BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

RESEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BOROBUDUR MAGELANG TERHADAP CERPEN ANAK HARIAN KOMPAS MINGGU 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Ada yang menceritakan pengalaman hidup orang lain dan bahkan ada

RINGKASAN. Meringkas karya ilmiah yang sudah ada dengan menggunakan bahasa pengarang asli.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Berikut adalah metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON)

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. daya imajinasi dari seorang yang mengandung nilai-nilai estetis, karena sastra

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dipakai dalam berkomunikasi secara lisan akan tetapi juga

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB II LANDASAN TEORI. teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. dan manusia erat kaitanya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II LANDASAN TEORI. pakar sastra, dan sastrawan. Jelas tidak mudah membuat definisi mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci : ODHA, OHIDA, Akademisi, Tanggapan dan Penerimaan 1.PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMP/MTs

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan teori sastra. Perkembangan kritik sastra akan menjadi catatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. dengan dilakukannya proses pembelajaran manusia akan mampu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan kepentingannya. Seperti yang diibaratkan oleh Djafar Assegaf. sarana untuk mendapatkan informasi dari luar.

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan saat ini adalah lemahnya para pendidik dalam menggali

BAHASA INDONESIA KELAS XI IBA Oleh: Dra. M.M. Lies Supriyantini

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan hal di luar teks sastra seperti pembaca dan pengarang. Sebuah karya sastra

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari

Transkripsi:

8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab ini akan diuraikan seputar resensi karya sastra, resepsi sastra, dan kaitan resensi dengan resepsi atau penerimaan karya sastra. 2.1. Gambaran Umum Resensi Resensi merupakan suatu tulisan tentang suatu karya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi berarti pertimbangan atau pembicaraan buku. Begitu pula menurut Gorys Keraf dalam bukunya (Komposisi, 1994) ia mendefinisikan resensi merupakan suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak (Keraf, 1994:274). Suatu resensi yang dimuat dalam media cetak memberi tahu pembaca akan adanya karya yang telah terbit. Resensi yang ada di media cetak umumnya memiliki rubrik khusus yang berupa timbangan buku. Pada awalnya resensi karya sastra hanya muncul pada media cetak yang mengkhususkan diri dalam jalur kebudayaan atau sastra. Seiring pesatnya perkembangan media, kemunculan resensi karya sastra pun tak hanya dalam media khusus sastra, namun juga media cetak yang bersifat lebih umum. Gejala ini jelas membawa perubahan yang baik dalam perkembangan kehidupan sastra di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penikmat sastra semakin banyak dan beragam dari berbagai lapisan. Penyebaran media cetak yang berskala nasional pun turut memberi sumbangan besar dalam perkembangan dunia sastra. Segmentasi pembaca media cetak yang makin luas dan beragam dapat menjadi indikasi penyebaran pembaca karya sastra. Suatu media mempunyai segmentasi pembaca tersendiri. Hal ini berarti resensi karya sastra yang muncul pun disesuaikan dengan segmentasi pembaca media yang memuatnya. Seperti halnya semua tulisan yang lain, resensi harus dibuat dengan memperhatikan kualitas pembacanya. Pembaca dalam hal ini tidak lain dari semua

