BAB I PENDAHULUAN. atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. merupakan limbah yang berbahaya, salah satunya adalah limbah oil sludge yang

BAB I PENDAHULUAN. Oil sludge merupakan sedimen atau endapan pada dasar tangki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Acinetobacter sp. P2(1) dan crude enzyme lipase Micrococcus sp. L II 61

Pembuatan biosurfaktan secara biotransformasi menggunakan molasses sebagai media oleh Pseudomonas fluorescens Disusun Oleh : Astri Wulandari M.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin luas.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Riau sebagai penghasil lebih 50 % minyak bumi skala nasional,

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Burnt dan Hidrokarbon. Putri (1994) mengatakan minyak mentah (Crude Oil) merupakan suatu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Minyak Bumi dan dampaknya bagi Lingkungan. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

UJI PRODUKSI BIOSURFAKTAN OLEH Pseudomonas sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrokarbon dapat larut di dalam air atau sebaliknya (Desai and Banat, 1997).

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

g/l dan 1,922 dl dengan waktu kultivasi masing-masing 30 jam

I. PENDAHULUAN. dalam limbah, antara lain dari instalasi kimia, bengkel logam, rumah sakit (Lee

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau

I. PENDAHULUAN. yang kemudian memacu produksi zat warna yang lebih beragam, aplikatif dan

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

I. PENDAHULUAN. Sampah yang menumpuk dan tidak terkelola dengan baik merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses

TEKNOLOGI BIOREMEDIASI LIMBAH MINYAK BUMI

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

Media Kultur. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

I. PENDAHULUAN. komoditi tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak dan sebagai komoditi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

OPTIMASI KONSENTRASI CRUDE OIL DAN SUMBER NITROGEN PADA PRODUKSI BIOSURFAKTAN OLEH BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK DARI SUMUR BANGKO

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Selain industri pangan, asam laktat juga diketahui dapat dimanfaatkan di berbagai

I. PENDAHULUAN. (2014) minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

408 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

PENGENALAN ENZIM DAN ENZIM INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

Anna Rakhmawati 2014

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. berasa dan tidak berwarna. Pengunaannya dalam dunia industri sangat luas. meliputi industri farmasi, kosmetik, dan bahan pangan.

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Sampah merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia yang sampai saat ini

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB I PENDAHULUAN. dan mengancam pemukiman dan lingkungan, sehingga pemerintah membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Surfaktan atau surface active agent adalah senyawa amfifatik yang terdiri atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan dua fase dengan kepolaran berbeda. Kemampuan tersebut menjadikan surfaktan digunakan hampir diseluruh bidang industri mulai dari industri petroleum, farmasi, kosmetika hingga industri makanan. Sebagian besar dari surfaktan yang digunakan merupakan surfaktan sintetik yang berasal dari derivat minyak bumi (Desai and Banat, 1997). Pada beberapa tahun terakhir ini, pemanfaatan surfaktan sintetik secara luas dalam berbagai bidang industri dianggap tidak menguntungkan lagi. Hal ini dikarenakan surfaktan sintetik mengandung komponen kimia derivat minyak bumi yang dinilai tidak ramah terhadap lingkungan. Komponen ini menjadikan surfaktan sintetik tidak dapat didegradasi secara alamiah serta memiliki kandungan toksik yang tinggi. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih buruk, maka perlu digunakan surfaktan alternatif yang ramah terhadap lingkungan dimana salah satunya adalah biosurfaktan (Banat et al., 2000). Biosurfaktan merupakan makromolekul ekstraseluler yang dapat diproduksi oleh bakteri, yeast maupun kapang pada berbagai kondisi substrat. Sama halnya dengan surfaktan sintetik, biosurfaktan juga memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan suatu fase zat (Raza et al., 2005). Namun,

