BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RUGI LABA BIAYA FISKAL

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II LANDASAN TEORI

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

BAB 2 LANDASAN TEORI

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pajak Penghasilan (PPh) Umum

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II LANDASAN TEORI

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

Perpustakaan LAFAI

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

PAJAK PENGHASILAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BAB III PAJAK PENGHASILAN

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT) adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk WP luar negeri, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk WP Badan, dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk WP orang pribadi, besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Menurut Gunadi (1999), ada dua cara dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu: 1. Penghitungan dengan menggunakan pembukuan, yang diperkenankan bagi WP yang melakukan pembukuan. Penghitungannya dilakukan dengan mengurangkan dari penghasilan sebagai objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dengan biaya sebagaimana ditetapkan sebagai biaya fiskal sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh. 2. Penghitungan dengan cara norma penghitungan, dimana tidak lagi memperhitungkan secara rinci biaya yang dikeluarkan oleh WP, melainkan telah ditetapkan penghasilan netonya dengan suatu persentase tertentu oleh Pemerintah. 6

WP yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah WP orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Peredaran bruto kurang dari Rp.600.000.000,- per tahun. 2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. 3. Menyelenggarakan pencatatan. Secara umum, penghitungan Pajak yang terutang adalah sama untuk semua jenis pajak, demikian juga dengan Pajak Penghasilan. Adapun formula umum untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: Pajak Penghasilan = Tarif x Penghasilan Kena Pajak II.1.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Tarif Pajak Penghasilan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU PPh tahun 2000 adalah: 1. Rp.2.880.000,- untuk diri WP orang pribadi 2. Rp. 1.440.000,- untuk WP yang kawin 3. Rp. 2.880.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain. 7

4. Rp.1.440.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis ketentuan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang). Tarif Pajak Penghasilan, sesuai dengan Pasal 17 UU PPh tahun 2000, besarnya tarif pajak penghasilan bagi WP orang pribadi dalam negeri dan Badan Usaha Tetap, adalah sebagai berikut: Wajib Pajak orang pribadi: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.25.000.000,- 5% Diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- 10% Diatas Rp.50.000.000,- s/d Rp.100.000.000,- 15% Diatas Rp.100.000.000,- s/d Rp.200.000.000,- 25% Diatas Rp.200.000.000, 35% Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000,- 10% Diatas Rp.50.000.000,- s/d Rp.100.000.000,- 15% Diatas Rp.100.000.000,- 30% II.1.3 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 Ketentuan pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Menurut Mardiasmo (2003), 8

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan : 1. WP membayar sendiri (PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemunggutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21,22,23,dan 24). Cara menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan: a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23, serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. b. PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. II.2 Pengertian Penghasilan dan Biaya menurut Ikatan Akuntan Indonesia dan Undang-Undang Pajak Penghasilan II.2.1 Penghasilan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dan menurut Undang- Undang PPh Menurut IAI (2004), definisi penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. (h.18) 9

Menurut IAI (2004), menyatakan bahwa pendapatan dapat timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti: Penjualan, Penghasilan Jasa (Fees), Bunga, Deviden, Royalty dan sewa. Sedangkan pengertian penghasilan menurut Waluyo (2000) dalam Perubahan perundang-undangan perpajakan era reformasi, UU No 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat (1) adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak, yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan tambahan ekonomis tersebut termasuk : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang Undang ini; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 10

2 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota; 3 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau sumbangan, kecualli yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan kegiatan usaha, pekerjaan kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; f. Bunga termasuk premium,diskonto,dan imbalan dalam jaminan pengembalian hutang; g. Deviden,dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. Royalti; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11

k. Keuntungan karena pembebasan hutang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak (h.115) Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada WP maka penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi : a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dalam praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya; b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; c. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya. 12

Menurut Waluyo (2000) dalam Perubahan Perundang-undangan Perpajakan era reformasi UU No.17 tahun 2000 tentang PPh, pasal 4 ayat 1, yang tidak termasuk penghasilan adalah : a. 1) Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan kegiatan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. Warisan; c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 13

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; f. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : 1) deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan 2) bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yangmenerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pasa huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham -saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 14

j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut: 1. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia (h.115) II.2.2 Biaya menurut Ikatan Akuntan Indonesia dan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Menurut IAI (2004), mendefinisikan beban adalah sebagai suatu penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal (h.18) Dari definisi beban tersebut, mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan meliputi, misalnya: Beban pokok penjualan, Gaji, Penyusutan. 15

Menurut Waluyo (2000) dalam Perubahan Perundang-undangan Perpajakan era reformasi UU No.17 pasal 6 tahun 2000, mengatakan biaya sebagai pengorbanan ekonomis untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak suatu badan usaha, maka biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari jumlah penghasilan antara lain : a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan; b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa mafaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11A; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam pengusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan; e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing; 16