9 pelanggan majalah atau media massa yang memuat resensi itu (Keraf, 1994:275). Dengan demikian, seorang penulis resensi haruslah mempertimbangkan, menganalisis, dan menyesuaikan resensi tersebut dengan bagaimana pengetahuan pembaca, selera mereka, tingkat pendidikan, latar belakang budaya, dan sosial. Pihak media yang memuat pun bisa saja turut berperan dalam menyesuaikan resensi yang akan dimuat dengan segmentasi pembaca mereka. Penyesuaian ini bisa dilakukan dari berbagai aspek, seperti karya seperti apa yang diresensi dan siapa yang membuat resensi tersebut. Dalam penulisan resensi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan penulis resensi. Penulis resensi harus menetapkan sasaran-sasaran yang akan dicapai dari penulisan resensinya. Pada dasarnya secara umum tidak ada ketentuan yang memuaskan semua orang tentang bagaimana seharusnya bentuk sebuah resensi yang baik. Akan tetapi ada beberapa pokok untuk dijadikan sasaran penilaian tersebut. Menurut Keraf (1994), pokok-pokok tersebut meliputi latar belakang, macam atau jenis buku, dan keunggulan yang dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Latar belakang Sebuah resensi selayaknya memperkenalkan buku yang diresensi. Deskripsi mengenai buku perlu diketahui pembaca, seperti pengarang buku dan penerbit. Sedikit singgungan mengenai pengarangnya pun dapat disertakan sebagai tambahan informasi bagi pembaca. Seorang penulis resensi dapat memulai resensinya dengan mengemukakan apa yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya, tema apa sebenarnya yang diangkat dalam karya itu. Dalam hal ini penulis resensi dapat memberikan ringkasan, atau ikhtisar, atau setidaknya gambaran bagi pembaca mengenai isi buku tersebut. Dari gambaran ini nantinya penulis resensi akan dapat memberikan penilaian. Singkatnya, penulis resensi memberikan sedikit informasi menyangkut latar belakang buku yang perlu diketahui oleh pembaca resensi. b. Macam atau jenis buku

10 Karena penulisan resensi disesuaikan dengan selera pembaca, maka seorang penulis resensi haruslah memberi informasi mengenai jenis buku yang diresensi. Dengan begitu berarti ia sudah melakukan klasifikasi yang nantinya akan berpengaruh dalam penilaiannya. Penulis resensi akan dengan mudah menunjukkan persamaan dan perbedaan buku yang diresensi dengan buku-buku lain yang termasuk dalam kelompok yang sama. c. Keunggulan buku Setelah melakukan klasifikasi, penulis resensi dapat mengemukakan sisi-sisi yang memiliki daya tarik dalam buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa menunjukkan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi penetapan pokok yang khusus. Buku-buku yang nonfiktif sangat berbeda satu sama lain, dan itulah yang menyebabkan perbedaan nilai dan keunggulan yang dimilikinya (Keraf, 1994:277). Dalam melihat keunggulan buku, menurut Keraf, ada beberapa poin yang bisa dipersoalkan penulis resensi, yaitu organisasi, isi, bahasa, dan teknik. Organisasi yang dimaksud adalah kerangka buku yang menyangkut hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain. Apakah hubungan itu harmonis dan menunjukkan perkembangan yang dapat diterima. Organisasi buku menjadi penting terutama pada buku-buku nonfiksi. Akan tetapi, pada buku-buku fiksi atau karya sastra yang bukan berpijak pada ranah ilmiah dan mempunyai logikanya sendiri, organisasi buku bisa saja tidak terlalu dipentingkan. Isi buku penting dipersoalkan penulis resensi untuk menilai buku tersebut lebih dekat. Penulis resensi dapat melihat bagaimana pengarang menulis buku tersebut, bagaimana cara pengarang menuangkan gagasangagasannya dalam buku tersebut. Mengenai bahasa, penulis resensi dapat menilai sebuah buku dari penggunaan bahasa oleh pengarangnya, bagaimana struktur kalimat, diksi, dan secara keseluruhan gaya bahasa pengarang. Dalam sebuah karya sastra penggunaan gaya bahasa dan pilihan kata sangat penting untuk membangun kesan dan suasana serta mendukung jalannya cerita. Sebuah novel horor misalnya, memerlukan pilihan kata-kata tertentu untuk membangun suasana seram dan mencekam. Masalah teknik menyangkut perwajahan teks, kebersihan,

