BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

dokumen-dokumen yang mirip
YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

BAB IV. A. Pendapat Tokoh Agama Tentang Pernikahan Ayah dengan Anak Tiri Dusun Balongrejo Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syari ah.

LARANGAN NIKAH KALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

BAB II PERKAWINAN DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Kaidah Fiqh SEMUA KERABAT HARAM DINIKAHI KECUALI EMPAT, SEDANGKAN SEMUA IPAR HALAL DINIKAHI KECUALI EMPAT. Publication: 1435 H_2014 M

SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB V PENUTUP. yang dapat kita ambil dari pembahasan tesis ini. Yaitu sebagai berikut:

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PROSES PERKAWINAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu keluarga melalui sebuah pernikahan, dari sebuah pernikahan inilah

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi Negara

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 0051/Pdt.P/PA.Gs/2010 TENTANG WALI ADLAL KARENA PERCERAIAN KEDUA ORANG TUA

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG MANIPULASI AKTA NIKAH DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. Alamat : Jl. AES Nasution Gang Samudin Rt 11 Rw 02

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

rukhs}oh (keringanan), solusi dan darurat.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

KAIDAH FIQH. Sebuah Ijtihad Tidak Bisa Dibatalkan Dengan Ijtihad Lain. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

Kafa ah dalam Pernikahan Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi i

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

ار ا خ ط ب ا خ ذ ك ى ا ي ر اأ ة ف ق ذ ر أ ر ب غ ض ي ا ذ ع ا ن ك اح ا ف ه ف ع م. )ر ا اح ذ اب دا د(

BAB I PENDAHULUAN. juga diperintahkan oleh Nabi. Banyak perintah-perintah Allah dalam al-qur an

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PRIMBON JAWA TENTANG KEHARMONISAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpasang-pasangan bertujuan untuk dapat menjalani kehidupan dengan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

BAB IV ANALISIS TENTANG PENANGGUHAN PENCATATAN PERNIKAHAN DINI DALAM TINJAUAN YURIDIS DAN ISLAM (SAMBIRAMPAK KIDUL KOTAANYAR PROBOLINGGO)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

BAB V ANALISIS DATA. A. Analisis Data Terhadap Pendapat Ulama Muhammadiyah di Banjarmasin Tentang Hukum Kawin Hamil Karena Zina

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

BAB I PENDAHULUAN. manusia, bukan hanya antara suami istri dan keturunannya tapi juga. juga merupakan jalan yang ditetapkan oleh Islam untuk mengatur

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB DAN TENTANG STATUS WALI DALAM PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB I PENDAHULUAN. penerus yang akan melanjutkan garis keturunannya. Untuk melakukan hubungan. biologisnya tersebut maka pernikahan adalah jalannya.

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan Pernikahan Dikalangan Kiai Dengan Masyarakat Biasa di Desa Bragung Kecamatan Guluk-guluk. Pelarangan pernikahan dikalangan kiai dengan masyarakat biasa yang terjadi di Desa Bragung Kecamatan Guluk-guluk berawal dari kebiasaan kalangan kiai menikahkan anaknya dengan kalangan sesama kiai. Pernikahan antara kalangan kiai dengan masyarakat biasa belum pernah terjadi, karena kalangan kiai dianggap sebagai orang yang mempunyai status sosial yang tinggi dan tingkat spiritual yang begitu melekat kepada sosok kiai. Apabila terjadi penikahan antara kalangan kiai dengan masyarakat biasa, maka anak dari kiai tersebut baik laki-laki maupun perempuan akan diasingkan oleh pihak keluraganya. Menurut keterangan diatas apabila dihubungkan dengan hukum Islam, maka sama sekali tidak melanggar apa yang telah ditentukan dalam hukum syara. Secara hukum Islam pun tidak melanggar syarat maupun 58

