BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

dari 3 kasus juga masih dalam proses UNHCR lainnya. Negara-negara ketiga (Canada), Denmark, Finland, Jerman ( Germany), Netherland, Selandia Baru

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

URGENSI PENANGANAN PENGUNGSI/MIGRAN ILEGAL DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA TRANSIT BERDASARKAN KONVENSI TENTANG STATUS PENGUNGSI

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

BAB III POTENSI ANCAMAN YANG DIAKIBATKAN OLEH HADIRNYA IMIGRAN ILEGAL

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di muka maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB III KEBIJAKAN REGULASI DAN TATA KELOLA PENGUNGSI ASING DI NEGARA INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN.

Missbach, Antje, Trouble transit. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Resensi Buku

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1

BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga

DAFTAR SINGKATAN. Intergovernmental Committee for European Migration. Intergovernmental Committee for Migration

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PERAN UNITED NATION HIGH OF COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH TAHUN

JURNAL PENGUSIRAN PENCARI SUAKA OLEH AUSTRALIA MENURUT KONVENSI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 (THE 1951 CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES)

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

URGENSI PENANGANAN PENGUNGSI/MIGRAN ILEGAL DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA TRANSIT BERDASARKAN KONVENSI TENTANG STATUS PENGUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi Pengungsi Rohingya di Aceh tahun

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 94, No. 3/4. page: 15 2 Ibid. P Ibid, P. 29.

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI.

UPAYA IMIGRASI DIY DALAM MENANGANI KEBERADAAN PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI DI DIY TAHUN 2014

BAB III ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI MASUKNYA IMIGRAN GELAP DI INDONESIA. 3.1 Faktor Masuknya Imigran Gelap Ke Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur,

JURNAL ILMIAH PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION DALAM MENANGANI IMIGRAN ILEGAL ASAL TIMUR-TENGAH DI INDONESIA

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

URBANISASI DAN TRANSMIGRASI

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]


JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

TANGGUNG JAWAB INDONESIA SEBAGAI NEGARA TRANSIT TERHADAP WARGA NEGARA ASING (WNA) YANG TERLIBAT DALAM PENYELUNDUPAN MANUSIA ARTIKEL ILMIAH

JURNAL WANUA JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN Volume 1 No. 3. September-Desember 2016

PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Monica Kristianti Sitompul, Siti Muslimah, Anugrah Adiastuti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESS RELEASE. 1 P a g e. PLACE: Geneva DATE: 10 December UNHCR News

BAB II ISU IMIGRAN ILEGAL DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. federal/serikat. Pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh tetapi. etnis, golongan dan ras yang berbeda-beda maka penyelenggaraan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi kini tidak hanya berdampak pada kajian-kajian ekonomi tetapi juga pengaruh terhadap fenomena demografi khususnya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan migrasi Internasional. Disadari atau tidak, dengan berkembangnya industri-industri besar yang didukung oleh sistem ekonomi liberal serta melimpahnya sumber daya alam di negara lain menjadi salah satu faktor terjadinya migrasi orang-orang asing yang ingin mencari kehidupan yang layak di negara lain. Globalisasi tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga berdampak negatif bagi suatu negara. karena globalisasi menghilangkan batas-batas wilayah antar negara satu dengan yang lainnya, sehingga masyarakat dengan mudah mendapatkan akses untuk melakukan perjalanan ke negara lain. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran terutama mengenai lalu lintas orang asing. Lalu lintas orang asing dari suatu negara ke negara lain dapat menyebabkan terjadinya kejahatan lintas negara. Misalnya banyak orang asing melakukan proses migrasi secara illegal yakni mereka masuk ke negara lain dengan cara tidak mematuhi proses keimigrasian negara yang menjadi tujuan mereka. 1 Santoso, M. Iman, Perspektif Imigrasi dalam pembangunan ekonomi dan ketahanan nasional, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2004,hlm 2 1

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa orang melakukan migrasi ke negara lain, yang pertama adalah faktor politik, mereka (imigran) merasa bahwa situasi politik atau stabilitas politik di negara asalnya sudah tidak kondusif bagi mereka untuk bertahan hidup, sehingga mereka mencari jalan untuk bisa pergi ke negara lain bukan untuk mencari suaka politik, tapi untuk kehidupan baru yang lebih baik. 2 Faktor yang kedua adalah faktor ekonomi, Jika mereka memiliki keahlian mereka tentunya akan mendapat kesempatan yang lebih baik di negara lain daripada tetap bekerja di negara asal sendiri, Jika mereka tidak memiliki keahlian, mereka bisa menjadi Blue Collar Worker atau pekerja yang tidak memiliki skill, income yang mereka dapat jauh lebih banyak daripada di negaranya sendiri. 3 Pengungsi dalam perspektif internasional tak lepas dari Hak Asasi Manusia (HAM). Istilah pengungsi sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat nasional maupun internasional. Arus pengungsi besar-besaran baru terjadi setelah meletusnya Perang Dunia I pada tahun 1914, disusul Perang Dunia II tahun 1939-1945. Tapi pada waktu ini, masalah mengenai pengungsi dianggap sebagai masalah humaniter, dimana mereka yang meninggalkan negara asalnya secara terpaksa akibat konflik bersenjata diberi perlindungan agar tetap dapat melanjutkan hidup dengan damai tanpa dibayangi rasa takut. 4 2 http://www.perspektifbaru.com/wawancara/294 Ikrar Nusa Bakti Imigran Gelap akan jadi maslaah diakses 25 Oktober 2015 3 ibid 4 Enny Soeprapto, Implementasi Prinsip-Prinsip Humaniter dalam penanganan Masalah pengungsi dan Internally Displaced Persons (IDPs), Jakarta,2004, hlm 5 2

