BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR ISI. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pelatihan...

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

3. METODE 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan

2016 ANALISIS PROSES PEMBUATAN BONEKA KAYU LAME D I KAMPUNG LEUWI ANYAR KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Desain mebel termasuk dalam kategori desain fungsional, yaitu desain

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena

BAB I PENDAHULUAN. Dunia bisnis sekarang ini semakin lama semakin berkembang dan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kharissa Probosiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tantangan utama yang dihadapi perusahaan saat ini adalah bagaimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Wulan Ayodya,,Mau Kemana Setelah SMK?, Erlangga, Jakarta, 2013, hlm. 64

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci: Orientasi Pasar, Inovasi Produk, Kinerja Pemasaran

BAB II ESTETIKA DAN MOTIF BUNGA DALAM KAJIAN LITERATUR

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan cepatnya perkembangan bidang teknologi, perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. bangsa diharapkan mampu memberikan peran dan andil dalam akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Nur Fadilah,2013 MANFAAT HASIL BELAJAR BUSANA PENGANTIN SEBAGAI KESIAPAN MEMBUKA USAHA BUSANA PENGANTIN

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki beberapa kebutuhan pokok yang dapat dikelompokkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. usaha pada tahun 2006 menjadi usaha pada tahun 2007 (Tabel 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

Model Inovasi Motif dan Produk Dalam Membangun Sentra Industri Batik Berbasis Kreativitas Pada Pengrajin Batik Gedhog di Kabupaten Tuban

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable). Perusahaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup ini

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan transportasi. Globalisasi berarti menyatukan pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

BAB II KAJIAN TEORITIS

STRATEGI PENGEMBANGAN PENGUSAHA KECIL MELALUI CAPACITY BUILDING DI DAERAH TUJUAN WISATA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis di era sekarang telah berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan. daya manusia dan merupakan tanggung-jawab semua pihak, baik

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Data Produk

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gun Gun Gunawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan usaha, perusahaan tidak saja beroperasi di lingkungan. perusahaan, yaitu adanya cabang, agen, dan sebagainya.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Menurut Rozak, dkk, Komplikasi Undang-undang & Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta: FITK Press, 2010, hlm. 273) Mengatakan bahwa:

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PERESMIAN PENDIRIAN ASOSIASI BATU MULIA INDONESIA (ABAMI) Jakarta, 26 MEI 2015

PERUSAHAAN KAYU JATI ONLINE SEBAGAI PELUANG USAHA E-BUSINESS. Disusun guna memenuhi tugas. Mata kuliah E-Business

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

IPTEKS BAGI PENGRAJIN MEBEL USAHA KECIL GUNA MENINGKATKAN KETERAMPILAN DAN HASIL PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki relevansi yang langsung dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu yang bermanfaat bagi perorangan dan lingkungan masyarakatnya. Pemerintah mengatur Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan seperti yang terdapat pada Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 Bab IV menyatakan bahwa: Jalur pendidikan terdiri atas Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah. Mustofa (2010: 11), mengemukakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran dan prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip pembelajaran. Pelatihan bagi orang dewasa dilakukan dengan menggunakan pendekatan Andragogi yang menempatkan orang dewasa sebagai individu yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar serta orientasi belajar. Orang dewasa bekerja pada beragam jenis pekerjaan, baik keterampilan jasa maupun keterampilan teknis dengan usia dan latar belakang