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial 2. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang, atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; 3. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus dan; 4. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; Menurut Waluyo (2000) dalam Perubahan Perundang-undangan Perpajakan era reformasi UU No.17 pasal 9 tahun 2000, biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak yaitu: a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; 17

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan pitang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; d. Premi Asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberkan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan, makanan, dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; 18

h. Pajak Penghasilan; i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan. II.3 Perbedaan Waktu dan Perbedaan Tetap Karena terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi dan fiskal, maka menimbulkan perbedaan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Dalam menyusun laporan keuangan fiskal, Wajib Pajak mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan PSAK harus dikoreksi fiskal lebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. perbedaan waktu (timing difference) 2. perbedaan tetap (permanent difference) Suandy (2003), mendefinisikan perbedaan waktu adalah perbedaan yang besifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan PSAK (h.89) 19

Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Perbedaan waktu positif, yang terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak, atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. 2. Perbedaan waktu negatif, terjadi jika pengakuan beban menurut ketentuan perpajakan lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial, atau pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak. Suandy (2003) mendefinisikan perbedaan tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan penghitungan laba menurut PSAK tanpa ada koreksi dikemudian hari. (h.89) Perbedaan tetap, dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Perbedaan tetap permanen atau tetap positif, yang dapat terjadi karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak. 2. Perbedaan permanen atau tetap negatif, disebabkan karena pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakuui oleh ketentuan fiskal. 20

II.4 Laporan Keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan II.4.1 Laporan Keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia IAI (2004), menyatakan bahwa Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan, laporan keuangan yang lengkup biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, (misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (h.2). Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri, dan geografis, serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Menurut IAI, pemakai laporan keuangan meliputi investor, karyawan,pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Dan yang bertanggung jawab dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan adalah pihak manajeman perusahaan. IAI(2004), menyatakan tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (h.4). 21

IAI (2004), menyatakan untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun berdasarkan dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas dan setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha perusahaan dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Oleh karena itu, perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya (h.6). Gunadi (1997) mengatakan, laporan keuangan komersial disusun berdasarkan konsep kewajaran penyajian dengan implikasi manajemen dapat mengambil suatu pertimbangan sepanjang batasan toleransi prinsip Akuntansi (h.20). Bila terdapat keraguan pengukuran suatu transaksi, prinsip konservatisme dalam akuntansi komersial cenderung untuk mengambil solusi yang menghasilkan keadaan under stated, agar laporan keuangan tampak low profile. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan, menurut IAI yaitu: 1. Dapat dipahami, dimana kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. 22

2. Relevan, agar dapat bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan, apabila dapat membantu keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini/masa depan, menegaskan atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka dimasa lalu. 3. Keandalan, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya senagai penyajian yang tulus atau jujur dari seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat diperbandingkan, pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. IAI menyatakan adanya beberapa unsur laporan keuangan yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan, dan yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan rugi laba. Unsur laporan keuangan yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan, adalah: a. Aktiva, yaitu sumber dana yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. 23

b. Kewajiban, merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. c. Ekuitas, yaitu hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Dan unsur laporan keuangan yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan rugi laba adalah penghasilan dan beban. II.4.2 Laporan Keuangan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Suandy (2003) mendefinisikan laporan keuangan fiskal, yaitu laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak (h.87). Gunadi (1997), mengatakan bahwa laporan keuangan perpajakan mempunyai motivasi untuk mempersempit erosi potensi pengenaan pajak dan pemberian dorongan (realokasi atas pengensalian) investasi (h.17). Dalam menyusun laporan keuangan fiskal yang dilampirkan dalam SPT, Wajib Pajak harus mengacu pada peraturan perpajakan, dimana laporan keuangan komersial harus disesuaikan atau dikoreksi fiskal dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Pajak merupakan alat untuk menyalurkan sumber daya dari masyarakat kepada negara. Laporan keuangan fiskal, biasanya kurang memberikan toleransi atau fleksibilitas pemilihan standar. 24

Gunadi (1997) mengatakan bahwa persamaan perlakuan kepada semua Wajib Pajak menghendaki adanya keseragaman dan simplifikasi penyelenggaraan dan pengaturan untuk keperluan penentuan basis pajak. Ciri kualitatif informasi pelaporan perpajakan umumnya sama dengan ciri kualitatif informasi keuangan, yaitu: Relevan, dapat dipahami, keandalan, dapat dipercaya. Pemakai laporan keuangan fiskal lebih sedikit dari pemakai laporan keuangan komersial. Pemakai laporan keuangan fiskal selain administrasi pajak (termasuk manajemen), juga konsultan pajak, dan pihak yang berminat terhadap perpajakan. 25