59 rukun pernikahan karena dalam Hadis Nabi saw bersabda mengenai kriteria dalam mencari pasangan hidup yakni: ١ ت ن كح ال م ر أ ة لا ر ب ع ل ما له ا و لح س ب ه ا و لج م ل ه ا ول د ن ي ه ا ف اظ ف ر ب ذ ات ال دي ن ت ر ب ت ي د اك. Perempuan itu dikawin karena empat sebab, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dank arena agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama Kaitannya dengan latar belakang kasus ini apabila dikaitkan dengan konsep kafa a>h, segolongan fuqoha ada yang memahami bahwa faktor agama sajalah yang dijadikan pertimbangan. Demikian itu karena didasarkan kepada sabda Nabi saw di atas (.maka carilah wanita yang taat beragama) Segolongan lainnya berpendapat bahwa faktor keturunan (nasab) sama kedudukannya dengan faktor agama, demikian pula faktor kekayaan, dan tidak ada yang keluar dari lingkup kafa a>h, kecuali apa yang dikeluarkan oleh ijma, yaitu bahwa kecantikan tidak termasuk dalam lingkup kafa a>h. 2 adalah : Menurut madzhab Syafi i kriteria yang menjadi konsep kafa ah 1 Abu Abdillah Ismail bin Ibrahim Al-Bukha>ri, Al-Jami as-sahi>h, Bab al-akfa fi addin wa qoulihi, (Beirut: da>r al-fikr, 1994), III: 123 hadis dari Abu> Hurairah dengan sanad s}ah}ih. 2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,2011). 141

60 a. Kebangsaan atau nasab b. Kualitas keberagamaan c. Kemerdekaan diri d. Usaha atau profesi Berdasarkan beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan pelarangan nikah dikalangan kiai dengan masyarakat biasa adalah untuk mendapatkan jaminan tingkat beragama dari kalangan kiai dan menjaga status sosial serta untuk menjaga ketaatan dari masyarakat biasa pada kalangan kiai. Disamping itu untuk mempererat hubungan silaturrahmi antar sesama kiai karena dalam sebuah pernikahan itu juga dapat menjalin hubungan keluarga. Karena dalam sebuah pernikahan bukan hanya hubungan antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan tetapi juga menghubungkan antara dua keluarga. B. Analisi Hukum Islam Terhadap Sah Pernikahan Dikalangan Kiai Dengan Masyarakat Biasa di Desa Bragung Kecamatan Guluk-guluk. Masyarakat Guluk-guluk di Desa Bragung memahami bahwa larangan nikah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan perkawinan. Oleh karena itu mereka cenderung menghindari melanggar larangan tersebut meskipun terkadang tidak sesuai dengan keinginan hati mereka. Kebiasaan pelarangan pernikahan Desa Bragung yang dimaksud di atas adalah larangan untuk menikah

61 dengan laki-laki atau perempuan dari kalangan kiai dengan masyarakat biasa. Laki-laki dari kalangan kiai tidak boleh menikah dari kalangan biasa, begitupun sebaliknya. Dalam kasus ini, terdapat dua pernikahan yang bertentangan dengan kebiasaan yang ada di Desa Bragung, yakni pernikahan antara Afifi dengan Datin dan Lora Bahol dengan Suswati. Pada dua pernikahan tersebut hanya pernikahan Lora Bahol dengan Suswati yang tetap berlangsung dan sekaligus melanggar apa yang telah menjadi kebiasaan di Desa Bragung. Apabila pernikahan yang terjadi antara Lora Bahol dan Suswati dilihat dari sudut pandang kebiasaan di Desa Bragung, maka seolah-olah pernikahan tersebut dilarang. Karena telah melanggar apa yang telah menjadi aturan atau kebiasaan yang ada di Desa Bragung. Namun, apabila dilihat dari sudut pandang lain, yakni dari sudut pandang sah atau tidaknya pernikahan tersebut, maka sudah jelas bahwa penikahan yang terjadi antara Lora Bahol dengan Suswati adalah sah, meskipun dalam pernikahan tersebut wali dari Lora Bahol tidak hadir. Sudah dijelaskan pada bab sebelum mengenai syarat dan rukun pernikahan yang menjadi tolak ukur sah tidaknya suatu pernikahan. Pernikahan Lora Bahol dan Suswati telah memenuhi syarat-syarat pernikahan yang ada yaitu ; calon mempelai laki-laki yaitu lora Bahol, calon mempelai perempuan yaitu Suswati, Mahar pada pernikahan ini