2 sosial, budaya dan pendidikan yang beragam. Salah satu pekerjaan tersebut adalah bekerja sebagai perajin mebel kayu. Perajin mebel kayu bekerja secara perorangan atau bekerja dalam kelompok kecil pada satu lokasi, membentuk sentra perajin atau semacam sentra perajin. Lokasi tempat kerja kelompok perajin mebel tidak hanya berada di Jawa Barat, tetapi menyebar di berbagai daerah lainnya seperti di propinsi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Pengetahuan dan keterampilan teknis yang selama ini telah mereka miliki berasal dari pendidikan formal melalui Sekolah Menengah Kejuruan, bidang mebel kayu dan atau pendidikan non- formal melalui magang (bekerja sambil belajar), kursus atau pelatihan. Observasi ke beberapa sentra di Jawa Barat memperlihatkan bahwa sebagian besar perajin memperoleh keterampilan melalui jalur pendidikan non-formal. Industri Kecil dan Menengah mebel kayu tersebar hampir di seluruh peloksok daerah di Indonesia. Sebagian besar usahanya tergabung dalam kelompok atau sentra-sentra industri kecil mebel. Masalah yang dihadapi industri kecil mebel kayu pada saat sekarang antara lain adalah: (a) Pada umumnya desain produknya berasal dari pembeli (Job Order), (b) penurunan daya saing. (c) kompetensi SDM terbatas, (d) sistem serta proses produksi yang belum tertata (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian RI:2009). Salah satu program pemerintah melalui Direktorat Jenderal industri Kecil, Kementerian Perindustrian RI yang berkaitan dengan kondisi tersebut adalah Program peningkatan kompetensi SDM perusahaan atau kelompok perajin Industri kecil dan Menengah

3 melalui berbagai kegiatan, antara lain: pelatihan manajemen, pelatihan mutu, pelatihan teknik produksi dan pelatihan desain dll. Wujud suatu produk mebel dilihat dari aspek produksinya, dibentuk oleh kompleksitas hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang meliputi aspek-aspek, pertama: Aspek pengetahuan dan keterampilan teknis, seperti membaca gambar, pengetahuan, pemilihan dan penggunaan bahan baku, pengetahuan dan keterampilan penggunaan peralatan kayu, proses produksi, langkah-langkah dari rangkaian kegiatan pembuatan mebel dan biaya, perhitungan biaya bahan, biaya produksi, penentuan laba dan harga jual produk. Kedua: Aspek Estetika atau keindahan produk mebel. Aspek ini bersifat subjektif dan berhubungan erat dengan pengalaman perajin dan ketiga: Aspek Bisnis, meliputi pemasaran, promosi dan penjualan. Aspekaspek tersebut mempengaruhi keberadaan wujud fisik dari sebuah produk mebel. Dalam penelitian ini fokus penelitian dibatasi pada lingkup peningkatan keterampilan teknis dan muatan estetis pada produk mebel. Dasar pemikirannya adalah bahwa Keterampilan teknis adalah inti dari keahlian yang harus dimiliki para pembuat mebel. Keterampilan inilah yang membuat sebuah mebel mewujud, tanpa keterampilan inti ini, gagasan atau ide yang sifatnya abstrak tak akan terwujud menjadi suatu produk. Pertimbangan estetika keberadaannya selama proses pembuatan mebel, secara sadar atau tanpa disadari sangat dekat dengan pemakaian keterampilan teknik dalam pembuatan sebuah mebel. Pilihan untuk menyatukan secara kontekstual

4 antara keterampilan teknis dan muatan estetis didasarkan pada keakraban perajin mebel pada aspek keterampilan teknis sebagai faktor dominan yang karena pengalamannya menjadi akrab dengan perajin dalam rangkaian proses pembuatan mebel. Menempatkan aspek estetika sebagai bahan ajar yang terpisah dari konteks aspek lainnya pada suatu pelatihan bagi perajin akan terkendala oleh kurang atau belum adanya pengalaman yang dapat memberi dukungan yang memudahkan perajin untuk memahami estetika dalam konteks tanggung jawabnya pekerjaannya. Keberadaan muatan estetika pada produk dikemukakan banyak ahli seperti Bramston (2009), Bayley, Steven dan Conran (2007), Norman (2004). Orang dewasa sebagai orang yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan juga memiliki pengalaman sebagai modal yang kuat untuk mengembangkan ekspresi subyektifitas estetiknya dalam kegiatan kesehariannya sebagai pembuat mebel. Ini merupakan satu alternatif dalam fokus model peningkatan keahlian perajin. Knowles (1990: 18) mengemukakan bahwa orang akan mampu menerapkan pengetahuannya dalam kondisi-kondisi yang berubah dengan membelajarkan diri. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang dikemukakan di atas akan meningkatkan keahlian kelompok perajin dalam memecahkan masalah-masalah keseharian yang dihadapi kelompok perajin. Masalah yang dihadapi dapat berupa: masalah yang sifatnya teknis atau keterampilan teknis, maupun masalah yang sifatnya pengetahuan, seperti pengetahuan bahan baku dan peralatan kayu serta cara penggunannya serta masalah yang lebih bersifat umum atau menyeluruh.

5 Masalah yang dikemukakan terakhir antara lain mengenai ragam sikap konsumen yang selama ini dilayani atau calon konsumen yang potensial untuk menjadi konsumen baru. Hal tersebut sangat tergantung pada kebutuhan sentra atau kelompok perajin mebel kayu dalam meningkatkan usahanya. Mengenai lemahnya daya saing yang terjadi pada industri kecil, Primiana (2009: 135) mengatakan bahwa keberlangsungan dan tumbuhnya suatu industri tak dapat dilepaskan dari kreatifitas dan inovasi yang mampu diciptakannya. Tanpa memiliki kemampuan bersaing (competitive advantage) suatu industri tidak akan mampu bertahan, dan itu yang dialami oleh industri kecil dalam negeri pada saat sekarang. Dalam topik yang relevan, Hari Lubis mengemukakan pada Membangun Daya Saing Industri Daerah (Departemen Perindustrian. (2007: 316), bahwa perusahaan industri kecil menengah yang tetap dapat mempertahankan keberadaannya atau bahkan mampu berkembang dengan baik, ternyata mampu memenuhi dua jenis persyaratan kesesuaian, yaitu: (1) yaitu adanya kesesuaian antara produk yang dihasilkan dengan corak pasar yang dilayani, dan (2) adanya kesesuaian antara pasangan produk-pasar (yang sesuai) dengan karakteristik pengusaha industri kecil menengah yang menjalankan usaha tersebut. Di Jawa Barat sendiri kelompok perajin mebel kayu berada menyebar hampir di semua kota dan kota Kabupaten. Perajin yang bekerja berkelompok di satu daerah tertentu atau di sentra tertentu antara lain berada di Tasikmalaya, Sumedang, Garut, Cirebon, Indramayu, Bandung, Kabupaten

6 Bandung dan di Cianjur. Daftar Industri kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Jawa Barat (2006), menunjukan jumlah sentra industri kecil mebel di Jawa Barat meliputi: Kabupaten Tasikmalaya (18 sentra), Kabupaten Garut (6 sentra), Kabupaten Indramayu (7 sentra), Sumedang dan Cianjur (tidak tercatat), sedangkan tenaga kerja yang terdaftar berjumlah 5625 orang SDM perajin mebel kayu yang terdiri dari SDM yang memiliki keahlian dengan melalui pendidikan formal, yaitu melalui pendidikan di sekolah kejuruan (SMK mebel kayu) dan SDM yang memperoleh keahlian dengan cara bekerja sambil belajar. Sentra industri kecil adalah himpunan para pelaku atau produsen di bidang industri tertentu yang serupa dan berada di suatu lokasi (desa, kelurahan) tertentu (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (2009). Observasi awal terhadap produk-produk industri kecil mebel kayu memperlihatkan bahwa di Kota Bandung diperdagangkan beragam mebel kayu yang dibuat atau diproduksi di berbagai daerah. Produk mebel tersebut selain berasal dari wilayah Jawa Barat juga berasal dari sentra-sentra lain, seperti dari Jawa Tengah, yaitu berupa kursi ukiran atau tanpa hiasan ukiran yang berasal dari Kabupaten Jepara. Produk mebelnya selain diperdagangkan di toko-toko mebel juga di trotoar jalan-jalan yang strategis atau jalan yang banyak dilalui oleh masyarakat atau di wilayah-wilayah pemukiman. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya persaingan diantara kelompok atau sentrasentra perajin mebel kayu dan persaingan tidak saja diantara kelompok

7 perajin di Jawa Barat, tetapi juga dari sentra mebel dari propinsi lain di pulau Jawa. Keragaman budaya, kondisi sosial dan ekonomi masing-masing kelompok perajin yang bekerja pada satu daerah atau sentra memiliki kekhasan tertentu yang menjadi latar belakang tumbuhnya industri mebel kayu. Tiap kelompok atau sentra menawarkan pada calon konsumennya produk mebel kayu dengan daya tarik yang beragam. Jika kelompok perajin atau perajin suatu sentra tidak memperhatikan persaingan, tuntutan dan perkembangan pasar, maka kelompok perajin tersebut akan ditinggalkan oleh calon konsumennya. Calon konsumen memiliki banyak pilihan untuk beralih pada produk mebel yang dibuat sentra atau kelompok perajin lain yang menjadi pesainganya. Ditjen IKM Sakri Widhianto (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian, 2007).) dalam konteks kondisi industri kecil, termasuk industri kecil mebel kayu antara lain mengemukakan bahwa kendala internal pada industri kecil adalah pada kualitas SDM, serta rendahnya mutu dan desain produk mebel. Mutu mebel meliputi mutu bahan baku yang digunakan, pengolahan. yang secara holistik menjadi garapan bidang keilmuan desain (desain produk). Artinya secara umum, ada kebutuhan belajar bagi perajin mebel untuk terus meningkatkan keahliannya. Pengetahuan dan keterampilan teknis dalam kerangka meningkatkan keahlian perajin mebel kayu yang kebutuhannya disesuaikan dengan kebutuhan belajar tiap kelompok atau yang bekerja di sentra-sentra yang beragam.

8 Salah satu sentra industri kecil mebel kayu di kabupaten Bandung yang menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud, desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga-Asih Kabupaten Bandung. Penelitian pendahuluan ke kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud memperlihatkan bahwa selama ini para perajin semuanya memperoleh keterampilan teknis membuat mebel dengan cara bekerja sambil belajar (magang). Pola belajar tersebut terjadi karena masih kuatnya hubungan kekeluargaan atau sistem kekerabatan yang berada pada satu lingkungan masyarakat. Faktor lain adalah pasang surutnya jumlah pesanan, yang pada kondisi banyak pesanan kelompok perajin umumnya membutuhkan tambahan tenaga kerja untuk membantu perajin, sehingga jumlah produksi yang besar dapat dipenuhi. B. Identifikasi Masalah Gejala yang terjadi sekarang adalah bahwa produk mebel dari Kampung Mahmud desa Mekar-Rahayu kurang memperlihatkan perkembangan dalam mengantisipasi tuntutan pasar yang berkembang pesat. Perkembangan yang dimaksud khususnya adalah pada ragam mebel kayu yang mereka buat sekarang. Suatu produk mebel kayu sebaiknya dapat memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan psikologis calon konsumen atau pasar. Pemenuhan kedua fungsi tersebut akan menentukan segmen pasar yang dapat dimasuki, sehingga terbuka peluang yang lebih besar terhadap pasar yang selama ini menjadi pasar mebel produk perajin Kampung Mahmud.