8 dibandingkan dengan surfaktan sintetis, biosurfaktan memiliki beberapa keunggulan di antaranya mampu didegradasi secara alamiah, mempunyai toksisitas yang rendah, mampu bekerja efektif sekalipun dalam kondisi temperatur maupun ph yang ekstrim dan menunjukkan kesesuaian lingkungan yang lebih baik (Desai and Banat, 1997). Selain itu, bila dibandingkan dengan surfaktan sintetis yang tidak ramah lingkungan, biosurfaktan tidak berbahaya bagi tubuh sehingga dapat diaplikasikan dalam banyak industri kosmetika dan makanan. Biosurfaktan juga memiliki sistem kerja spesifik yang dapat digunakan dalam proses detoksifikasi zat-zat tertentu tanpa mempengaruhi zat lainnya, semisal dalam bidang lingkungan seperti bioremediasi, dispersi tumpahan minyak dan penanganan limbah (Kosaric, 1992). Walaupun telah terjadi peningkatan ketertarikan, biosurfaktan dinilai belum mampu sepenuhnya bersaing dengan surfaktan sintetis (Banat et al, 2010). Peneliti Puslit Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam harian Kompas (2010) menyatakan bahwa kebutuhan surfaktan di Indonesia mencapai sekitar 95.000 ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri hanya mampu memproduksi sekitar 55.000 ton per tahun sehingga 44.500 ton lainnya masih harus diimpor dari negara lain. Kebutuhan ini diprediksi akan meningkat lima kali lipat hingga mencapai sekitar 438.000 ton sehari pada tiga tahun mendatang. Itu artinya Indonesia harus mengimpor sekitar 223.000 ton surfaktan untuk memenuhi kebutuhannya mengingat kapasitas produksi surfaktan oleh industri dalam negeri yang masih rendah. Sebagian besar dari surfaktan yang dipakai di Indonesia tersebut masih merupakan surfaktan sintesis. Kurangnya

9 optimalisasi proses produksi serta kurangnya ketertarikan investasi industri dalam negeri terhadap biosurfaktan turut menjadi pemicu pemakaian surfaktan sintetis. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengoptimalan produksi biosurfaktan dalam negeri. Biosurfaktan akan mampu sepenuhnya menggantikan surfaktan sintetis hanya jika biaya yang dibutuhkan untuk bahan baku dan proses produksinya rendah (Maneerat, 2005). Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalkan proses produksi biosurfaktan adalah dengan menekan biaya produksi yang selama ini masih tinggi. Ada empat hal utama yang harus difokuskan dalam menekan biaya produksi yang tinggi yakni mikroba (dipilih dan disesuaikan untuk menghasilkan produk biosurfaktan dalam jumlah yang besar), proses produksi (dipilih dan disesuaikan dengan modal operasional yang rendah), sustrat pertumbuhan mikroba (disesuaikan dengan proses produksi yang berbiaya rendah) dan yang terakhir adalah pengelolaan produk biosurfaktan yang dihasilkan (Kosaric et al., 1984). Di antara empat hal tersebut, substrat pertumbuhan mikroba lebih sering menjadi fokus dalam menekan biaya produksi. Hal ini dikarenakan baku yang murah akan mempengaruhi sebanyak 50% dari total biaya produksi (Nitschke et al., 2004). Gula cair merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan mudah ditemukan serta memiliki kandungan gula yang relatif stabil sebagai sumber karbon bagi mikroba menjadikannya sebagai alternatif substrat dalam proses produksi biosurfaktan (Mulligan and Gibbs, 1993). Salah satu prinsip terpenting dalam pengembangan bioteknologi adalah menghasilkan produk metabolit maksimum dengan biaya substrat yang minimum (Cazetta et al., 2005

