PERANCANGAN DAN ANALISIS AUDIO WATERMARKING BERBASIS TEKNIK MODULASI DIGITAL DENGAN PENGKODEAN KONVOLUSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERDASARKAN FITUR LOG COORDINATE MAPPING (LCM) DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK M-ARY MENGGUNAKAN ALGORTIMA GENETIKA

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

OPTIMASI AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN TEKNIK SINGULAR VALUE DECOMPOSITON MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Convolutional Coding

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

ANALISIS DIGITAL AUDIO WATERMARKING BERBASIS LIFTING WAVELET TRANSFORM PADA DOMAIN FREKUENSI DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

Watermarking Citra Digital Berwarna Dalam Domain Discrete Cosine Transform (DCT) Menggunakan Teknik Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER

VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

SAINTEKBU Jurnal Sains dan Teknologi Vol.1 No. 2 Desember RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM KOMUNIKASI SPREAD SPECTRUM (Perangkat Lunak)

Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2. Kampus ITS, Surabaya

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

ALGORITMA DETEKSI ADAPTIF BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL DALAM DOMAIN TRANSFORMASI

BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL DALAM DOMAIN DISCRETE COSINE TRANSFORM (DCT) BERBASIS ALGORITMA GENETIKA

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

Adaptif Audio Watermarking Berdasarkan Nilai Snr Pada File Audio Dengan Informasi Sisipan Teks

PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID

Penerapan Watermarking pada Citra berbasis Singular Value Decomposition

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

DAFTAR SINGKATAN. : Human Auditory System. : Human Visual System. : Singular Value Decomposition. : Quantization Index Modulation.

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Analisis Hasil Implementasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Penyembunyian Pesan pada Citra Terkompresi JPEG Menggunakan Metode Spread Spectrum

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Teknik Watermarking Citra Digital Dalam Domain DCT (Discrete Cosine Transform) Dengan Algoritma Double Embedding

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS AUDIO WATERMARKING MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN PENGKODEAN BCH

PERANCANGAN WATERMARKING AUDIO BERBASIS OFDM MENGGUNAKAN METODE QUANTIZATION INDEX MODULATION (QIM) DAN BCH CODE

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

ANALISA PERFORMANSI SPREAD SPECTRUM IMAGE STEGANOGRAPHY (SSIS) PADA KANAL MULTIPATH RAYLEIGH FADING. Chaeriah Bin Ali Wael

ANALISA PERFORMA SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION DALAM CONVOLUTIONAL CODE PADA SISTEM MULTICARRIER DS CDMA. Disusun Oleh: Nama : Rendy Santosa

Gambar 2.1 Skema CDMA

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH

Metode Steganografi Penyisipan Karakter dengan Teknik LSB dan Penempatan Bit mengikuti Langkah Kuda Catur (L-Shape)

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

PERANCANGAN AUDIO WATERMARKING BERBASIS DISCRETE WAVELETE TRANSFORM DAN MODIFIED DISCRETE COSINE TRANSFORM DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. perancangan dan pembuatan akan dibahas dalam bab 3 ini, sedangkan tahap

RUNTUN MAKSIMAL SEBAGAI PEMBANGKIT RUNTUN SEMU PADA SISTEM SPEKTRUM TERSEBAR. Dhidik Prastiyanto 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

PERBANDINGAN KUALITAS WATERMARKING DALAM CHANNEL GREEN DENGAN CHANNEL BLUE UNTUK CITRA RGB PADA DOMAIN FREKUENSI ABSTRAK

Studi dan Analisis Teknik-Teknik Steganografi Dalam Media Audio

Implementasi Teknik Watermarking menggunakan FFT dan Spread Spectrum Watermark pada Data Audio Digital

SPREAD SPECTRUM RAHMAD FAUZI, ST, MT. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS PERBANDINGAN TEKNOLOGI SPREAD SPECTRUM FHSS DAN DSSS PADA SISTEM CDMA

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pembajakan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di

AUDIO WATERMARKING DENGAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN HISTOGRAM MENGGUNAKAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

Perbandingan Steganografi Metode Spread Spectrum dan Least Significant Bit (LSB) Antara Waktu Proses dan Ukuran File Gambar

LOGO IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) dengan korelasi maksimum satu Menggunakan Kode Prima Yang Dimodifikasi

WATERMARKING CITRA DIGITAL YANG TAHAN TERHADAP GEOMETRIC ATTACKS

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

PERANCANGAN DAN ANALISIS STEGANOGRAFI VIDEO DENGAN MENYISIPKAN TEKS MENGGUNAKAN METODE DCT

Gambar 13 Pembangkitan ROI Audio dari 4.wav Dimulai dari Titik ke i = 1,2,,2L K, j = 1,2,,2 p.

