan realisasi APBD Pemerintah Kota Surakarta tahun anggaran 2009-2011. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rasio kemandirian masih rendah rata-rata keseluruhan masih diantara 0-25% yang menunjukkan tingkat kemampuan yang rendah sekali. Rasio efektivitas yang rata-rata sebesar 102,79% menunjukkan tingkat efektivitas yang sangat efektif. Sedangkan rasio efisiensi menunjukkan tingkat efisiensi yang sangat efisien dengan tingkat efisiensi kurang dari 5% yang rata-rata menunjukkan sebesar 4,60%. Rasio aktivitas menunjukkan tingkat yang masih rendah. Sehingga dana yang dialokasikan untuk sektor pembangunan daerah belum optimal. Rasio pertumbuhan menunjukkan pertumbuhan yang positif walaupun pada rasio pertumbuhan PAD mengalami penurunan pada belanja pembangunan. Selain itu tingkat pelaksanaan APBD Pemerintah Kota Surakarta tahun anggaran 2009-2011 yang memiliki peringkat tertinggi pada tahun 2011 dan tingkat terendah pada tahun 2009. Kata kunci: Pemerintah Kota Surakarta, kinerja keuangan, rasio kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan.

A. PENDAHULUAN Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku masyarakat, terutama yang berkaitan dengan tuntutan masyarakat akan adanya transparasi pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah, demokratis dalam pengambilan keputusan, pemberian pelayanan oleh pemerintah, demokratisasi dalam berorientasi pada kepuasan masyarakat dan penerapan hukum secara konsekuen. Sebagai konsekuensinya maka pemerintah memberlakukan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut telah membuka era baru bagi pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia, maka tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan oleh Pemerintah Daerah bertambah banyak. Bahwa dengan adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah namun pada sisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan sebab yang menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya, karena semakin bertambahnya urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Sesuai UU No. 32 tahun 2004, berkaitan dengan otonomi daerah yaitu yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan

kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka peranan data atau informasi keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Informasi keuangan yang di maksud adalah berupa penyajian laporan keuangan yang disusun oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan, sebagai salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparasi dan akuntabilitas publik. Sesuai dengan UU No. 33 tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa yang menjadi sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah (capital investment), antara lain berasal dari Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Disamping Dana Perimbangan yang berasal dari Pemerintah Pusat, daerah juga dapat membiayai pelaksanaan pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa PAD inilah yang sebenarnya menjadi barometer utama suksesnya pelaksanaan otonomi daerah dan diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini, kemandirian daerah dapat diwujudkan lewat struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS KINERJA KEUANGAN

PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja Pemerintah Kota Surakarta jika dilihat analisis rasio keuangan dalam mengelola keuangan daerahnya. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Keuangan daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Halim (2007:230) mengungkapkan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan pemda adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. 2. Kinerja Keuangan Daerah Kinerja keuangan daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintah, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak

tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Syamsi, 1986:199). 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Dareah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya, yang pemungutannya berdasarkan peraturan undang-undang (Yani:2002). Menurut Halim (2004:67) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: a) Pajak daerah. b) Retribusi daerah. c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Untuk mengidentifikasi keterkaitan biaya dengan manfaat serta keterkaitan antara nilai uang dan hasil ditingkat pemerintahan daerah, pemda menuangkan penganggaran tersebut dalam suatu rencana keuangan yang dikenal dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah

tentang APBD yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Sony Yuwono, 2008: 85). 5. Analisis Rasio Keuangan Pemerintah Daerah Salah satu alat ukur kinerja adalah analisis rasio keuangan daerah yang merupakan inti pengukuran kinerja sekaligus konsep prngelolaan organisasi pemerintah untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lembaga-lembaga pemerintah kepada masyarakat luas. Hasil analisis rasio keuangan tersebut dapat digunakan untuk (Halim, 2002:126): a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. b. Mengukur efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah. c. Mengukur sejauh mana aktifitas Pemerintah Daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya. d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. C. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini bersifat deskriptif komparatif, karena penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran, melukiskan dan

memaparkan serta melaporkan suatu keadaan peristiwa, obyek dan membandingkan dari tahun ke tahun untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta apabila ditinjau dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengambilan data pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) dan dengan teknik wawancara, yaitu mewawancarai langsung kepada Sub Bagian Akuntansi dan Perbendaharaan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) pada Pemerintah Kota Surakarta. 3. Metode Analisis Data a. Rasio Kemandirian Rasio ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal terutama pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah. RK PAD Bp4 Keterangan: RK PAD Bp4 : Rasio Kemandirian : Pendapatan Asli Daerah : Bantuan pemerintah pusat/propinsi & pinjaman

b. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah. Sehingga semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan keuangan daerah yang semakin baik. REf RPPAD TPPAD Keterangan: Ref RPPAD : Rasio efektivitas : Realisasi Penerimaan PAD TPPAD : Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan merealisasikan pendapatan yang diterima. RE i BMPAD RPPAD Keterangan: REfi BMPAD RPPAD : Rasio efisiensi : Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD : Realisasi Penerimaan PAD

c. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah/pemerintah kota memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. RBM TBM TAPBD Keterangan: RBM TBM TAPBD : Rasio Belanja Modal terhadap APBD : Total Belanja Modal : Total APBD d. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Rasio pertumbuhan (growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah/pemerintah kota dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya RPPAD RP P RPBP RPBR Keterangan: RPPAD Xn Xn 1 RPPAD Xn 1 RP PXn Xn 1 RP PXn 1 RBPXn Xn 1 RBPXn 1 RBR Xn Xn 1 RBR Xn 1 RPPAD RPPAD : Rasio Pertumbuhan PAD : Realisasi Penerimaan PAD