10 dalam Onbasli dan Aslim, 2009). Selain itu, dalam mengoptimalkan produksi biosurfaktan oleh mikroba faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti jenis bakteri dan faktor lingkungan semisal waktu inkubasi juga harus diperhatikan (Desai dan Banat, 1997). Pada penelitian terdahulu, Richana (2002) telah berhasil mengisolasi biosurfaktan dari isolat lokal Bacillus sp. BMN-14 yang ditumbuhkan pada substrat gula hasil hidrolisis pati dengan konsentrasi 1,94 g/l. Biosurfaktan yang dihasilkan Bacillus sp. BMN-14 mampu menurunkan tegangan permukaan supernatan kultur mencapai 33,5 dyne/cm (Richana et al., 2002). Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa bakteri dari genus Bacillus memiliki potensi yang besar dalam memproduksi biosurfaktan dengan memanfaatkan gula cair. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut tentang kemampuan produksi biosurfaktan oleh bakteri Bacillus subtilis 3KP pada substrat gula hasil hidrolisis yang diorientasikan pada pengembangan proses produksi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui konsentrasi minimum gula cair yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal bakteri Bacillus subtilis 3KP dan waktu inkubasi tercepat dengan tingkat produksi biosurfaktan tertinggi serta kombinasi yang tepat antara konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi yang cepat sehingga didapatkan produksi biosurfaktan secara optimal dari bakteri Bacillus subtilis 3KP. Pada akhirnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya pengembangan produksi biosurfaktan dari isolat lokal Bacillus subtilis 3KP dengan biaya produksi yang murah.

11 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang permasalahan di atas adalah sebagai berikut. 1. Apakah konsentrasi gula cair berpengaruh terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP? 2. Apakah waktu inkubasi berpengaruh terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP? 3. Apakah kombinasi konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi berpengaruh terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP? 1.3 Asumsi Penelitian Bakteri Bacillus subtilis 3KP merupakan bakteri heterotrof yang dalam hidupnya menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbon. Gula cair merupakan suatu bahan yang mengandung senyawa organik yakni gula (glukosa) yang relatif stabil untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pertumbuhan bakteri. Produksi biosurfaktan dipengaruhi oleh konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi yang ditandai dengan penurunan nilai tegangan permukaan supernatan kultur serta adanya aktivitas emulsifikasi hidrokarbon oleh supernatan kultur. Kombinasi yang tepat antara konsentrasi substrat dengan lama waktu inkubasi akan menghasilkan biosurfaktan dengan optimal.

12 Berdasarkan hal tersebut, maka diasumsikan bahwa konsentrasi substrat, lama waktu inkubasi serta kombinasi keduanya akan berpengaruh terhadap produksi biosurfaktan Bacillus subtilis 3KP. 1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1 Hipotesis kerja Jika konsentrasi konsentrasi gula cair, lama waktu inkubasi, dan kombinasi antara konsentrasi gula cair dengan lama waktu inkubasi akan berpengaruh terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP, maka dengan konsentrasi konsentrasi gula cair, lama waktu inkubasi, dan kombinasi antara konsentrasi gula cair dengan lama waktu inkubasi yang berbeda akan menghasilkan produksi biosurfaktan dengan tingkatan yang berbeda. 1.4.2 Hipotesis statistik 1. H o 1 : tidak ada pengaruh konsentrasi gula cair terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP H a 1 : ada pengaruh konsentrasi gula cair terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP 2. H o 2 : tidak ada pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP H a 2 : ada pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP

13 3. H o 3 : tidak ada pengaruh kombinasi konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP H a 3 : ada pengaruh kombinasi konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mengetahui adanya pengaruh konsentrasi gula cair terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP, 2. mengetahui adanya pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP, 3. mengetahui adanya pengaruh kombinasi konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi terhadap produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah tentang kombinasi konsentrasi gula cair dan waktu inkubasi yang tepat dalam produksi biosurfaktan oleh Bacillus subtilis 3KP sehingga informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam upaya pengembangan produksi biosurfaktan oleh bakteri Bacillus subtilis 3KP untuk pengembangan produk biosurfaktan dengan waktu produksi yang singkat dan biaya produksi yang murah.