ROBUST BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI KOEFISIEN DISCRETE WAVELET TRANSFORM

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan terjadinya pengiriman ulang file gambar akibat error, yaitu karena : noise,

Code Division multiple Access (CDMA)

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYISIPAN WATERMARK PADA CITRA GRAYSCALE BERBASIS SVD

BAB V. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Transkripsi:

PERANCANGAN DAN ANALISIS AUDIO WATERMARKING BERBASIS TEKNIK MODULASI DIGITAL DENGAN PENGKODEAN KONVOLUSI Augiska Muliansyahputra 1), Briliant Hadi Akbar 2), Gelar Budiman 3) 1),2),3 ) Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom Bandung Jl. Telekomunikasi No. 1 Bandung Email : amuliansyahputra@gmail.com Abstrak. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan penyebaran data digital berjalan sangat pesat. Di balik kemudahan mendapatkan segala jenis informasi digital, terdapat suatu masalah terhadap kepemilikan hak cipta dari informasi tersebut, contohnya dalam industri multimedia. Karya-karya multimedia, khususnya dalam industri musik yang berkaitan dengan audio digital, dengan mudahnya dicopy-paste, direkam ulang, dan diedarkan kembali dengan mengganti nama pemilik asli dengan nama pembajak. Salah satu cara untuk menghadapi masalah pembajakan karya khususnya dalam industri musik adalah dengan teknik audio watermarking. Audio watermarking merupakan suatu teknik penyisipan informasi dalam bentuk data digital ke dalam suatu file audio dengan tujuan sebagai penanda keaslian dari file audio tersebut. Dalam penelitian ini akan dirancang suatu skema audio watermarking berbasis teknik modulasi digital, dengan merepresentasikan bit informasi ke dalam bentuk lain, dalam hal ini suatu code sequence. Code sequence yang digunakan harus diketahui saat proses embedding dan ekstraksi. Dalam skema ini terdapat rangkaian convolutional code dan interleaver yang digunakan sebagai error correction code. Pengujian sistem dilakukan melalui beberapa parameter penilaian seperti SNR, ODG, BER, dan SSIM. Skema audio watermarking dalam penelitian ini mendapatkan range nilai SNR 35 db hingga 52 db dan tingkat deteksi 100% tanpa serangan. Kata kunci: perlindungan hak cipta, audio watermarking, M-ary, code sequence, pengkodean konvolusi 1. Pendahuluan Dewasa ini, saat teknologi informasi berkembang sangat pesat, hampir semua data telah berbentuk digital. Mulai dari data sederhana seperti buku referensi kuliah, tugas-tugas kuliah, hingga data penting seperti perjanjian kontrak saham perusahaan pasti memiliki data dalam bentuk digital. Apalagi dengan kehadiran internet, digital sudah dijadikan suatu ranah untuk kebutuhan komersil, contohnya dalam industri multimedia. Masalah yang sering terjadi dalam industri ini baik dalam skala perorangan sampai skala perusahaan adalah kasus pembajakan hak cipta (copyright piracy). Dikarenakan penyebaran pada internet yang begitu cepat, karya-karya multimedia khususnya dalam industri musik yang berkaitan dengan digital audio dengan mudahnya dicopy-paste, direkam ulang, dan diedarkan kembali dengan mengganti nama pemilik asli dengan nama pembajak. Sebenarnya, kegiatan pembajakan di indutri musik sangat sulit untuk dihentikan. Ketika suatu karya diunggah ke internet, dengan mudahnya karya tersebut akan menyebar luas tanpa pengawasan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menghadapi masalah pembajakan karya khususnya dalam industri musik, salah satunya dengan menggunakan teknik audio watermarking. Audio watermarking merupakan suatu teknik penyisipan informasi ke dalam suatu sinyal host (host media) yang berbentuk file audio tanpa mengganggu keaslian dari audio tersebut. Informasi yang disisipkan dapat berupa bit, teks, citra, atau audio dalam bentuk lain. Informasi yang disisipkan harus unik, agar informasi dalam suatu audio tidak sama dengan informasi dalam audio lain. Dalam audio watermarking, terdapat berbagai macam teknik penyisipan diantaranya modifikasi LSB, phase coding, spread spectrum, echo hiding, dan lain-lain. Secara umum, ada 2 kriteria yang harus dipenuhi dalam audio watermarking [1]. Pertama, informasi yang disisipkan harus tahan terhadap berbagai serangan (robustness), dengan parameter pengukuran berupa nilai Bit Error Rate (BER). Kedua, hasil proses watermarking harus menjaga kualitas audio asli (perceptual quality) dengan parameter pengukuran berupa nilai dari Mean Opinion Score (MOS). Itu berarti, informasi yang disisipkan ke file audio harus tidak terdeteksi oleh indera pendengaran manusia (Human Auditory System/HAS). Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan analisis audio watermarking berbasis teknik modulasi digital dengan pengkodean konvolusi. Teknik modulasi digital merupakan suatu teknik B17.1