62 maharnya adalah seperangkat alat sholat, wali nikah, dua orang saksi yakni Hamdan dan Muhakki dan adanya shighot akad nikah. Jadi, meskipun pernikahan antara Lora Bahol dengan Suswati telah melarang apa yang telah menjadi kebiasaan di Desa Bragung, namun pernikahan tersebut tetap sah karena syarat dan rukun dari pernikahan itu sendiri. Dalam pernikahan tersebut, wali dari Lora Bahol tidak hadir, yakni kiai Hanafi beliau tidak mau hadir karena pernikahan anaknya Lora Bahol telah melanggar kebiasaan setempat. Wali dari calon mempelai laki-laki memang tidak wajib hadir, hal tersebut sesuai dengan hadist : ب اط ل ا يم ا ا م ر أ ة ن ك ح ت ب غ ير ا ذ ن و ل ي ه ا ف ن ك اح ه ا Artinya : Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin dari walinya maka nikahnya batal. Pada hadist di atas, menunjukkan bahwa yang wajib ada wali dalam pernikahan adalah calon mempelai perempuan, sedangkan tidak adanya wali dari calon mempelai laki-laki tidak menjadikan batalnya sebuah pernikahan. yaitu: Pada garis besarnya syarat- syarat sahnya perkawinan itu ada dua 1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan

63 merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikah untuk sementara maupun untuk selama-lamanya. 2. Akad nikahnya dihadiri para saksi. Pelaksanaan akad nikah harus disaksikan oleh dua orang saksi untuk adanya kepastian hukum tentang perkawinan tersebut. 3 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan antara Lora Bahol dan Suswati sah menurut hukum Islam. Karena tidak melanggar apa yang telah disyari atkan dalam hal pelaksanaan pernikahan. Meskipun dalam kenyataannya pernikahan antara Lora Bahol dengan Suswati telah melanggar kebiasaan yang berlaku di masyarakat setempat. C. Analisi Hukum Islam Terhadap Pelarangan Pernikahan Dikalangan Kiai Dengan Masyarakat Biasa di Desa Bragung Kecamatan Guluk-guluk. Mengenai larangan perkawinan dalam hukum Islam diatur dalam ayat22-23 surat an-nisa>, yang berbunyi: 3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2006), 479.

64 22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). 23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 4 Berdasarkan ketentuan yang termuat di atas, maka diketahui bahwa ketentuan larangan pernikahan terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu: Pertama: larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun lakilaki dan perempuan itu tidak boleh melakukan perkawinan. Larangan dalam bentuk ini disebut mahram muabbad. Mahram muabbad terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan. b. Disebabkan oleh adanya hubungan perkawinan (mus}a>harah) 4 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, 82.

