BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hukum merupakan suatu norma atau kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan yang sifatnya memaksa dan jika ada yang melanggar maka akan mendapat sanksi. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata melakukan perbuatan melawan hukum tetapi juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi dan kepada alat perlengkapan Negara untuk bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem hukum yang demikian merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Hal ini dimaksudkan agar hukum mampu menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tindak pidana yang sering terjadi di dalam masyarakat dewasa ini semakin canggih dan semakin banyak seiring dengan berkembangnya keadaan masyarakat. Menurut Moeljatno yang dimaksud dengan tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar 12

aturan tersebut. 1 Terkait dengan masalah pengertian tindak pidana, lebih lanjut Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan: a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana. b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. Menurut Sudarto bahwa untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syaratsyarat tertentu. 2 Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit). Unsur-unsur tindak pidana menurut pendapat mengemukakan sebagai berikut: a. Moeljatno berpendapat: Untuk memungkinkan pemindahan secara wajar maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka, disamping itu pada seseorang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikenakan pemidanaan adalah harus dipenuhinya unsurunsur dalam perbuatan pidana (criminal act) dan unsur-unsur dalam pertanggungjawaban pidana (criminal responbility). 3 Hal.54 1 Moeljatno, 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara. 2 Sudarto, 2001. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung : Alumni. Hal. 100 3 Ibid Hal. 102 13

Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu: 1. Perbuatan manusia; 2. Yang memenuhi rumusan undang-undang (ini merupakan syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil). Unsur pertanggungjawaban pidana ialah: 1. Kesalahan; 2. Kemampuan bertanggung jawab. b. Menurut Sudarto: Syarat pemidanaan meliputi syarat-syarat yang melekat pada perbuatan dan melekat pada orang, yaitu: 4 Syarat melekat pada perbuatan 1. Memenuhi rumusan undang-undang; 2. Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar) Syarat melekat pada orang 1. Mampu bertanggung jawab; 2. Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf). Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok teori, yaitu: a. Teori absolut Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. 4 Ibid Hal. 106 14

b. Teori relatif Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu teori ini dapat disebut sebagai teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence). Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan (quia peccatum est) melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (ne peccetur) terhadap terpidana. Jadi pencegahaan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana itu berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat. Dengan prevensi general dimaksudkan pengaruh pidana terhadap masyarakat pada umumnya. Artinya pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana. c. Teori gabungan Di samping pembagian secara tradisional teori-teori pemidanaan seperti dikemukakan di atas, yaitu teori absolut dan teori relatif, ada teori ketiga yang disebut teori gabungan (verenigings theorieen). Penulis yang pertama mengajukan teori gabungan ini ialah Pellegrino Rossi (1787 1848). Pellegrino Rossi, selain tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun Pellegrino Rossi berpendirian bahwa pidana mempunyai 15

berbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. 5 Tujuan pemidanaan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah, adalah sebagai berikut: Untuk menakut-nakuti orang agar orang tersebut jangan sampai melakukan kejahatan, baik menakut-nakuti orang banyak (general preventive) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari orang itu tidak melakukan lagi kejahatan. 6 Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas di mana manusia tumbuh dan berkembang pula. Namun belakangan ini, terjadi berbagai distorsi perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis moral. 7 Bertambahnya angka pengangguran serta kejahatan menjadi cerminan terhadap dampak fenomena ini. Meningkatnya angka pengangguran memberikan pengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Kemudian dengan tingkat kesejahteraan yang rendah, sebagian masyarakat lebih cenderung tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Karena dengan tingginya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan hidup, sebagian masyarakat akhirnya memilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang berlaku. Hukum kepidanaan adalah sistem aturan yang mengatur semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan (yang dilarang untuk dilakukan) oleh setiap warga negara Indonesia, disertai sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar aturan pidana 5 Ibid Hal. 110 6 Andi Hamzah, 2003. Peranan Hukum dan Peradilan. Jakarta : Bina Aksara. Hal.2 7 Andi Hamzah, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta.Hal. 45 16

tersebut serta tata cara yang harus dilalui bagi para pihak yang berkompeten dalam penegakannya. 8 Hukum pidana yang akan dibahas adalah hukum pidana material yaitu hukum pidana yang dilihat dari isinya bersifat mengatur secara terinci (detail) terhadap semua perbuatan yang dilarang bagi setiap orang atau kalangan tertentu. Sumber hukum pidana material yang paling utama adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari tiga buku. Buku pertama berisi tentang Aturan Umum, buku kedua tentang Kejahatan dan buku ketiga tentang Pelanggaran. 9 Hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebuah norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut. Dalam Hukum pidana akan berhubungan dengan hukum acara pidana yaitu hukum yang mengatur tata cara menegakkan hukum pidana material. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana material, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal yaitu hukum acara pidana hukum yang mengatur para penegak hukum serta masyarakat beracara di peradilan. Kejahatan sekarang ini yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat seperti perampokan, pencurian, pembunuhan dan pemerkosaan. Sedangkan korupsi, penggelapan, penipuan, pemalsuan, perjudian dan manipulasi dagang sifatnya invisible atau tidak kelihatan. Pengejaran tindak pidana Kriminal 8 Ilhami Bisri,2011. Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia, Jakarta. Rajawali Pers, Hal. 40 9 Ibid Hal. 42 17