untuk mentransmisikan sinyal dengan merepresentasikan bit informasi ke dalam bentuk lain agar dapat bekerja pada suatu medium. Ini merupakan dasar yang digunakan dalam skema audio watermarking pada penelitian ini yaitu mengubah satu atau sekelompok bit menjadi suatu code sequence (spreading data) menggunakan Pseudorandom Noise (PN) code, sebelum disisipkan ke host audio. Code sequence yang digunakan harus diketahui saat proses embedding dan ekstraksi. Dalam skema ini juga terdapat rangkaian convolutional code dan interleaver yang digunakan sebagai error correction code. Contoh untuk penggunaan spreading data menjadi suatu pseudo sequence dalam melakukan modulasi watermark dipaparkan pada penelitian [2] dan penggunaan pengkodean konvolusi dipaparkan pada penelitian [3], [4] dan [5]. Pada penelitian [5], skema watermarking berhasil mendapatkan nilai Signal to Noise Ratio (SNR) diatas 20 db. Pada proses ekstraksi akan digunakan Euchlidean distance dan cross correlation pada demodulasi dan Viterbi decoder pada dekonvolusi untuk mencari apakah bit yang diperoleh memiliki korelasi yang tinggi terhadap bit informasi sebelum disisipkan. Dengan menggabungkan metode-metode tersebut, skema audio watermarking ini diharapkan dapat meningkatkan nilai robustness dan imperceptibility dari sistem dengan bukti Bit Error Rate (BER) mendekati 0, Structural Similarity (SSIM) Index mendekati 1, dan Signal to Noise Ratio (SNR) diats 20 db. 2. Dasar Teori 2.1.1 Convolutional Code (CC) Convolutional code adalah suatu jenis pengkodean yang dilakukan dengan cara melakukan konvolusi terhadap urutan bit-bit informasi masukan secara kontinu dan menghasilkan sebuah urutan bit output (codeword) yang kontinu. Dengan menggunkan konvolusi, codeword yang dihasilkan tergantung dengan bit input saat itu dan bit-bit input sebelumnya. Oleh karena itu, proses ini membutuhkan suatu memori (shift register) dengan panjang tertentu [6]. Convolutional code diwakili dengan 3 parameter yaitu n, k, dan K. n merupakan jumlah bit output yang ingin dihasilkan tiap k input, dan K adalah constraint length dimana encoder mempunyai K-1 elemen memori. Dalam convolutional code dikenal juga Rc = k/n yang disebut sebagai coding rate (laju pengkodean) yang menyatakan jumlah bit data input per bit yang ingin dikodekan. Pada shift register, proses konvolusi dilakukan dengan membuat dua buah adder modulo-2 yang melakukan operasi XOR. Output yang dihasilkan dari dua buah adder ini akan diswitch antar satu dan lainnya untuk mendapatkan suatu urutan kode [6]. Contoh rangkaian convolutional code ditunjukkan pada Gambar 1, yang memiliki K= 3 dan Rc = ½. Gambar 1. Convolutional encoder dengan K=3 dan Rc=1/2 [4] Pada Gambar 2 ditunjukkan suatu state diagram yang menggambarkan rangkaian convolutional code di Gambar 1. Setiap node menunjukkan isi dari shift register tepat sebelum dimasukkannya bit input. Bit input yang bernilai 0 dan 1 direpresentasikan dengan garis yang menghubungkan setiap node, dengan garis tebal mewakili bit 0 dan garis putus-putus mewakili bit 1. Sebagai contoh dengan asumsi initial state 00, bit input 11010 akan menghasilkan output sequence 1101010010 [7]. B17.2

Gambar 2. State diagram untuk encoder pada Gambar 1 [7] Convolutional code juga bisa direpresentasikan dengan trellis diagram yang memperhatikan transisi tiap proses. Trellis diagram menggambarkan bit input dengan panah-panah dari satu node menuju node lainnya, dimana tiap panah mengandung suatu output sequence tersendiri. Pada Gambar 3 ditunjukkan suatu trellis diagram yang merepresentasikan state diagram dalam Gambar 2. Gambar 3. Trellis diagram untuk encoder pada Gambar 1 [7] 2.1.2 PN Code Pseudorandom Noise code (PN code) merupakan suatu kode dengan suatu urutan bit data yang terlihat random namun bersifat periodik. PN code mempunyai 2 level, yaitu polar (bit -1 & 1) dan nonpolar (bit 0 & 1). Secara umum, PN code dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis [8] ; yaitu linear dan non-linear. Kode linear dibangkitkan dengan mengkombinasikan keluaran feedback shift register dalam fungsi yang tetap (biasanya bermudulo 2. Sedangkan kode non-linear diperoleh dengan melakukan feedback shift register sebagai fungsi waktu. PN code mempunyai autokorelasi yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk sinkronikasi. Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh PN code adalah sebagai berikut [9] : 1. Harus berbeda antara satu dengan yang lain, tetapi yang digunakan pada sisi pengirim dan penerima harus sama untuk mendapatkan kembali sinyal data infromasi. 2. Harus berbentuk acak, tetapi memiliki pola tertentu. 3. Cross correlation antara dua kode yang berbeda harus bernilai kecil. 4. Kode harus mempunyai periode yang panjang. 2.1.3 Spreading Spreading merupakan suatu proses penyebaran atau penambahan panjang sequence data yang menghasilkan bit-bit keluaran sesuai dengan kode yang digunakan. Data masukan menentukan deretan sequence manakah yang menjadi keluaran dari kode. Dalam penelitian ini, data masukan tidak dikalikan dengan kode, hanya menentukan kode yang akan dipakai. Kode tersebut harus diketahui di sisi pengirim dan penerima untuk melakukan despreading yang akan mengambil kembali data masukan awal. 3. Pembahasan 3.1 Perancangan Sistem Dalam penelitian ini akan dibuat suatu sistem audio watermarking dengan data sisipan berupa citra biner (black and white). Skema dari audio watermarking ini menggunakan teknik modulasi digital, dengan merepresentasikan bit informasi ke dalam suatu code sequence, dan menggunakan pengkodean konvolusi. Perancangan sistem dibagi menjadi dua tahap yaitu proses penyisipan B17.3

informasi ke dalam host audio dan proses ekstraksi untuk mengambil kembali informasi sisipan dari host audio. Secara umum, skema audio watermarking yang akan dilakukan adalah seperti pada diagram alir dalam Gambar 4. Gambar 4 Diagram alir skema audio watermarking 3.1.1 Proses Embedding Embedding adalah suatu proses penyisipan informasi berbentuk data watermark ke dalam host audio. Dalam penelitian ini, informasi yang ingin disisipkan berupa citra biner. Skema embedding pada penelitian ini dipaparkan pada Gambar 5. Citra biner akan diolah terlebih dahulu (preprocessing) sebelum nantinya dihasilkan suatu data watermark yang merepresentasikan citra biner tersebut. Gambar 5 Diagram alir proses embedding Berikut adalah tahapan-tahapan pada proses embedding watermark ke dalam host audio : 1. Informasi berupa citra digital biner (black and white) berbentuk 2 dimensi diubah (reshape) menjadi 1 dimensi. 2. Dalam bentuk 1 dimensi, data watermark memasuki blok convolutional code dengan rate ½ yang berarti 1 bit input menghasilkan 2 bit output dengan mengikuti aturan pada trellis diagram yang digunakan. 3. Dilakukan proses blok interleaving pada bit sequence yang akan melakukan pengacakan pada bit-bit tersebut dan menghasilkan bit sequence baru. 4. Bit sequence yang berbentuk bit-bit biner akan dimodulasi dengan mengelompokkan bit-bit biner tersebut menjadi bilangan desimal sesuai dengan M-ary yang digunakan dan menghasilkan sequence desimal C. 5. digunakan sebagai kode orthogonal yang berbentuk matriks Ncode x Ncode. Penentuan kolom PN code yang akan digunakan didasari oleh pemilihan kunci, dengan ketentuan kunci = [1:M-ary] sehingga menghasilkan PN code dengan ukuran panjang kunci dikali Ncode. B17.4

