I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

PERBANDINGAN PERUBAHAN DIMENSI DENTAL STONE SETELAH PROSES DESINFEKSI MENGGUNAKAN DAYA ENERGI MICROWAVE BERBEDA

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida.

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

PENGARUH TINGKAT ENERGI MICROWAVE SEBAGAI ALAT DESINFEKSI TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI DENTAL STONE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu,

PENGARUH METODE PENGERINGAN DENGAN TEMPERATUR RUANG DAN MICROWAVE

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat

PENGARUH TINGKAT ENERGI MICROWAVE SEBAGAI ALAT DESINFEKSI TERHADAP KEKUATAN KOMPRESI DENTAL STONE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekompakan dengan jaringan mulut (Anusavice, 2004). banyak unit. Polimer ada dua jenis yaitu polimer alami dan polimer sintetik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

PENGARUH GELOMBANG MIKRO TERHADAP KEKUATAN TARIK GIPS KERAS TIPE III (DENTAL STONE) DAN TIPE IV (DENTAL STONE HIGH STRENGTH)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Desinfektan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol

TINJAUAN PUSTAKA. Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut, yaitu

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI)

BAB 1 PENDAHULUAN. perawatan gigi dan mulut. Ketika klinik tersebut dipergunakan, personil yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh rasio w/p terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Setting Time Bahan Cetak Alginat Berdasarkan Variasi Suhu Air

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : Recovery From Deformation Material Cetak Alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

Optimalisasi Variasi Komposisi Batu Kapur Lhoknga Aceh Besar sebagai Bahan Baku Material Dental Gipsum

PERUBAHAN BERAT HASIL CETAKAN BAHAN CETAK ALGINAT TIPE NORMAL SETTING YANG BERBEDA PADA MENIT-MENIT AWAL IMBIBISI

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE JANUARI MARET 2015

BAB 2 DENTAL AMALGAM. Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI

PABRIK KALSIUM SULFAT ANHIDRAT DARI GYPSUM ROCK DENGAN PROSES KALSINASI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

Zeni, et al.,pengaruh Air Rebusan Daun Salam (Eugenia polyantha Wight) sebagai Desinfektan

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan basis gigi tiruan yang ideal memiliki karakteristik tidak iritan, toksik,

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, perkembangan dan kemajuan teknologi serta bahan dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis bahan yang sering digunakan oleh dokter gigi salah satunya garam anorganik. Garam anorganik atau yang biasa dikenal sebagai gipsum dalam kedokteran gigi, merupakan produk samping dari beberapa proses kimia. Secara kimiawi, gipsum yang digunakan untuk keperluan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO 4. 2H 2 O) murni. Produk gipsum dapat digunakan untuk membuat model studi dan model kerja dalam bidang kedokteran gigi. Model studi dibuat dari pencetakan rongga mulut serta struktur maksilo-fasial dan sebagai media penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi (Anusavice, 2004). Produk gipsum kedokteran gigi berdasarkan spesifikasi American Dental Association No.25, terdapat lima tipe produk gipsum yang masing-masing mempunyai sifat yang berbeda. Tipe I (Plaster of Paris), Tipe II (Plaster of Model), Tipe III (Dental stone), Tipe IV (Dental stone, High strength, Low expansion), dan Tipe V (Dental stone, High strength, High expansion), (McCabe dan Walls, 2008). Dental stone merupakan produk gipsum yang umum dipakai dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat cetakan dan model. Dental stone memiliki kandungan utama berupa kalsium sulfat hemihidrat (CaSO 4 ) 2. H 2 O, bentuk ini 1