Pada hakikatnya negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya. Namun pada kenyataannya sering kali terjadi negara tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya, yaitu memberikan perlindungan terhadap warga negaranya sebagai mana mestinya. Sebaliknya, negara yang bersangkutan justru melakukan penindasan terhadap warga negaranya. Ketika negara yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu memberikan perlindungan terhadap warga negaranya seringkali terjadi seseorang mengalami penindasan yang serius atas hak-hak dasarnya sehingga terpaksa harus meninggalkan negaranya serta mencari keselamatan di negara lain. 5 Pada era globalisasi, perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain merupakan suatu hal yang biasa, teknologi yang mendukung dan akses transportasi yang memadai serta adanya kepentingan individu lah yang mendasari perpindahan itu terjadi bahkan batas-batas geografis suatu negara terkadang terasa seperti tidak ada. Sekarang ini, dunia serasa menjadi satu dan tidak ada pembatas apapun dengan adanya efek globalisasi. Salah satu contoh dari perpindahan itu ialah imigrasi. Imigrasi sendiri berarti perpindahan orang dari suatu negara ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh seseorang. Dan seseorang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Imigran sendiri ketika memasuki wilayah suatu negara harus dengan cara yang sah dan harus mempunyai dokumen-dokumen yang sah pula mengenai identitas dirinya. Jika tidak, maka ia akan dianggap sebagai imigran gelap. 5 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm 51 3

Imigran ada yang masuk ke suatu negara secara resmi (terdaftar) dan ada pula yang tak terdaftar (unregistered/undocumented). Mereka yang terdaftar bisa masuk ke suatu negara secara resmi (melalui pintu imigrasi resmi) dan terdaftar sebagai imigran resmi. Ada juga yang masuk melalui pintu imigrasi resmi namun kemudian tidak kunjung keluar (overstay). Jenis lainnya adalah mereka yang masuk melalui pintu tidak resmi dan bertahan tinggal di negara tersebut tanpa dokumen yang resmi. Yang terakhir ini disebut sebagai imigran gelap. Selain itu ada juga istilah pengungsi (refugees) dan pencari suaka (asylum seekers). Mereka adalah orang-orang yang bukan sengaja datang sebagai imigran dengan motif ekonomi. Dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik, mereka terpaksa datang karena merasa terancam di negara asalnya dan ingin mencari tempat yang lebih aman di negara lain. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi (Convention Relating to the Status of Refugee) menyebutkan bahwa pengungsi adalah mereka yang mengungsi ke negara lain karena takut akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama, ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik, kelompok kepentingan, dan lain-lain. Ada pengungsi yang bertahan sementara di negara lain untuk kemudian kembali ke negaranya. Ada pula yang mengajukan suaka (asylum) ke negara lain karena telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya di negara asalnya atau disebut pencari suaka (asylum seeker),dan ada pula yang terpaksa hijrah dari daerah tempat tinggalnya entah karena konflik sosial maupun bencana alam namun tidak 4

meninggalkan batas-batas negaranya yang disebut dengan Internally Displaced Persons. Indonesia, sebagai negara kepulauan memang banyak memiliki celah yang dapat dimanfaatkan para imigran gelap sebagai jalan akses masuk ke dalam wilayah Negara Indonesia,sepanjang garis pantai Indonesia hampir seluruh daerah dari Sumatera, Kalimantan atau NTT. 6 Para imigran gelap ini memang tidak serta merta mempunyai tujuan yang sama. Ada yang hanya transit di Negara Indonesia lalu bertolak lagi menuju Australia, ada pula yang memang ingin tinggal di sini. Kebanyakan dari mereka juga datang dari negara yang mempunyai masalah. Mereka juga ingin mendapatkan kehidupan yang layak. Mereka yang datang dengan motif ekonomi atau mencari penghidupan yang lebih baik di negeri orang dibedakan dengan mereka yang terusir atau terpaksa datang (forced migration) karena keamanannya terancam dan sulit bertahan tinggal di negaranya. Mereka yang datang dengan motif ekonomi atau mencari penghidupan yang lebih baik adalah para imigran ataupun migran. Imigran ilegal yaitu imigran yang memasuki wilayah Negara tertentu tanpa dokumen resmi. Imigran/imigrasi Gelap (illegal migration) diartikan sebagai suatu usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa menetap di suatu wilayah melebihi batas waktu berlakunya izin tinggal yang 6 http://news.detik.com/berita/2278499/pintu-masuk-imigran-gelap-ada-di-sepanjang-garis-pantaiindonesia Pintu masuk imigran gelap ada di sepanjang garis pantai Indonesia diakses pada 29 November 2015 5