(Contoh : Ncode = 512, kunci = [1:4], kode orthogonal yang digunakan adalah PN code dengan ukuran 512 x 4) 6. PN code kemudian melalui filter psikoakustik agar watermark yang dihasilkan tidak terasa oleh indera pendengaran manusia. 7. Sequence desimal C dipetakan (spreading) ke dalam PN code sesuai dengan bilangan desimal yang dikandungnya ditambah 1. Sebagai contoh, bilangan desimal 0 akan digantikan oleh PN code kolom pertama, bilangan desimal 1 akan digantikan oleh PN code kolom kedua, dan seterusnya. Proses spreading menghasilkan data sequence C dengan ukuran panjang dari sequence desimal C dikali Ncode. 8. C akan dikali scaling factor ( ) membentuk. 9. Hasil proses embedding berupa watermarked audio didapatkan dari hasil dijumlahkan dengan host audio S melalui persamaan (1). (1) Watermarked audio di penerima akan dibandingkan dengan file host audio awal, sehingga dapat diketahui nilai perceptual quality menggunakan pengukuran parameter SNR dan MOS. Terdapat parameter-parameter yang harus disepakati antara pengirim dan penerima dalam skema audio watermarking ini, diantaranya rate dan trellis yang digunakan dalam pengkodean konvolusi, jumlah baris dan kolom yang digunakan dalam interleaver, kode orthogonal yang digunakan dalam modulasi, dan nilai alfa yang digunakan sebagai scaling factor. Parameter tersebut harus diketahui pada penerima untuk melakukan proses ekstraksi watermark. 3.1.2 Proses Ekstraksi Proses ekstraksi adalah proses untuk mengambil data watermark yang telah disisipkan ke dalam host audio pada proses embedding. Skema ekstraksi pada penelitian ini dipaparkan pada Gambar 6. Gambar 6. Diagram alir proses ekstraksi Dalam penelitian ini, tidak dilakukan serangan pada watermarked audio. Berikut adalah tahapantahapan pada proses ekstraksi watermark dari watermarked audio : 1. Watermarked audio y dideteksi dengan despreading dan menghasilkan bit sequence. Proses pendeteksian dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Euclidean distance Pendeteksian dengan mencari jarak terdekat dari watermarked audio sequence ke kode yang digunakan (PN code). Secara matematis, Euclidean distance ditunjukkan dalam persamaan (2). B17.5 (2)