RP P RP P RPBP RBP RPBR RBR Xn Xn-1 : Rasio Pertumbuhan Pendapatan : Realisasi Penerimaan Pendapatan : Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan : Realisasi Belanja Pembangunan : Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin : Realisasi Belanja Rutin : tahun yang dihitung : tahun sebelumnya D. HASIL PENELITIAN 1. Rasio Kemandirian Berdasarkan rasio kemandirian, berarti kinerja Pemerintah Kota Surakarta tahun anggaran 2009-2011 menghasilkan angka 16,25%, 15,29% dan 21,11% yang hal ini masih dalam tingkat interval 0-25% dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat masih relatif rendah sekali dan tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal masih sangat tinggi. 2. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Berdasarkan rasio efektivitas tahun anggaran 2009-2011 dalam merealisasikan PAD sudah sangat efektif, hal ini ditunjukkan dengan angka sebesar 92,00%, 99,58% dan 102,79% berarti kinerja Pemerintah Kota Surakarta dalam mencapai penerimaan PAD sesuai dengan apa yang

telah ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah dapat dilaksanakan sesuai target. Berdasarkan rasio efisiensi tahun anggaran 2009-2011 menghasilkan angka 4,41%, 4,53% dan 4,60% yang berarti kinerja pemerintah dalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) sudah efisien. Artinya dengan biaya pemungutan PAD yang relatif sedikit, pemerintah dapat menghasilkan PAD yang optimal. 3. Rasio Aktivitas Berdasarkan hasil perhitungan rasio aktivitas tahun anggaran 2009-2010 menghasilkan angka 10,96%, 9,66% dan 13,07% yang berarti kinerja Pemerintah Kota Surakarta menunjukkan bahwa prioritas pengalokasikan belanja daerah lebih ditekankan pada belanja rutin, dalam penglokasian dana lebih memprioritaskan pada kegiatan operasional yang bersifat rutin daripada belanja pembangunannya (belanja modal). Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Surakarta kurang memperhatikan pembangunan daerah dan pengalokasian dananya untuk belanja pembangunan (belanja modal) belum dilakukan secara optimal. Seharusnya Pemerintah Kota Surakarta lebih memperhatikan sektor pembangunan yang mempunyai banyak manfaat dan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah. 4. Rasio Pertumbuhan Kondisi pertumbuhan APBD menunjukkan kinerja Pemerintah Kota Surakarta mengalami peningkatan yang positif. Ditunjukkan dengan pertumbuhan PAD sebesar 11,75% menjadi 58,93% dan pertumbuhan total

pendapatan sebesar 17,78% menjadi 19,92%. Pada rasio perumbuhan belanja pembangunan sebesar -2,58% menjadi 61,03% dan pada rasio pertumbuhan belanja rutin sebesar 12% menjadi 15%. Hal ini berarti daerah yang bersangkutan mampu meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode berikutnya. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Secara keseluruhan dari perhitungan diatas hasil menunjukkan bahwa tingkat rasio kemandirian masih menunjukkan tingkat kemandirian yang rendah, sedangkan dilihat dari rasio efektivitas dalam merealisasikan PAD sudah cukup efektif, sedangkan jika dilihat dari rasio efisiensi menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD sudah efisien, namun jika dilihat dari rasio aktivitas masih menunjukkan tingkat rasio yang rendah dan jika dilihat dari rasio pertumbuhan semakin meningkat. Oleh karena itu dari hasil analisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta dapat dikatakan sudah cukup baik meskipun tingkat ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat masih tergolong tinggi. 2. Saran Dengan adanya berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi peneliti berikutnya hendaknya menganalisis secara keseluruhan dari unsur perkembangan APBD sehingga hasil penelitian ini lengkap dan menyeluruh. 2. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menambahkan model rasio rasio dan tidak hanya satu kota saja, agar hasil penelitian yang didapat lebih lengkap. 3. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya mengembangkan model penganalisaan yang lebih lengkap, tidak berfokus pada rasio keuangan saja.

Daftar Pustaka Bastian, 2006. Akuntansi Sektor Publik, Erlangga, Surabaya. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat Jakarta. Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Tiga Jakarta: Salemba Empat. Hasan, Mustafa, 2010. Teknik Sampling, Jakarta : Erlangga. Indriantoro Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. BPFE Yogyakarta, Vol 2 juni. Januar, Martha Yurdila, 2009. Analisis Terahadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo Setelah Otonomi Daerah, Skripsi Mahasiswa Universitas Sumatra Utara Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Mamesah, D. J., 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Munawir. 2007. Analisis laporan keuangan. Cetakan ke 14, Yogyakarta: Liberty. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Salemba Empat. Sidharta, Ananta Eka, 2008. Analisis Kinerja Keuangan Pemda dengan Pendekatan Analisis Rasio Keuangan pada APBD di Kota Malang. Jurnal Penelitia Uneversitas Negri Malang. Tahun 20 Nomor 2. Simatupang, 2007. Studi Komparasi Evaluasi APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang. Suwarno, 2007. Analisis Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah dengan Finansial Rasio terhadap Neraca Pemerinta Daerah. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negri Republik Indonesia 2007. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, 1999, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta.