BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Kompetensi Apoteker Indonesia adalah :

BAB II TINJUAN PUSTAKA. a. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi

BAB I PENDAHULUAN. bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan Kefarmasian harus dilakukan

LAMPIRAN. PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. program studi farmasi FKIK UMY.Total mahasiswa farmasi 2012 yang. menjadi responden berjumlah 56 orang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PELAKSANAAN DAN ANALISA PENGARUH EARLY PHARMACEUTICAL EXPOSURE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan SK Mendiknas No. 323/U/2002 tentang kurikulum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu, kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning) harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. corrected item-total correlation yang lebih besar dari 0,349 angka

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

Adult Learning dan Berpikir Kritis. By : Kelompok 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA PELAKSANAAN PRAKTIK PENYULUHAN KELUARGA OLEH MAHASISWA PROGRAM STUDI PKK FPTK UPI

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam strategi World Trade Organization (WTO) pada tahun 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

INTERPROFESIONAL EDUCATION DALAM PANDANGAN DOKTER GIGI. Oleh : drg Laelia Dwi Anggraini, SpKGA

PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedudukan sosial. Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam. dimasyarakat yang ditetapkan oleh budaya.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa:

RENCANA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Apoteker Indonesia 1. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi Standar Kompetensi Sarjana Farmasi merupakan standar nasional yang harus dicapai lulusan pendidikan S1 Farmasi di seluruh Indonesia termasuk lulusan pendidikan Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kompetensi utama lulusan S1 Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sesuai dengan Surat Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia Nomor: 12/APTFI/MA/2010 tentang Kompetensi Sarjana Farmasi Indonesia adalah: Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kefarmasian di bidang klinis meliputi sistem kardiovaskuler, pernafasan, saraf, endokrin, ophtalmologi, THT, urologi, tulang & persendian, obsgyn, ginjal, dan gangguan dermatologi secara profesional. a. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kefarmasian di bidang komunitas secara profesional. b. Mahasiswa mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. c. Mahasiswa mampu mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen apotek, RS, dan industri di bidang kefarmasian. 9

10 d. Mahasiswa mampu menjalin hubungan interpersonal. e. Mahasiswa mampu mengembangkan profesionalisme melalui penelitian. 2. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (PP RI No 51 2009 Pasal 1 Poin 5). Menurut Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: 058/SK/PP. IAI/IV/2011 Tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia adalah : a. Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian Secara Profesional dan Etik b. Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait dengan Penggunaan Sediaan Farmasi c. Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan d. Mampu Memformulasi dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai Standar Yang Berlaku e. Mempunyai Keterampilan dalam Pemberian Informasi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan f. Mampu Berkontribusi dalam Upaya Preventif dan Promotif Kesehatan Masyarakat g. Mampu Mengelola Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Standar Yang Berlaku h. Mempunyai Keterampilan Organisasi dan Mampu Membangun Hubungan Interpersonal dalam Melakukan Praktik Kefarmasian

11 i. Mampu Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Yang Berhubungan dengan Kefarmasian Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya. Kompetensi dan kewenangan apoteker tersebut menunjukkan kemampuan professional dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut. Apoteker yang melaksanakan tugas sesuai standar profesinya akan mendapatkan perlindungan hukum. Apoteker sebagai pendukung upaya kesehatan dalam menjalankan tugasnya harus diarahkan dan dibina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi dan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan pengawasan dilakukkan terhadap kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijakan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan B. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), sedangkan

12 Kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standard nasional yang telah disepakati (UU No. 20/2003). Dari kedua pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan model atau dsain yang digunakan sebagai pedoman bagi peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu agar dapat menjadi peserta didik yang kompeten. Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah dokumen formal dan terorganisasi terkait dengan penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar yang bertujuan menyiapkan kompetensi yang dibutuhkan lulusan untuk mampu melaksanakan tugas profesi yang dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Departemen Pendidikan Nasional mendeskripsikan pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pada dasarnya merupakan suatu perencanaan menyeluruh yang mencakup kegiatan (subject matter) dan pengalaman yang perlu disediakan, yang memberikan kesempatan secara luas bagi siswa untuk belajar. Sejalan dengan itu KBK menempati posisi yang penting dalam pengembangan kurikulum (Depdiknas,2004). Komponen penting dari kurikulum adalah tersedianya kesempatan bagi mahasiswa untuk mengadakan kontak efektif secara personal dengan pasien seawal mungkin. Selama kontak dimanfaatkan untuk mempelajari interaksi, faktor fisik dan psikologis, keluarga, komunitas, sosial dan lingkungan yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien.

