BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Monyet ekor panjang termasuk kelompok monyet dunia lama ( Old World

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio Ekologi Monyet Ekor Panjang Taksonomi dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

STRUKTUR DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI LOKAL MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI JAWA TIMUR, BALI, DAN LOMBOK I NENGAH WANDIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Hari ke Total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Populasi Lokal Monyet Ekor Panjang di Kawasan Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

Burung Kakaktua. Kakatua

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :47-53 ISSN : Agustus 2009

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Desember 2016 s/d 28 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 06 Februari 2016 s/d 11 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Oktober 2016 s/d 11 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 Januari 2017 s/d 30 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

POPULASI DAN HABITAT MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO DAN SEKITARNYA, SURABAYA

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo : Catarrhini Superfamili : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Subfamili : Cercopithecinae Genus : Macaca Spesies : Macaca fascicularis Beberapa populasi monyet ekor panjang yang mendiami wilayah-wilayah di Indonesia telah dinyatakan sebagai subspesies yang berbeda. Sody (1949) melaporkan ada sebelas subspecies Macaca fascicularis antara lain Macaca fascicularis fascicularis (Pulau Sumatera), Macaca fascicularis mordax (Pulau Jawa), Macaca fascicularis submordax (Pulau Bali), Macaca fascicularis sublimiatus (Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Sumba), dan Macaca fascicularis limiatus (Pulau Timor). 6

7 2.2. Morfologi Monyet ekor panjang berjalan dengan ke-empat kakinya (quadrupedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan, serta memiliki bantalan duduk (ischial callosity) yang melekat pada tulang duduk (ischium) (Napier dan Napier, 1985). Monyet ekor panjang jantan yang telah dewasa akan memiliki kumis dan pada betinanya memiliki jenggot. Monyet ekor panjang yang baru lahir memiliki rambut berwarna hitam dan memiliki rambut tipis pada bagian wajahnya. Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis mendapatkan namanya karena memiliki ekor yang lebih panjang dari pada panjang kepala dan badannya yang berkisar 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan badan (Lekagul dan McNeely, 1988). Monyet ekor panjang muda seringkali memiliki jambul yang tinggi. Monyet ekor panjang yang telah dewasa mempunyai cambang (crest di lateral wajah) bertipe tranzigomatikus atau infrazigomatikus yang lebat mengelilingi muka (Fooden, 1995). Ciri anatomi penting dari monyet ekor panjang adalah adanya kantong pipi (cheek pouch) yang berguna untuk menyimpan makanan sementara. Dengan adanya kantong pipi ini maka monyet ekor panjang dapat memasukkan makanan ke dalam mulut secara cepat dan mengunyahnya diwaktu lain (Lekagul dan McNeely, 1977). Monyet ekor panjang memiliki perbedaan dalam hal ukuran menurut jenis kelamin. Jantannya memiliki bobot tubuh 4,7-8,3 kg sedangkan yang betina 2,5-5,7 kg. Panjang kepala dan badan pada monyet ekor panjang jantan 412-648 mm dan