9 Potensi yang dimiliki perajin dapat dikembangkan menjadi kegiatan produktif untuk memenuhi kebutuhan calon konsumen yang lebih luas, mengingat umumnya perajin di kampung Mahmud memiliki pengalaman dan semangat kerja yang besar. Sentra ini sendiri keberadaannya dirintis oleh para pendahulunya selama lebih dari 20 tahun. Jenis produk mebel kayu Kampung-Mahmud yang dibuat di Kampung Mahmud sangat beragam, mulai dari kursi dan meja tamu, kursi makan, lemari hias, credensa, tempat tidur, rak dapur dan sebagainya. Walaupun demikian produk mebel yang paling banyak dibuat adalah mebel kursi, baik kursi tamu maupun kursi makan. Sebagian besar produk yang dibuat merupakan produk pesanan toko, yang desainnya dibuat dan dibawa oleh pemesan. Dalam hal ini sikap perajin juga beragam, ada yang selain menerima pekerjaan pesanan, juga tertarik dan membuat model mebel sendiri, walaupun jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, ada juga perajin yang hanya membuat barang seperti apa yang dipesan dan juga terdapat perajin yang membuat mebel dengan belajar dari bentuk-bentuk mebel yang dianggapnya menarik dan laku dipasaran. Walaupun demikian, penggunaan ruji-ruji kayu pada produk mebel, khususnya pada produk mebel kursi tamu dan kursi makan tampak dominan, seakan memberi ciri khas produk daerah ini. Kondisi tersebut disebabkan oleh pola perkembangan tumbuhnya kelompok perajin di Kampung-Mahmud yang sangat mengandalkan pada pesanan dari toko-toko di kota Bandung dengan desain seperti yang banyak di produksi sekarang. Kekuatan kelompok perajin Kampung Mahmud pada saat

10 sekarang adalah kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang selama ini menjadi pemesan tetap ke Kampung Mahmud. Di satu sisi, kondisi tersebut menjadikan sentra ini, perajinnya dapat terus bekerja sampai sekarang dan pemesan atau konsumen yang setia pada hasil kerja kelompok perajin perlu dipertahankan. Di sisi lain pesaing dari sentra lain dengan produk sejenis dan serupa juga memasuki pasar yang sama. Sentra yang paling muda usianya seperti Cianjur berkembang pesat dengan ragam produk mebel lebih beragam. Selain itu, juga masuk mebel-mebel dari Sentra Jepara dengan harga yang kompetitif dengan sentra-sentra yang baru berkembang. Sentra perajin kampung Mahmud harus dapat menumbuhkan motivasi diri yang lebih besar, selain mempertahan pelanggan yang sudah ada juga meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai alternatif untuk tetap dapat bersaing dengan sentra-sentra lainnya. Beberapa perajin bekerja kreatif dengan mencoba mengubah-ubah bentuk kursi dan menawarkan ke calon konsumen, sedangkan sebagian besar perajin mengerjakan pesanan dari toko-toko. Wawancara dengan beberapa perajin dan mengamati kegiatan dan produk yang dibuat perajin memperlihatkan, bahwa selain mempertahankan konsumen lama dengan ragam pesanan yang selama ini dibuat, juga terdapat potensi lain sebagai alternatif untuk tidak saja mempertahankan pelanggan, tetapi juga memperkuat kemampuan bersaing dengan lebih menumbuhkan motivasi kebutuhan belajar yang tumbuh dari dalam diri perajin sendiri. Jika kelompok perajin di Kampung-Mahmud tidak meningkatkan kualitas keahliannya dalam

11 membuat produk mebel yang lebih baik secara teknis dan estetis, maka perajin mebel akan berkurang kemampuannya dalam mengantisipasi tuntutan kebutuhan pasar yang lebih kompetitif. Ada indikasi bahwa pasar bagi mebel kayu dari Kampung Mahmud akan berkurang daya saingnya dalam memenuhi tuntutan kebutuhan calon konsumen atau pasar mebel kayu yang menjadi tujuan pemasaran produk mebel dari Kampung-Mahmud. Kondisi ini sejalan dengan penilaian Ditjen IKM, Sakri Widhianto (2007), tentang kelemahan industri kecil mebel-kayu di Indonesia, yang telah dikemukakan di atas. Gejala tersebut memunculkan permasalahan yang berhubungan dengan upaya-upaya yang yang dapat dilakukan untuk selalu meningkatkan kualitas keahlian SDM perajinnya. Upaya-upaya tersebut secara langsung akan berhubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas keahlian SDM perajin mebel kayu di KampungMahmud. Kelompok perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud sedikit demi sedikit akan mengecil daya saingnya jika kualitas SDMnya tidak ditingkatkan. Pelanggan akan bergeser ke sentra atau kelompok perajin lain, karena perajin mebel di Kampung Mahmud kurang siap dalam menyiapkan SDMnya untuk membuat produk mebel yang lebih baik, dari produk yang selama ini mereka buat. Produk mebel yang baik pembuatannya tergantung pada kualitas sumber daya manusia atau kualitas keahlian perajinnya. Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pelatihan bagi kelompok perajin industri kecil mebel kayu dengan studi kasus kelompok