11 dan pencetakkannya. Apakah terdapat banyak kesalahan penulisan atau tidak. Keempat poin ini dapat dijadikan acuan oleh penulis resensi dalam memperlihatkan keunggulan buku yang diresensi. Selain menetapkan sasaran-sasaran yang akan dicapai, penulis resensi juga harus memperhatikan nilai buku yang diresensi. Sebenarnya dengan mengemukakan pokokpokok yang menjadi sasaran penilaian, penulis resensi telah memberikan pendapatnya mengenai nilai buku tersebut (Keraf, 1994:279). Dalam penulisan resensinya mungkin saja penulis resensi cenderung pada satu pokok tertentu, atau mungkin mengubah urutan keempat poin tersebut (organisasi, isi, bahasa, dan teknik). Dengan mengemukakan keunggulan buku, penulis resensi telah memberi nilai tersendiri. Tidak hanya sampai di situ, penulis resensi juga dapat menilai sebuah buku dengan membandingkannya dengan karya-karya lain yang ditulis oleh pengarang yang sama, atau karya lain sejenis yang ditulis oleh pengarang yang berbeda. Jadi, sebuah resensi tidak harus memuat semua unsur-unsur di atas secara urut. Pada praktiknya ada banyak variasi dasar dari resensi. Dalam skripsi ini penulis menggunakan model struktur resensi Keraf. 2.2. Jenis-jenis Resensi Secara umum, resensi tidak hanya merupakan pertimbangan atau tinjauan mengenai sebuah buku saja. Ada juga resensi mengenai film dan drama. Dilihat dari objek yang diresensi, maka resensi dibedakan menjadi resensi buku, resensi film, resensi drama, dan resensi musik. Penulis resensi haruslah menyesuaikan resensinya dengan pembaca yang dijadikan sasaran. Oleh karena itu, resensi di media yang satu mungkin tidaklah sama dengan media yang lain. Dalam Komposisi, Keraf tidak membagi jenis-jenis resensi secara tegas. Menurutnya, pertimbangan yang disampaikan melalui sebuah majalah budaya yang berat, yang biasa dibaca oleh orang-orang yang berpendidikan cukup serta yang sungguh-sungguh minat dalam seni, akan lain sifatnya bila dibandingkan dengan resensi yang diberikan kepada sebuah majalah hiburan biasa, yang dibaca oleh rakyat yang apresiasi seninya tidak terlampau tinggi, dan tidak mengerti seluk-beluk seni (Keraf, 1994:274).

12 Dari pandangan ini, resensi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yang bersifat ilmiah, dan resensi yang bersifat lebih populer. Resensi jenis pertama dapat ditemui di majalah ataupun media-media yang khusus seperti jurnal. Resensi jenis ini umumnya mempunyai wilayah cakupan yang sempit, berfokus pada masalah tertentu, dan memiliki pembahasan yang mendalam. Penulis resensi jenis ini pun biasanya adalah seseorang yang memang ahli di bidangnya. Bila yang ditulis adalah resensi karya sastra, maka penulis resensi tersebut bisa saja seorang sastrawan, dosen sastra, peneliti sastra, mahasiswa sastra, maupun seorang kritikus sastra. Resensi jenis kedua bersifat lebih populer. Biasanya resensi seperti ini dapat ditemukan pada media-media cetak yang bersifat lebih umum dengan jangkauan pembaca yang lebih luas. Mengingat beragamnya jumlah pembaca dan beragam pula latar belakang pembaca dalam memahami suatu resensi, maka resensi yang muncul dalam media seperti ini tidak terlalu dalam pembahasannya. Penulis resensi populer tidak harus seorang ahli maupun seorang yang mengerti seluk beluk akan sesuatu, tetapi bisa saja orang yang tertarik dan berminat pada sesuatu. Bila ia menulis resensi karya sastra, maka ia tidak harus seorang sastrawan atau ahli sastra, tetapi bisa saja kalangan awam yang bagi mereka, membaca karya sastra hanya sekadar hobi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan resensi jenis kedua. Resensi yang dimuat di media massa disesuaikan dengan latar belakang publik sehingga bersifat umum dan dapat dilihat sebagai bentuk penerimaan. Resensi sebuah buku dalam surat kabar biasanya kita namakan laporan penerimaan, sedangkan sebuah resensi dalam sebuah majalah sastra bersifat penafsiran (Jan van Luxemburg dkk, 1989:62). 2.3. Resensi Karya Sastra Sebagai Salah Satu Bentuk Resepsi Resepsi sastra, berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya (Ratna, 2007:165). Menurut Schmidt, resepsi merupakan proses menciptakan makna. Proses ini dilakukan dengan melihat instruksi-instruksi yang diberikan, yang muncul dalam tampilan linguistis teks tertentu.