dilakukan oleh polisi. Namun, tragisnya kekuatan kepolisian biasanya berkembang jauh dibelakang pertumbuhan kekuatan kriminal. 10 Akhir-akhir ini berbagai macam bentuk pencurian sudah demikian merebak dan meresahkan orang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang pencurian merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan. Perkembangan ini menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan pencurian yang semakin kompleks. 11 Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUH Pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut: a. Unsur subjektif: met het oogmerk om het zich wederrechelijk toe te eigenen. Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. b. Unsur objektif : 1. Hij atau barang siapa 2. Wegnemen atau mengambil 3. Eenig goed atau sesuatu benda 4. Dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 12 Suatu tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUH Pidana khususnya Pasal 363 ayat (4e) KUH Pidana juga merupakan suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur 10 Kartini, Kartono, 2014. Patologi Sosial Jilid : I Cetakan ke 14, Jakarta. Raja Grafindo Persada,.Hal. 193 11 Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta. Sinar Grafika, Hal. 38 12 Ibid.Hal.48 18

memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 363 KUH Pidana sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian. Maka sudah jelas pada hakekatnya, pencurian yang dilakukan sendiri maupun dilakukan secara bersama-sama adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan pencurian dengan keadaan memberatkan merupakan prilaku yang negatif dan merugikan terhadap moral masyarakat. Pencurian yang dilakukan secara bersama-sama merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dalam proses sejarah dari generasi kegenerasi ternyata kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang merugikan dan menyiksa orang lain. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan pencurian terhadap orang lain. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa: Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan karena alat bukti yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud di atas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan adalah 19

sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana: Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa Dalam penegakannya untuk mencari kebenaran hukum diperlukannya suatu pengaturan agar dapat di pertanggungjawabkan sebagai kepastian perlindungan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM), pengaturan mengenai Hukum Acara Pidana diatur dalam Undang - Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dalam hal ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sistem pembuktian yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ialah teori sistem pembuktian berdasar undangundang secara negatif (negatief wetteljike bewijs theorie), yang dalam hal ini keyakinan hakim tetap ada, tetapi bukan atas keyakinan itu saja yang menjadi pembuktian final melainkan menjadi dasar pertimbangan untuk menilai apakah alat-alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang sudah terpenuhi dan pembuktian merupakan proses untuk menentukan hakikat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap faktafakta masa lalu yang tidak terang menjadi terang yang berhubungan dengan adanya tindak pidana. Pembuktian dalam acara pidana sangat penting karena 20

nantinya akan terungkap kejadian yang sebenarnya berdasarkan berbagai macam alat bukti yang ada dalam persidangan. Dari beberapa kasus pencurian yang di proses pada Pengadilan Negeri Medan, yang menarik untuk diteliti penulis adalah pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI. Melihat hal tersebut, penulis menarik untuk mengkaji putusan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI tersebut yang sudah diputus pada Pengadilan Negeri Medan. Dalam tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI ini, Hakim menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa tentunya akan memeriksa fakta-fakta di persidangan melalui pemeriksaan terhadap keterangan terdakwa dan barang bukti yang dihadirkan di persidangan dan dihubungkan dengan unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Setelah majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memperberat dan memperingan pidana dan akhirnya majelis hakim menjatuhkan pidana sesuai dengan hasil pembuktian. Kriteria yang mendasari dijatuhkannya putusan terhadap terdakwa adalah pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pemidanaan dengan mendasarkan pada pertimbangan mengenai yuridis/ hukumnya serta mendasarkan pada fakta-fakta yang terbukti dalam persidangan. Berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut merupakan latar belakang permasalahan yang hendak penulis kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang 21

Dilakukan Secara Bersama-Sama Terhadap Pembobolan ATM BRI (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn di Pengadilan Negeri Medan). 1.2. Identifikasi Masalah 1. Pengaturan tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI dalam hukum pidana. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI pada Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn. 1.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya meneliti dan menganalisis Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn tentang Pengaturan tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI dalam hukum pidana dan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI pada Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn. 1.4. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini: 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI dalam hukum pidana? 22

2. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI pada Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn? 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini: 1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI dalam hukum pidana. 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI pada Putusan Nomor: 2249/Pid.B/2014/PN. Mdn. 1.5.2. Manfaat Penelitian Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis 1. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pidana terutama yang berhubungan dengan proses penyelesaian tindak pidana di tingkat Pengadilan Negeri. 2. Memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai proses penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI. 23

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak yang terkait dalam menangani masalah pencurian yang dilakukan secara bersama-sama terhadap pembobolan ATM BRI. b. Manfaat Praktis 1. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. 2. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 3. Melengkapi syarat akademis guna mencapai gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area, Medan. 24