merupakan hasil pengapuran sulfat dihidrat atau gipsum. Berdasarkan dari metode pengapuran, bentuk hemihidrat yang berbeda dapat diperoleh yaitu α-hemihidrat atau β-hemihidrat. Dental stone mempunyai partikel seperti α-hemihidrat dengan sifat lebih padat dan mempunyai bentuk prismatik. Apabila α-hemihidrat dicampur dengan air, reaksi kalsium sulfat dihidrat berubah menjadi kalsium sulfat hemihidrat dan akan menghasilkan produk yang lebih kuat dan lebih keras (Anusavice, 2004). Dental stone mempunyai cara manipulasi yang mudah, stabilitas dimensi yang baik, serta kompatibilitas dengan bahan lain (Gandhi, et.al., 2013). Dental stone yang mempunyai stabilitas dimensi yang baik yaitu menunjukkan perubahan dimensi yang sangat kecil pada saat setting. Perubahan dimensi dari dental stone dapat diketahui dengan mengukur luas atau volume permukaan (McCabe dan Walls, 2008). Perubahan dimensi dapat dipengaruhi oleh setting ekspansi dan setting ekspansi higroskopis. Setting ekspansi adalah perubahan volume gips setelah gips mengalami setting yang diakibatkan oleh pertumbuhan kristal gips setelah setting. Terlepas dari produk gipsum yang digunakan, perluasan massa dapat terjadi selama perubahan dari hemihidrat ke dihidrat. Berdasarkan komposisi dari produk gipsum, ekspansi pada dental stone terjadi sekitar 0,00%-0,20%. Setting ekspansi gips dapat dipengaruhi oleh rasio air-bubuk, lama pengadukan atau mixing time, penambahan akselerator dan retarder, dan lama penyimpanan. Perbandingan rasio antara air dan powder yang lebih rendah dari normalnya serta lamanya waktu pengadukan gips dapat meningkatkan setting ekspansi. Setting ekspansi 2

higroskopis dapat terjadi jika gips pada saat initial setting ditempatkan dalam air dan dapat menyebabkan ekspansi dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan ekspansi yang terjadi di udara. Hal ini terjadi karena kristal dapat tumbuh lebih bebas dalam air dibandingkan di udara. Setting ekspansi higroskopis dapat meningkat bila dilakukan pengurangan antara rasio air dengan bubuk dari dental stone, serta lamanya waktu pengadukan (Anusavice, 2003). Berdasarkan spesifikasi American Dental Association (ADA) nomer 18, batas toleransi perubahan dimensi secara klinis yang dapat diterima sekitar 3% (Amalan, et.al., 2013). Beberapa instrumen dan bahan kedokteran gigi sering serta biasa digunakan, tetapi tidak mudah disterilkan atau didesinfeksi. Salah satunya seperti penggunaan dental stone yang beresiko terinfeksi patogen seperti virus hepatitis B, virus hepatitis C, HIV, herpes simplex, dan bakteri tuberculosis yang dapat menyebar melalui saliva (Abbas, 2011). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penularan atau infeksi silang mikroorganisme dari saliva dan darah pasien yang terdapat dalam cetakan rongga mulut kepada dokter gigi dan teknisi laboratorium apabila tidak dilakukan desinfeksi. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, operator harus selalu menjaga kebersihan dan diperlukan suatu metode desinfeksi yang tepat pada dental stone untuk mencegah terjadinya infeksi silang tersebut. Sebagaimana firman Allah swt yang terdapat dalam hadist yang diriwayatkan Baihaqy yang artinya Agama islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan, karena sesunguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (HR. Baihaqy). Oleh karena itu, umat islam wajib menjaga kebersihan 3

jasmani maupun kebersihan rohani karena kebersihan juga merupakan sebagian dari iman. Menjaga kebersihan dapat meminimalisir munculnya suatu penyakit pada seseorang karena bakteri dan mikroorganisme patogen tidak dapat hidup pada tempat yang bersih. Beberapa macam metode desinfeksi menurut American Dental Association (ADA), yaitu secara kimia dan panas. Desinfeksi secara kimia dapat dilakukan dengan teknik perendaman dalam larutan kimia dan penyemprotan atau teknik spray. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik desinfeksi tersebut dapat merubah sifat dental stone seperti tertundanya setting time, perubahan setting ekspansi, kekuatan tekan, kekuatan tarik, dan stabilitas dimensi dari dental stone tersebut (Abass, 2009). Penggunaan bahan kimia dapat menimbulkan beberapa kerugian seperti bahan kimia yang digunakan harus selalu baru, lebih mahal, menurunkan kekuatan tekan, dan merubah stabilitas dimensi dari dental stone (Bhat, et.al., 2012). Metode desinfeksi dengan panas salah satunya dapat menggunakan microwave. Penggunaan microwave dalam kedokteran gigi sebagai media desinfeksi sudah ada sejak tahun 1985. Penggunaan microwave konvensional dengan modifikasi yang tepat dapat membunuh jamur, virus, bakteri aerob, dan bakteri anaerob (Abass, 2009). Penggunaan metode desinfeksi panas dengan microwave mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya biaya lebih murah, mudah dilakukan, lebih cepat, operator tidak berkontak dengan bahan kimia yang berbahaya sehingga mengurangi resiko bahaya kerja, dan tidak beracun (N,Karibasappa., et.al., 2013). 4