8 betinanya berkisar antara 385-503 mm. dengan panjang ekor jantan 435-655 mm dan betina 400-500 mm (Rowe, 1996). Jumlah gigi permanen genus Macaca 32 buah (2I 1C 2PM 3M/2I 1C 2PM 3M). Gigi seri atas agak lebar terutama pada gigi seri pertama, sedangkan gigi seri kedua lebih kecil dan sering lancip. Gigi seri bawah kedua lebih lebar dari gigi seri bawah pertama. Gigi taring atas berukuran panjang baik pada jantan maupun pada betina, tetapi yang jantan lebih panjang dari yang betina. Gigi taring bawah lebih pendek dari taring atas, namun tetap menonjol melebihi tepi deretan gigi lainnya. Premolar ketiga (P3) atas memiliki satu atau dua kuspis, sedangkan P4 umumnya memiliki tiga kuspis (Swindler, 1998). 2.3. Penyebaran dan Habitat Monyet ekor panjang Indonesia diperkirakan berasal dari daratan Asia Tenggara antara 20 0 Lintang Utara (LU)-10 0 Lintang Selatan (LS) dan antara 92 0 Bujur Timur (BT)-128 0 Bujur Timur (BT) (Wheatley, 1980). Penyebarannya terjadi lebih dari satu jutaan tahun yang lalu (awal Pleistocene) saat Daratan Asia Tenggara menyatu dengan Lempeng Sunda akibat pembentukan lempengan es (glasiasi) dan penurunan permukaan air laut (Fooden, 1995). Di Indonesia monyet ekor panjang tersebar di Sumatera, Kepulauan Lingga dan Riau, Bangka, Belitung, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna, Nias, Kalimantan, Jawa, Bali, Mantasari, Bawean, Maratua, Lombok, Sumba, dan Sumbawa (Wheatley, 1989; Santosa, 1996; Suaryana et al., 2000). Monyet ekor panjang dapat hidup diberbagai habitat dan mudah beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang berbeda. Seperti daerah riparian (tepi sungai, tepi danau, atau

9 sepanjang pantai) dan hutan sekunder yang dekat dengan areal perladangan. Selain itu, monyet ekor panjang juga terdapat di rawa mangrove (Santosa, 1996) yang terkadang monyet ini satu-satunya spesies dari anggota primata yang menempati daerah tersebut. Di daerah pantai kadang-kadang monyet ekor panjang terdapat secara bersama dengan spesies lain seperti lutung (Presbytis cristata) (Crockett dan Wilson, 1977). Kemampuan monyet ekor panjang yang dapat hidup selain di habitat aslinya terkait dengan kelenturan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan iklim yang berbeda (Napier dan Napier, 1985). Kondisi habitat berpengaruh terhadap kerapatan populasi monyet ekor panjang. Kepadatan populasi di hutan sekunder umumnya lebih tinggi daripada hutan primer. Ukuran kelompok juga bervariasi menurut kondisi habitatnya (Crockett dan Wilson, 1977). 2.4. Taman Nasional Alas Purwo Taman Nasional Alas Purwo itu sendiri merupakan Taman Nasional yang terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis Taman Nasional Alas Purwo terletak diujung timur Pulau Jawa yaitu tepatnya di wilayah Pantai Selatan antara 8º26 45-8º47 00 LS dan 114 º20 16-114º20 16-114 º36 00 BT. Taman Nasional Alas Purwo memiliki luas 43.420 Ha dengan wilayah yang terdiri dari beberapa zonasi seperti Zona Inti dengan luas wilayah 17.200 Ha, Zona Rimba dengan luas wilayah 24.767 Ha, Zona Pemanfaatan dengan luas wilayah 250 Ha, dan Zona Penyangga dengan Luas 1.203 Ha (Departemen Kehutanan, 2013).

10 Monyet ekor panjang dapat dijumpai di Trianggulasi dengan populasi total 93 individu dari 5 koloni yang ada pada 4 jalur transek. Jalur populasi tersebut adalah jalur Rowobendo-Trianggulasi, jalur Sadengan-Pura Luhur Giri Salaka, jalur Pancur-Gua Istana, dan jalur Sadengan-Gua Istana. Perbedaan distribusi disebabkan oleh ketersediaan pakan, jarak jalur jelajah dan kondisi lingkungan disekitarnya (Purnomo, 2003). 2.5. Taman Nasional Baluran Taman Nasional Baluran adalah taman nasional yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Secara Geografis Taman Nasional Baluran berada ada 7 º55 17,76 Lintang Selatan dan 114º23 15 27 Bujur Timur dengan luas kawasan 25.000 Ha yang terbagi menjadi beberapa daerah zonasi yaitu Zona Inti seluas 12.000 Ha, Zona Rimba seluas 5.537 Ha, Zona Pemanfaatan dengan luas 800 Ha, Zona Pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan Zona Rehabilitasi dengan luas 783 Ha (Departemen Kehutanan, 2013).