b. Cross Correlation Pendeteksian dengan mencari hubungan tertinggi antara watermarked audio sequence dengan kode yang digunakan (PN code), dengan mengalikan secara kontinu bit-bit dari kedua sequence tersebut dan dicari nilai maksimumnya. Pendeteksian akan menghasilkan sequence desimal sesuai dengan nomor kolom dalam kode yang terdeteksi. 2. Sequence desimal akan didemodulasi dengan merepresentasikan bilangan desimal tersebut menjadi bilangan biner kembali sesuai dengan M-ary yang digunakan dan menghasilkan bit sequence. 3. Deinterleaver akan mengembalikan urutan dari bit sequence menjadi sesuai dengan interleaver yang digunakan pada proses embedding. 4. Dekonvolusi akan dilakukan oleh Viterbi decoder dengan pendekatan menggunakan algoritma Viterbi. Dekonvolusi ini digunakan untuk mengubah yang merupakan codeword dari informasi menjadi bit-bit informasi sebenarnya. Watermark yang diperoleh dalam proses ekstraksi akan dibandingkan dengan file watermark awal, sehingga dapat diketahui nilai robustness menggunakan pengukuran parameter BER dan SSIM. 3.2 Analisis Sistem Pada penelitian ini host audio yang digunakan adalah file audio berformat.wav dengan durasi menyesuaikan panjang dari watermark hasil preprocessing. Data yang disisipkan berupa citra digital black and white beresolusi 20x20 piksel. Setelah watermark disisipkan ke dalam host audio, langsung dilakukan proses ekstraksi pada watermarked audio tanpa melalui serangan. Penelitian ini menggunakan beberapa nilai parameter, diantaranya nilai Ncode yang digunakan adalah 512, dan nilai M-ary yang digunakan adalah 2, 4, dan 8. Pada demodulasi juga menggunakan dua cara (lihat 2.1.2), pertama menggunakan Euclidean distance dan kedua menggunakan cross correlation. Tabel 1 menunjukkan nilai pengukuran terbaik yang didapat dari masing-masing Ncode pada penelitian ini. Tabel 1 Tabel nilai pengukuran terbaik untuk masing-masing Ncode Ncode M-ary Batas nilai alfa Tipe Demod SNR ODG BER SSIM 512 2 0.000531 1 52.5872 0.1498 0 1 512 2 0.00163 2 42.8289 0.0943 0 1 512 4 0.000991 1 47.0673 0.1216 0 1 512 4 0.00154 2 43.2347 0.0909 0 1 512 8 0.000945 1 47.8087 0.1220 0 1 512 8 0.00326 2 37.0530-0.0130 0 1 Tabel 1 menunjukkan kisaran batas minimum nilai alfa yang dapat digunakan dalam skema audio watermarking pada penelitian ini untuk menghasilkan parameter penilaian terbaik. Semakin besar nilai alfa, nilai SNR dan ODG akan semakin memburuk, sedangan nilai BER dan SSIM akan semakin membaik. Dalam skema ini, parameter penilaian terbaik didapatkan saat M-ary bernilai 2 dengan demodulasi Euclidean distance yang menghasilkan SNR bernilai 52.5872, ODG bernilai 0.1498, BER bernilai 0 dan SSIM bernilai 1. 4. Kesimpulan 1. Terdapat batas minimum nilai alfa sehingga saat proses deteksi watermark menghasilkan nilai BER 0 dan nilai SSIM 1 tanpa melalui serangan. 2. Nilai alfa yang digunakan sangat berpengaruh kepada parameter pengukuran. Semakin besar nilai alfa, nilai SNR dan ODG yang dihasilkan akan semakin buruk, namun nilai BER dan SSIM akan yang dihasilkan akan semakin baik. B17.6

3. Tipe demodulasi Euclidean distance dapat mendeteksi watermark dengan nilai alfa lebih kecil dibandingan demodulasi cross correlation untuk memperoleh nilai BER 0 dan nilai SSIM 1. 4. Dengan analisis yang dilakukan, harus dicari nilai Ncode, M-ary, alfa, dan tipe demodulasi yang digunakan untuk menghasilkan semua nilai parameter pengukuran terbaik. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memperlancar penelitian ini, kepada Ayah, Ibu, dan Pak Gelar yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini bisa berguna untuk penulis sendiri dan orang lain yang berhubungan dengan topik pada penelitian ini. Daftar Pustaka [1] M. M. Alsalami, Mikdam A. T.; Al-Akaidi, DIGITAL AUDIO WATERMARKING: SURVEY, pp. 12 13. [2] M. K. Pandey, G. Parmar, and R. Gupta, Audio watermarking by spreading echo in time domain using pseudo noise gray sequence, 2015 Int. Conf. Ind. Instrum. Control. ICIC 2015, no. Icic, pp. 740 743, 2015. [3] G. Budiman, A. B. Suksmono, and D. H. Shin, A multicarrier modulation audio watermarking system, in International Conference on Electrical Engineering and Informatics (ICEEI), 2015. [4] E. K. Rosita, Suwadi, and A. Ansori, Implementasi Convolutional Code dan Viterbi Decode pada DSK TMS320C6416T, vol. 2, no. 1, 2013. [5] X. Da-Wen, W. Rang-Ding, and B. Ji-Long, A Blind Audio Watermarking Algorithm Based on Convolutional Code, in 8th International Conference on Signal Processing, 2006. [6] E. K. Adiyanto, Tugas Akhir : Perbandingan Performansi Convolutional Code dengan Convolutional Turbo Code, Universitas Mercu Buana, 2009. [7] A. J. Viterbi, CDMA: Principles of Spread Spectrum Communications. Addison Wesley Longman Inc., 1995. [8] Dixon, R.C., "Spread Spectrum System", John Wiley & Sons, 1976. [9] Tataq Ajie R. and Y. Moegiharto, Studi Perbandingan Kinerja Direct Sequence Spread Spectrum Code Division Multiple Acces (DS-SS CDMA) dengan Kode Penebar Walsh, Gold, dan Kasami, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. B17.7