13 Penelitian resepsi menitikberatkan pada analisis atas respon pembaca (reader response analysis). Istilah reader response analysis mengacu ke penekanan pembaca pada proses interpretasi teks. Peran pembaca menjadi penting dalam mengongkretkan sebuah karya. Makna pada karya sastra adalah sebuah proses konkretisasi yang diadakan terus-menerus oleh (lingkungan) pembaca yang susul-menyusul dalam waktu atau berbeda-beda menurut situasinya (Teeuw, 2003:158). Seperti pendapat Vodicka yang menganggap karya seni sebagai artefak, baru menjelma menjadi objek estetik oleh aktivitas pembaca, dan sebagai tanda makna dan nilai estetik karya seni baru dapat ditentukan berdasarkan konvensi kesastraan yang konkret pada masa tertentu (Teeuw, 2003:157). Ciri-ciri penerimaan adalah reaksi, baik langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi reaksi yang dimaksud bukanlah respon awal atau reaksi impresionalistik personal. Reaksi awal seorang pembaca bukan merupakan analisis. Analisis respon pembaca bukanlah interpretasi sederhana terhadap teks, melainkan menguji petunjuk-petunjuk interpretasi yang dimaksudkan penulis yang ditawarkan pada pembaca, yang lain menyelidiki mengapa pembaca menolak petunjuk-petunjuk tersebut. Ia merupakan respon analitis terhadap respon pembaca (Hough, 1966:48). Penelitian resepsi atau analisis respon pembaca menyelidiki proses respon itu sendiri. Sebagai contoh, seorang pembaca yang mengatakan bahwa suatu karya membosankan, maka pendapatnya itu bukanlah respon analitis terhadap karya itu. Akan tetapi, justru pendapat pembaca tersebut dapat dijadikan awal penelitian bila ia mengarah pada penggalian yang menunjang tentang bagaimana karya itu diterima. Dengan pemicu demikian, dapat terlihat adanya keterlibatan kepercayaan, moral, dan keterkaitan naratif selama proses membaca. Menurut Luxemburg (1989:62) resepsi atau penerimaan dibedakan dengan penafsiran. Resensi novel di surat kabar termasuk penerimaan, sedangkan pembicaraan novel tersebut di majalah ilmiah termasuk penafsiran (Nyoman Kutha Ratna, 2007:167). Penerimaan pembaca nantinya akan menjadi sumber energi kreativitas. Dari konkretisasi yang dilakukan pembaca terhadap suatu karya sastra, nantinya akan lahir teks-teks baru yang bisa mencerminkan horizon harapan pembaca.

14 Penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, a) resepsi secara sinkronis, dan b) resepsi secara diakronis (Ratna, 2007:167). Resepsi sinkronis meneliti karya sastra dalam hubungannya dengan pembaca sezaman, misalnya pembaca yang memberikan tanggapan psikologis maupun sosiologis dalam kurun waktu yang sezaman dengan karya tersebut. Sedangkan resepsi secara diakronis, adalah bentuk resepsi yang lebih rumit karena melibatkan pembaca sepanjang sejarah. Misalnya, tanggapan atas novel Belenggu oleh pembaca di zaman sekarang akan berbeda dengan tanggapan/penerimaan pembaca pada zamannya. Penelitian resepsi yang dilakukan termasuk dalam penelitian jenis yang pertama. Penulis ingin melihat bagaimana tanggapan pembaca atas karya sastra mutakhir. Selain itu, penelitian resepsi secara sinkronis juga lebih mudah dibandingkan dengan penelitian secara diakronis. Hal ini disebabkan oleh penelitian resepsi secara diakronis memerlukan data dokumenter yang memadai dan memiliki rentang waktu yang panjang. 2.4. Kategori Pembaca Karya sastra akan menjadi konkret jika sampai di tangan pembaca. Akan tetapi, tidak semua pembaca melakukan proses konkretisasi itu sendiri. Pembaca yang hanya membaca suatu karya sebagai hobi tidak melakukan proses konkretisasi. Pembaca seperti ini dapat disebut pembaca awam. Respon pembaca semacam ini mungkin tidak melalui penciptaan. Artinya, ia hanya berhenti pada proses membaca, tidak berlanjut pada proses konkretisasi atau re-kreasi. Meskipun demikian, pembaca seperti ini juga tidak dapat diabaikan kedudukannya dalam perkembangan dan penilaian mutu teks sastra. Adapun model pembaca yang lain yaitu pembaca ahli. Sebaliknya, pembaca model ini akan aktif melakukan konkretisasi berupa penciptaan teks mereka sendiri, yakni interpretation text (teks interpretasi) (Segers, 2000:38). Mereka tidak sekadar melakukan pembacaan tapi juga mengonkretkan suatu karya dengan berbagai cara. Beberapa ahli menyebutkan kategorisasi pembaca. Wolfgang Iser membedakan pembaca menjadi dua macam, yaitu pembaca nyata dan pembaca implisit. Segers membedakannya menjadi tiga tipe macam yaitu, pembaca nyata, pembaca implisit, dan