12 perajin di Kampung-Mahmud. Model Pelatihan dapat dirancang dan diimplementasikan dengan baik jika model pelatihan itu langsung menjawab permasalahan yang dihadapi oleh sentra atau kelompok perajin Kampung- Mahmud pada masa sekarang dan yang akan datang. Jika kesenjangan tersebut tidak dimulai untuk diatasi maka SDM perajin di kampung-mahmud secara perlahan akan semakin ketinggalan oleh pesaing-pesaing lokal dari sentra atau kelompok perajin mebel kayu lain. C. Rumusan Masalah Terdapat kecenderungan bahwa pada saat sekarang belum ada model pelatihan yang dapat memberikan kontribusi bermakna untuk peningkatan keahlian yang memberi kemampuan bersaing di pasar mebel, khususnya bagi perajin mebel Kampung Mahmud. Masalahnya adalah Model Pelatihan yang bagaimanakah yang dibutuhkan oleh kelompok perajin mebel kayu di Kampung Mahmud, Desa mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung sekarang? Untuk menjawab pertanyaan di atas dikemukakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung sekarang?. 2. Bagaimanakah Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-nilai Estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung Mahmud?.

13 3. Bagaimanakah implementasi Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian Perajin Mebel di Kampung Mahmud? D. Tujuan Penelitian Dengan menggunakan perspektif pendidikan orang dewasa, maka fokus penelitian ditujukan pada diperolehnya model pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan perajin mebel pada studi kasus ini. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud melalui pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis, selanjutnya lebih spesifik lagi tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung- Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung. 2. Untuk membuat Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin mebel kayu Kampung-Mahmud 3. Untuk mengetahui hasil implementasi model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian perajin mebel kayu Kampung Mahmud. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan keilmuan dan kajian pendidikan luar sekolah. Model

14 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis diharapkan mampu mendorong tumbuhnya model-model pelatihan bagi kelompok perajin Industri kecil mebel kayu dengan permasalahan yang beragam. Pelatihan dengan memasukan nilai-nilai estetis secara kontekstual dengan aspek keterampilan teknis bagi perajin diharapkan dapat memberi peluang pada perajin untuk memanfaatkan potensi pengalaman teknis dan estetiknya melalui kegiatan pelatihan. Selanjutnya manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu model pelatihan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dan tanggung jawab terhadap perkembangan industri kecil mebel. Manfaat penelitian lebih rinci dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Memberikan manfaat dalam pengembangan ragam model pelatihan khususnya model pelatihan bagi kelompok industri kecil mebel kayu yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia. 2. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi Instansi, lembaga swasta dan pemerintah serta perorangan dalam kerangka pembinaan kelompok perajin Industri Kecil Mebel kayu. 3. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti permasalahan lebih lanjut pada konteks yang serupa.

15 F. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Kampung Mahmud desa Mekar- Rahayu, Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Kampung Mahmud merupakan lokasi yang paling banyak memiliki perajin mebel kayu diantara tempat bekerja perajin perajin lain yang bekerja menyebar di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih. Bengkel kerja kayu mereka menyebar di rumahrumah penduduk yang satu dengan lain letaknya berdekatan. Jumlah kelompok perajin umumnya bersifat fluktuatif tergantung kondisi banyaknya pesanan dari toko-toko di Bandung atau konsumen lain pada waktu yang bersamaan. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah Perajin mebel dari kampung Mahmud yang dipilih secara purposif. Empat kelompok perajin dari 20 perajin aktif yang sudah memiliki keterampilan membuat mebel kayu dipilih sebagai subyek penelitian. Perajin akan bekerja dalam kelompok kecil yang masing-masing kelompok akan terdiri empat sampai lima orang anggota yaitu perajin mebel kayu yang pada saat sekarang sedang aktif bekerja membuat mebel kayu, di bengkel kerja kayu tempat mereka membuat mebel pesanan.

