BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karakteristik sebagai tumor jinak, bersifat lokal invasif

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

Reseksi segmental dan rekonstruksi mandibula dengan mandibular positioner guidance sebagai perawatan ameloblastoma pada pasien edentulus total

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

TUMOR ODONTOGENIK. Lira Masri NPM Dosen Pembimbing : Agung Dinasti Permana,dr.,M.Kes.,Sp.THT-KL. Disusun Oleh :

26 Universitas Indonesia

4 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

BAB I PENDAHULUAN. klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

4 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari rata-rata nasional (1,4%), yaitu pada urutan tertinggi ke-6 dari 33 provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ameloblastoma. Triana Dyah Cahyawati. 1. Pendahuluan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN KLINIS, GAMBARAN HISTOPATOLOGI, MANIFESTASI DAN GAMBARAN RADIOGRAFI NOONAN SYNDROME DI RONGGA MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

PREVALENSI KISTA ODONTOGENIK RONGGA MULUT DI RUMAH SAKIT IBNU SINA DAN RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Stroke adalah sindroma yang ditandai oleh onset. akut defisit neurologis/ gangguan fungsi otak yang

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. tipe Herpes Virus yang telah teridentifikasi. Human Herpes Virus antara lain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan nyeri dan ketidakmampuan (disability) pada penderita sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan bedah di kedokteran gigi merupakan suatu prosedur perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA SERVIKS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks dengan tipe histopatologis dan sifat klinis yang bermacam-macam. Sembilan persen dari seluruh pembengkakan pada kavitas oral merupakan tumor odontogenik dan 1% dari kelompok ini adalah ameloblastoma. WHO mendefinisikan ameloblastoma sebagai neoplasia polimorfik invasif yang sering memiliki pola folikular atau plexiform dalam stroma fibrosa (Dandriyal dkk., 2011). Perilaku ameloblastoma digambarkan sebagai benigna tetapi agresif secara lokal dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Secara teori, ameloblastoma diyakini berasal dari sisa-sisa lamina dentalis, organ enamel yang sedang berkembang, selubung epitel kista odontogenik atau dari sel-sel lapisan basal oral mukosa (Dandriyal dkk., 2011). Lebih dari 80% kasus merupakan neoformasi intraosseus di mandibula di regio molar ketiga dan ramus (Infante-Cossio, 2013). Dua puluh persen dari seluruh kasus ameloblastoma dapat ditemukan terjadi di maksila, terutama di regio kaninus atau molar. Pada mandibula, 70% kasus ditemukan di regio molar atau ramus asenden, 20% di regio premolar dan 10% di bagian anterior. Ameloblastoma memiliki frekuensi kejadian yang sama antara pria dan wanita. Ameloblastoma paling sering terjadi pada orang dewasa berusia 20-50 tahun, terutama pada dekade 4 dan 5 (Dandriyal dkk., 2011; DeLong dan Burkhart, 2013). 1

2 Pada tahun 1992 WHO mengklasifikasikan ameloblastoma berdasarkan patologi klinisnya ke dalam 3 subtipe, yaitu: multikistik /solid, unikistik, dan ekstraosseus/periferal. Pada tahun 2005, terdapat subtipe yang ditambahkan, yaitu desmoplastik. Ameloblastoma multikistik memiliki beberapa tipe, yaitu: folikular, pleksiform, acanthomatous dan granular. Ameloblastoma multikistik merupakan yang paling agresif dan terjadi pada 80% kasus ameloblastoma. Secara radiografis, umumnya terlihat unilokular atau multilokular (Fulco dkk., 2010; Dandriyal dkk., 2011). Aspek malignansi pada ameloblastoma banyak diperdebatkan. Dua variasi maligna yang langka telah diidentifikasi, yaitu ameloblastic carcinoma dan ameloblastoma maligna (Guledgud, 2012). Kedua variasi ini menempati kurang dari 1% dibandingkan seluruh ameloblastoma (Golubovic, 2012). Diagnosis ameloblastoma dilakukan secara histopatologis melalui biopsi, dan secara radiografis, melalui pengambilan radiografi panoramik, CT dan MRI.Tantangan terapeutiknya adalah untuk mencapai eksisi lesi lengkap dengan kemungkinan morbiditas paling kecil. Untuk tujuan ini, para ahli bedah diharuskan mengamati lokasi, ukuran dan subtipe ameloblastoma, termasuk usia pasien (Infante-Cossio dkk., 2013). Perawatan ameloblastoma masih menjadi perdebatan karena perilaku agresif lokalnya dan tingginya angka rekurensi setelah perawatan. Perawatan ameloblastoma bisa berupa perawatan lokal atau radikal. Perawatan lokal berupa enukleasi atau marsupialisasi, sedangkan perawatan radikal berupa