15 pembaca ideal. Pembaca nyata pada umumnya memberikan penilaian secara individual. Pembaca implisit adalah pembaca yang diciptakan teks, atau keseluruhan indikasi tekstual yang mengarahkan pembaca nyata sehingga menimbulkan tanggapan yang berbeda-beda (Ratna, 2007:286). Pembaca ideal adalah pembaca yang serba tahu seperti sastrawan atau kritikus. Pada dasarnya pembaca implisit tidak jauh berbeda dengan pembaca ideal. Riffartere memperkenalkan superreader, yakni pembaca yang berpengalaman (Endraswara, 2008:125). Pembaca macam ini mampu memahami seluk-beluk teks sastra. Biasanya mereka banyak membaca teori-teori sastra serta menguasai kode-kode bahasa, sastra, dan budaya. Pembaca semacam ini dapat disebut sebagai pembaca akademik dan atau kritis. 2.5. Horison Harapan Pembaca Sebuah karya sastra bukanlah suatu bangunan yang lengkap. Di dalamnya terdapat celah-celah atau ruang-ruang kosong yang memungkinkan pembaca untuk mengisinya. Ruang-ruang kosong tersebut menunggu untuk ditemukan oleh pembaca. Semakin banyak ruang kosong yang ditemukan pembaca, maka hal ini menunjukkan kejelian dan ketelitian pembaca dalam melakukan proses membaca itu sendiri. Apabila seorang pembaca menemukan banyak ruang kosong dalam suatu karya, berarti pembaca tersebut berkesempatan untuk melengkapinya. Pekerjaan melengkapi atau mengisi ruang kosong tersebut tentulah tidak sama antara satu pembaca dengan pembaca yang lain. Kekosongan tersebut akan diisi oleh pembaca sesuai dengan kemampuan masing-masing pembaca. Hal ini jelas melibatkan berbagai hal seperti latar belakang pembaca, gender, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Dalam pandangan Jauss, horizon harapan pembaca (horizon of expectations) memungkinkan terjadinya penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap teks sastra (Endraswara, 2008:123). Horizon harapan pembaca timbul dari adanya pembacaan terdahulu atau pemahaman terdahulu tehadap karya sastra. Ia juga tidak hanya terkait dengan aspek sastra tekstual namun juga dengan aspek-aspek lainnya. Maka, horizon harapan pembaca dibagi menjadi dua yaitu yang bersifat estetis dan tak estetik/di luar teks sastra (Suwardi Endraswara, 2008:123). Horizon harapan pembaca

16 yang bersifat estetik yaitu menyangkut penerimaan terhadap unsur-unsur pembangun karya sastra seperti alur, gaya bahasa, dan lain-lain. Horison harapan yang tak estetik lebih mengarah pada aspek-aspek di luar unsur-unsur tadi, berupa sikap pembaca, pengalaman pembaca, dan semua hal di luar teks sastra. Kedua bentuk horizon harapan ini diharapkan muncul dalam resensi-resensi yang dianalisis.