Sebuah penelitian in vitro pernah dilakukan mengenai pengaruh radiasi microwave pada desinfeksi dental stone. Peneliti mengungkapkan bahwa terdapat pengurangan bakteri yang signifikan pada dental stone yang di desinfeksi dengan microwave selama 7 menit dengan energi 600 watt (Anaraki, et.al., 2015). Hal ini terjadi karena microwave merupakan alat yang dapat menghasilkan gelombang elektromagnetik, yang diperoleh dari generator yang disebut sebagai magnetron. Prinsip pemanasan dari microwave yaitu microwave dapat menyebabkan molekul polar menyebar karena molekul elektrik tidak seimbang. Getaran molekul dapat menghasilkan panas dan kenaikan suhu yang menyebabkan mikroorganisme berkurang. Mikroorganisme dapat berkurang setelah dilakukan desinfeksi panas menggunakan microwave karena mikroorganisme terdiri dari molekul polar yang ketika terkena frekuensi tinggi, dapat menyebabkan kerusakan dari struktur mikroba (Meghashri, et.al., 2014). Penggunaan tingkat energi pemanasan microwave yang terlalu tinggi dapat membahayakan bagi dental stone. Tingkat energi yang terlalu tinggi dapat memberikan efek yang merugikan bila ditinjau dari aspek fisik dan mekanik yaitu dapat mempengaruhi kekerasan permukaan, kekasaran permukaan, dan perubahan dimensi pada dental stone (Anaraki, et.al., 2015). Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat energi microwave terhadap perubahan dimensi dental stone. 5

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan tersebut dapat ditarik rumusan masalah: 1. Apakah terdapat pengaruh tingkat energi microwave terhadap perubahan dimensi dental stone? 2. Berapakah tingkat energi microwave yang menunjukkan peningkatan perubahan dimensi yang paling minimal pada dental stone? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat energi microwave sebagai alat desinfeksi terhadap perubahan dimensi dari dental stone. 2. Tujuan khusus penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui tingkat energi microwave yang ideal terhadap perubahan dimensi dari dental stone. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai kegunaan microwave sebagai media atau alat desinfeksi dental stone untuk mencegah infeksi silang dari pasien ke dokter gigi dan tekniker laboratorium. b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya. 6

2. Bagi masyarakat Memberikan wawasan kesehatan pada masyarakat bahwa microwave selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, juga dapat digunakan sebagai alat atau media desinfeksi untuk mencegah infeksi silang. 3. Bagi peneliti Memberikan informasi mengenai pengaruh tingkat energi microwave terhadap perubahan dimesi dental stone. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan metode desinfeksi terhadap stabilitas dimensi dental stone telah dilakukan antara lain oleh : 1. Anaraki, et.al., tahun 2013 melakukan penelitian membandingkan waktu desinfeksi dental stone yang dilakukan menggunakan tingkat energi microwave yang berbeda dengan desinfeksi dental stone yang menggunakan berbagai konsentrasi larutan natrium hipoklorit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desinfeksi dengan menggunakan energi microwave 600 watt selama 3 menit dapat menghilangkan bakteri pada dental stone, sama halnya menggunakan desinfeksi dengan larutan natrium hipoklorit pada konsentrasi 0,06% selama 2 menit juga dapat menghilangkan bakteri pada dental stone. Persamaan penelitian yang telah dilakukan oleh Anaraki et.al., pada tahun 2013 dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan microwave dengan tingkat energi yang berbeda untuk desinfeksi dental stone. Perbedaannya yaitu tidak menggunakan 7

larutan kimia dalam mendesinfeksi dental stone dan dental stone tidak dilakukan kontaminasi dengan bakteri. 2. Anaraki, et.al., pada tahun 2015 melakukan penelitian tentang pengaruh radiasi gelombang mikro pada desinfeksi dental stone dalam kondisi lembab dan kering menggunakan microwave dengan energi 600 watt selama 3,5, dan 7 menit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mikroorganisme yang terdapat pada dental stone mengalami pengurangan yang signifikan pada penggunaan microwave dengan waktu 7 menit, sedangkan perbandingan sampel dental stone yang lembab dan kering menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Persamaan penelitian yang telah dilakukan oleh Anaraki, et.al., pada tahun 2015 dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan waktu 7 menit sebagai acuan dalam melakukan desinfeksi dental stone. Sedangkan, untuk perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dental stone tidak dilakukan kontaminasi dengan bakteri, serta penelitian dilakukan dengan menggunakan 3 tingkatan energi microwave pada saat desinfeksi dental stone yaitu 600 watt, 800 watt, dan 1000 watt. 8