16 G. Kerangka Berpikir Penelitian Pelatihan Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai estetis bagi perajin mebel kayu kampung Mahmud dalam perspektif Pendidikan Orang Dewasa menempatkan perajin sebagai orang dewasa yang memiliki: (1) Konsep diri (Self-Concept), (2) Pengalaman (Experience), (3) Kesiapan Belajar (Readyness to learn), (4) Perspektif waktu dan orientasi belajar (Time perspective and learning orientation). Pelatihan akan berpusat pada perajin mebel kayu terhadap masalah yang dihadapi perajin sekarang dan masa depan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu produk berupa model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang dapat meningkatkan kualitas keahlian SDM Perajin Kampung-Mahmud. Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan seperti pada Diagram 1.1.

17 Kelompok Perajin Mebel Pengetahuan & Keterampilan Kesesuaian Pilihan Ragam Pengetahuan & Keterampilan yang perlu ditingkatkan Aspek Pengetahuan &Keterampilan: Teknis: Gambar, bahan baku, peralatan, Proses produksi, &Biaya Estetika Bisnis: Pemasaran Penjualan Lingkup Penelitian Pelatihan Aspek Pengetahuan, Keterampilan Teknis & MuatanEstetis Proses Perencanaan Model Pelatihan Pengetahuan & Keterampilan Setelah Pelatihan Peningkatan pada aspek Pengetahuan, Keterampilan Teknik dengan Muatan Estetis Pengetahuan dan Keterampilan baru sebagai Penguatan dalam Menghadapi Permintaan Calon Konsumen yang Beragam Diagram 1.1 Kerangka Berpikir penelitian

18 H. Struktur Organisasi Desertasi Struktur penulisan Desertasi dibagi dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan: Berisi uraian yang berhubungan dengan latar belakng masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka berpikir penelitian dan struktur organisasi desertasi. Uraian pada Bab ini menjelaskan mengapa penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang melatar belakanginya serta fokus dari penelitian yang akan dilakukan. Bab II Kajian Pustaka: Bab ini merupakan suatu kajian teoritik yang menjadi landasan dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaan penelitian serta tujuan penelitian. Pada bab ini penulis mencoba melihat kedudukan masalah yang diteliti dalam konteks lingkup bidang keilmuannya. Bab III Metode Penelitian: Bab ini menguraikan secara rinci mengenai pendekatan dan metode yang digunakan, termasuk di dalamnya uraian mengenai : lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian yang akan digunakan, serta teknik dan analisis data, di dalamnya termasuk validitasnya. Teknik yang diguanakan melalui teknik observasi dan wawancara serta tes tulis untuk pengukuran sikap dan tes tindakan berkaitan dengan tingkat keterampilan teknis pada akhir pelatihan.

19 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: Hasil penelitian mencakup deskripsi yang berhubungan dengan perajin kampung Mahmud, perajin, lokasi dan tempat kerja dan produknya dibahas secara komprehensif. Bab ini juga membahas penyusunan Model Pelatihan Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa, ujicoba terbatas dan implementasinya. Pada bagian ke dua berisi pembahasan hasil temuan pada penelitian pendahuluan di analisis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam proses pembuatan suatu model Pelatihan. Pada bab yang sama juga di telaah tiga hasil implementasi pelatihan mengenai mebel kayu yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendahuluan dan pembahasannya dipergunakan untuk membuat desain model pelatihan dan implementasinya pada kelompok Perajin Kampung Mahmud. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyajikan pemaknaan peneliti terhadap analisis temuan penelitian.