3 mandibulektomi dengan reseksi marginal atau segmental dengan batas aman dan rekonstruksi defek tulang (Junquera dkk., 2003; Infante-Cossio, 2013). Setiap perawatan memiliki indikasi yang berbeda-beda dengan risiko yang berbeda-beda pula. Misalnya, ameloblastoma solid/multikistik telah dikenali sebagai subtipe yang paling agresif, dengan rekurensi tinggi jika dirawat dengan eksisi lokal. Di sisi lain, ameloblastoma unikistik digambarkan memiliki angka rekurensi yang lebih rendah, dan enukleasi dengan kuretase dianggap cukup untuk perawatannya (Mendenhall dkk., 2007). Setiap perawatan memiliki sisi lemah masing-masing. Perawatan lokal dapat meningkatkan resiko rekurensi (Mendenhall dkk., 2007). Lokasi ameloblastoma juga dapat berpengaruh pada keberhasilan perawatan, contohnya pada ameloblastoma periferal yang terjadi di gingiva atau mukosa alveolar, biasanya memberi respon yang baik terhadap perawatan lokal (Infante-Cossio dkk., 2013). Gejala klinis ameloblastoma biasanya berupa pembengkakan yang tidak sakit (DeLong dan Burkhart, 2013). Hal ini menyebabkan banyak penderita yang baru menyadari adanya ameloblastoma setelah ameloblastoma membesar dan terlihat deviasi wajah yang signifikan. Pengetahuan mengenai distribusi ameloblastoma berdasarkan lokasi, usia, dan jenis kelamin pasien akan dapat memudahkan deteksi dini ameloblastoma sehingga mencegah tumor bertambah besar dan pasien terhindar dari perlunya perawatan radikal. Penelitian angka kejadian ameloblastoma mendapatkan 0,6-5,6 kasus baru per 1 juta penduduk setiap tahunnya di Swedia, Afrika Selatan dan Nigeria (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Ras Kaukasus dan bangsa Asia (China, India,

4 Jepang, Melayu dan Thailand) memiliki perbandingan sebesar 24,8% : 38,4% (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Kejadian ameloblastoma di negara industri sebesar 27,7% (n=1102) dan di negara berkembang sebesar 39,1% (n=542) (Yulvie, 2012, sit. Reichart, 1995). Di Indonesia penelitian mengenai kasus ameloblastoma masih jarang (Yulvie, 2012). Angka prevalensi merupakan suatu perhitungan epidemiologi yang dapat berguna bagi perencana kesehatan. Angka prevalensi mencerminkan jumlah penderita (kasus lama dan baru) penyakit dalam periode atau saat tertentu (Pratiknya, 1986). Dikenal 2 macam prevalensi yaitu, angka prevalensi yang dihitung berdasar kenyataan pada saat tertentu, disebut juga point prevalence dan angka prevalensi yang dihitung berdasar kenyataan pada suatu periode tertentu, disebut juga period prevalence (Pratiknya, 1986). Prevalensi dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan pengobatan dan kebutuhan tempat tidur rumah sakit, serta membantu dalam merencanakan kebutuhan fasilitas kesehatan dan jumlah pengawas (Timmreck, 2002). Survei prevalensi secara berulang pada institusi yang sama dapat digunakan untuk mendokumentasikan kecenderungan dalam epidemiologi penyakit dan mendemonstrasikan efektivitas kontrol penanganan penyakit tersebut. Survei prevalensi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem pengawasan yang berlangsung pada sebuah rumah sakit. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data penyakit yang teridentifikasi oleh peneliti dan data penyakit yang terdeteksi oleh sistem pengawasan rutin rumah sakit (Bennet dkk., 2007).

5 Pengetahuan mengenai angka prevalensi ameloblastoma dapat berguna dalam perencanaan rumah sakit dan dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian yang terkait dengan ameloblastoma. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian mengenai prevalensi ameloblastoma dan distribusi ameloblastoma serta perawatannya di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta. RSUP Dr. Sardjito merupakan Rumah Sakit Pendidikan tipe A yang merupakan rujukan tertinggi untuk daerah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan (Redaksi Rumah Sakit Dr. Sardjito, 2009). RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang ideal untuk melakukan tinjauan mengenai suatu penyakit dan penanganannya. Penelitian mengambil jangka waktu 5 tahun dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2013. Penentuan jangka waktu tersebut berdasarkan pertimbangan ketersediaan datadata dan agar mendapatkan sumber data yang paling baru. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, didapatkan rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana prevalensi ameloblastoma di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013. 2. Bagaimana distribusi ameloblastoma menurut usia, jenis kelamin, lokasi, jenis ameloblastoma dan perawatannya di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013.

6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Mengetahui prevalensi ameloblastoma pada periode 2009-2013 di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. 2. Mengetahui distribusi ameloblastoma menurut usia, jenis kelamin, lokasi, jenis ameloblastoma dan perawatannya di Poliklinik Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode 2009-2013. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Sebagai media informasi tentang prevalensi dan distribusi ameloblastoma serta perawatannya di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. 2. Pengetahuan mengenai angka prevalensi dapat berguna dalam merencanakan pelayanan kesehatan publik dan dapat menggambarkan perawatan medis serta kebutuhan perlengkapan rumah sakit. 3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai ameloblastoma di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

7 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai prevalensi dan perawatan ameloblastoma belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito berdasarkan pengetahuan penulis saat pembuatan skripsi ini. Sedangkan penelitian mengenai perawatan ameloblastoma yang sudah pernah dilakukan antara lain: 1. Pada tahun 2002 oleh Anita Kusumawati dengan judul Tinjauan Retrospektif Ameloblastoma Mandibula di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Selama 5 Tahun (Jan 1997 Des 2001). 2. Pada tahun 2011 oleh Rusdiana dkk. dengan judul Profile of Ameloblastoma from a Retrospective Study in Jakarta, Indonesia. 3. Pada tahun 2013 oleh Chander dkk. dengan judul Enucleation & Resection in Surgical Management of Ameloblastoma A Surgical Dilemma: Series of Eight Cases. 4. Pada tahun 2013 oleh Infante-Cossio dkk. dengan judul Treatment of Recurrent Mandibular Ameloblastoma. 5. Pada tahun 2014 oleh Akhtar dkk. dengan judul Treatment of Odontogenic Ameloblastomas & Their Long Term Follow Up At Tertiary Centre.