13 Kurikulum Berbasis Kompetensi dirancang dengan peningkatan sainteknologi kefarmasian yang kuat dan unggul serta pembekalan implementasi pada konsep asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) melalui pendekatan terintegrasi baik horizontal maupun vertikal pada kelompok sistem asuhan/pelayanan kesehatan bersama dokter, dokter gigi, keperawatan, kebidanan, gizi dan tenaga/profesi kesehatan lainnya yang lebih berorientasi pada masalah farmasi klinis dan komunitas. KBK merupakan salah satu metode student learning yang diadobsi dari teori belajar atau Social Learning Theory. Bandura menyatakan bahwa tingkah laku manusia tidak hanya didorong oleh kekuatan dari dalam dirinya melainkan dalam diri orang lainyang belajar. Kemampuan tersebut ialah kemampuan mengenal yang disebut dengan istilah kognitif. Interaksi yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan akan membentuk tingkah laku manusia (Bandura, 1977; Weiten 2011). Untuk mengasah kemampuan kognitif ini maka dibuatlah metode pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) yaitu suatu metode instruksional untuk memberi kemampuan kepada peserta didik melalui penyelesaian masalah (Nursalam, 2008). C. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada era globalisasi saat ini. PBL dikembangkan untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam

14 pembelajaran ilmu medis di Mc Master University Canada (Amir, 2009). Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif pada siswa. Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Amir,2009). Kegiatan dalam PBL di Program Studi Farmasi UMY adalah kuliah, tutorial, skill lab, praktikum ilmu farmasi, plenary discussion, Interprofesional Education (IPE) dan Early Pharmaceutical Exposure (EPhE).

15 D. EarlyPharmaceutical Exposure Early Exposure merupakan metode pembelajaran berbasis masalah.di beberapa negara Early Exposure dikenal dengan Early Clinical Exposure.Konsep Early Clinical Exposure merupakan pemaparan awal mahasiswa pada dunia klinis dalam bentuk praktik klinis. Praktik klinis merupakan bagian integral dari pendidikan sarjana farmasi.early Clinical Exposure diberikan untuk mempersiapkan mahasiswa agar dapat melakukan dan mengetahui prinsip-prinsip dalam praktik klinis dan merangsang mahasiswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis mereka untuk memecahkan masalah (Ebrahimil, Kojuri, dkk, 2012) Pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Early Clinical Exposure dikenal dengan istilah Early Pharmaceutical Exposure (EPhE), EPhE diberikan semenjak pendidikan akademik dalam bentuk praktik klinis. EPhE dapat meningkatkan sosialisasi dan memperkuat pembelajaran afektif dan kognitif mahasiswa untuk memperkenalkan isu-isu penting dalam pengobatan secara lebih awal. Program EPhE bisa berpengaruh pada sikap mahasiswa farmasi dalam meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka untuk berhasil dalam praktik medis, sosial, emosional dan kepuasan profesi. Pada Program Studi Farmasi UMY, EPhE dilaksanakan sebanyak 6 kali yaitu pada blok 5, blok 8, blok 14, blok 16, blok 22, blok 24. Disini peneliti ingin mengevaluasi pelaksanaan dan pengaruh tingkat pengetahuan

16 mahasiswa terhadap EPhE di blok 14. Target kompetensi yang diharapkan di blok 14 ini yaitu: 1. Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi (Apotek) rawat jalan di Rumah sakit. 2. Pelayanan resep di Instalasi Farmasi (Apotek) rawat jalan di Rumah sakit. 3. Pengarsipan resep di Instalasi Farmasi (Apotek) rawat jalan di Rumah sakit. E. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman belajar dari pendidikan formal dan non formal (Notoaymojo, 2007). 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2007) pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, antara lain : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dilpelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

17 mengingat kembali atau recall terhadap suatu hal yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. d. Analisi (analysis) Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat diteliti dari penggantian kata seperti dapat menggambarkan (menurut bagian), membedakannya, memisahkannya, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan.

18 f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunkan kriteria yang sudah ada. 3. Faktor yang Memperngaruhi Tingkat Pengetahuan Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal (Notoadmodjo, 2003). Faktor internal meliputi: a. Usia Usia mempengaruhi terhadao daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembng pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. b. Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensi individu. c. Pengalaman Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dirasakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera

19 manusia. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: a. Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoadmodjo, 2007). b. Informasi/ Media Informasi diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediet impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi

20 sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan ladasan kognitif baru bagi terbentuknya terhadap hal tersebut (Notoadmodjo, 2007). F. Kerangka Konsep Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Problem Based Learning Early Pharmaceutical Exposure (EPhE) Evaluasi Pelaksanaan Tingkat Pengetahuan Keterangan : ----------------- : Berpengaruh. Gambar 1. Kerangka Konsep G. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi Pelaksanaan EPhE pada blok 14 Program Studi Farmasi UMY menurut perspektif mahasiswa adalah baik. 2. EPhE berpengaruh baik terhadap tingkat pengetahuan mahasiswa.