sah atau melanggar atau tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah secara sah. 7 Menurut catatan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees) tahun 2010 jumlah pengungsi di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana 27.1 di antaranya adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa adalah pengungsi (lintas negara). Negara asal pengungsi yang terbanyak adalah berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam, Eritrea, China, Sri Lanka, Turkey dan Angola. Sedangkan negara tujuan pengungsi, ataupun yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika Serikat, Canada, Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara Scandinavia (Swedia, Finlandia dan Norwegia). Indonesia sendiri tidak tergolong sebagai negara tujuan pengungsian, walaupun Indonesia pernah berpartisipasi dengan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan Riau sebagai penampungan pengungsi asal Vietnam dan Cambodia (tahun 1979 1996) atas mandat dari PBB (UNHCR). Disamping Pulau Galang, pulau lain seperti Natuna, Tarempa dan Anambas juga menjadi tempat transit dan pemprosesan manusia perahu. Posisi Indonesia saat ini lebih dikenal sebagai negara transit pengungsi dari negara Asia lain yang akan menuju Australia. Pengungsi yang menjadikan Indonesia sebagai negara transit datang dari Irak, Afghanistan, Sri Lanka maupun Burma (etnis Rohingya). Kebanyakan pengungsi datang dengan menggunakan jalur laut (sebagai 7 Hanson, Gordon H., The Economic Logic Of Illegal Immigration, the Council on Foreign Relations Press, 2007, hlm 3-8, Lihat juga hlm 30 6

manusia perahu) dan memilih pantai selatan Jawa hingga ke Nusa Tenggara sebagai tempat bertolak menuju Australia. Jawa Barat bagian selatan adalah salah satu tempat bertolak paling ideal. Disamping karena merupakan titik terdekat menuju Pantai Chrismas Australia, juga karena pantai selatannya begitu panjang. Bukan hanya Jawa Barat. Rute lainnya adalah pantai selatan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB hingga NTT. Indonesia sudah sejak lama menjadi negara pilihan untuk transit menuju negara idaman, Australia atau Selandia Baru. Tak sekedar transit, banyak oknum WNI yang ternyata turut memfasilitasi imigrasi gelap tersebut atau biasa disebut dengan penyelundup manusia (human smuggler). Salah satu kasus smuggler yang terkenal adalah Tampa Incident Agustus 2001. Ketika itu sekitar 438 pengungsi Afghanistan terdampar di tengah laut internasional beberapa puluh kilomer dari Pulau Christmas. Mereka menumpang kapal Indonesia Palapa 1 yang berperan selaku penyelundup manusia dengan bayaran tertentu. Mereka kemudian ditolong kapal MV Tampa yang berbendera Norwegia yang sedang berlayar di daerah tersebut. Kapal kargo Norwegia Tampa menanggapi panggilan darurat yang dikeluarkan oleh Pusat Koordinasi Penyelamatan Australia dan menyelamatkan mereka. Sayangnya, otoritas Australia kemudian menolak menerima mereka di tanah Australia dan mengirim para manusia perahu tersebut ke negara Nauru untuk ditahan sementara dan diproses klaim suakanya. 8 8 http://herususetyo.com/2012/03/25/imigran-gelap-dan-peran-negara/ Imigran gelap dan peran negara diakses pada 12 Juni 2015 7

Sebanyak 24 orang imigran gelap asal Bangladesh dan Myanmar ditangkap jajaran Polres Pesisir Selatan (Pessel) di Pantai Selayang Pandang Kecamatan IV Jurai, para imigran ini tengah menunggu kapal jemputan untuk berlayar ke Australia guna mencari suaka, Setelah dilakukan pendataan, hanya beberapa WNA yang mempunyai paspor dan sebagian lagi tidak mempunyai surat surat lengkap. ke-24 imigran itu diamankan di Mapolres Pessel sebelum diserahkan ke Imigrasi Kelas I Padang. 9 Sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967 dan tidak mempunyai mekanisme penentuan status pengungsi,dengan alas an kemanusiaan sampai saat ini Indonesia masih melindungi hak-hak dari para pengungsi,pencari suaka dan imigran gelap tersebut, selama ini badan PBB yang mengurusi mereka adalah UNHCR dan IOM. Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut sehingga penulis memberi judul penelitian ini PELAKSAANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IMIGRAN GELAP YANG TRANSIT DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI PENGUNGSI TAHUN 1951 DAN PROTOKOL TAHUN 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI. 9 http://www.news.padek.co/detail/a/18166 24 Imigran gelap ditangkap diakses pada 3 Desember 2015 8