65 c. Disebabkan oleh hubungan persusuan Kedua : larangan perkawinan berlaku untuk sementara waktu dalam arti larangan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu, suatu ketika biala keadaan dan waktu tertentu itu sudah tidak lagi menjadi haram, yang disebut mahram muaqqat. Mahram muaqqat terbagi beberapa macam yaitu: a. Mengumpulkan dua orang perempuan yang masih bersaudara b. Wanita yang sedang menjalani iddah c. Wanita yang masaih dalam pernikahan orang lain d. Wanita yang sudah ditalak tiga e. Mengawina lebih dari empat orang f. Larangan karena sedang ihram g. Larangan beda agama h. Larangan karena perzinahan Berdasarkan penjelasan dari ayat 22-23 surat an-nisa> di atas, maka kebiasaan pelarangan pernikahan yang terjadi di Desa Bragung bukan merupakan ketentuan dari ajaran hukum Islam. Kedau ayat di atas jelas mengatur mengenai siapa saja wanita-wanita yang haram dinikahi, dan tidak ada ketentuan mengenai larangan pernikahan antara kalangan kiai dengan masyarakat biasa. Pelaksanaan kebiasaan larangan pernikahan di Desa Bragung yang menentukan bahwa syarat nikah adalah harus sama-sama dari kalangan kiai juga bukan menjadi syarat sah perkawinan dalam ketentuan hukum

66 Islam. Pada kenyataanya kebiasaan larangan pernikahan dikalangan kiai dengan masyarakat biasa yang turun temurun sudah dilaksanak pada masyarakat dan bukan bersumber pada ketentuan hukum Islam. Sebuah kebiasaan yang oleh kalangan kiai masih dipertahankan dan masih dipatuhi oleh masyaraka sampai sekarang. Hukum Islam mengakui adat sebagai sumber hukum karena sadar akan kenyataan bahwa adat kebiasaan telah memainkan peran penting dalam mengatur kehidupan manusia di kalangan masyarakat termasuk dalam kalangan kiai. Adat kebiasaan berkedudukan pula sebagai hukum yang tidak tertulis namun sangat dipatuhi oleh masyarakat. Terkait dengan kebiasaan yang berlaku di Desa Bragung yaitu kebiasaan yang mengharuskan kalangan kiai harus menikah dengan sesama kalangan kiai. Kebiasaan ini tidak bisa ditinggalkan dan sudah menjadi hukum tidak tertulis turun temurun yang berlaku di masyarakat Desa Bragung. Walaupun ketentuan megenai larangan pernikahan antara kalangan kia dengan masyarakat biasa tidak diatur dalam hukum Islam, namun menurut masyarakat Desa Bragung ketentuan mengenai kebiasaan ini sudah mendarah daging dan tidak boleh dilanggar. Perlu ditegaskan bahwa pelaksanaan pelarangan pernikahan di Desa Bragung ini walupun sudah membudaya tidak bersifat wajib mutlak artinya pernikahan seharusnya tetap biasa dilakukan meskipun dengan masyarakat biasa dan melanggar kebiasaan yang ada. Karena dalam hukum Islam pernikahan tetap sah, hanya saja secara kebiasaan dianggap

67 sebagai hal yang menyimpang dan akhirnya berdampak pada hinaan dan celaan dari keluarga dan masyrakat sekitarnya. Pelarangan pernikahan dikalangan kiai dengan masyarakat biasa ini adalah bentuk kepatuhan masyarakat biasa terhadap pendapat dan perilaku kiai serta kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Kepatuhan menjadikan mereka cenderung fanatik terhadap apa saja yang dilakukan dan dikatakan oleh kiai. Padahal apabila dihubungkan dengan konsep kafa a>h, itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak sekufu dengannya, dia dapat menolak atau tidak memberikan izin dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat pula dikatakan sebagai hak wali yang kan menikahkan sehingga bila si anak perempuan kawin dengan laki-laki yang tidak sekufu, wali dapat mengentervensinya yang untuk selanjutnya menuntut pencegahan berlangsungnya perkawinan itu. Yang dijadikan standart dalam penentuan kafa a>h itu adalah status sosial pihak perempuan karena dialah yang akan dipinang oleh kali-laki untuk dikawini. Laki-laki yang akan mengawininya paling tidak harus sama dengan perempuan seandainya lebih tidak menjadi halangan. Seandainya pihak istri dapat menerima kekurangan laki-laki tidak menjadi masalah. 5 5 Ibid, h. 141