BAB 1 PENDAHULUAN. karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komplikasi pasca pencabutan gigi dapat menimbulkan berbagai masalah, karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi yang timbul berkisar antara 1-11,5% ( Simon and Matee, 2001; Pedlar and Jhon, 2001), dan menurut Friedman (2007), s ebanyak sebelas juta pasien perhari mengalami komplikasi seperti rasa nyeri, bengkak, gangguan fungsi pengunyahan dan fungsi bicara pasca pengambilan gigi molar ketiga. Kareem (2008) menyatakan dari 141 pasien dengan 159 gigi yang dicabut, 17 soket (10,7 %) mengalami komplikasi berupa osteitis lokalisata, 13 soket (8,2 %) alveolar osteitis akut, 3 soket (1,9 %) inflamasi akut. Penyembuhan luka pencabutan gigi merupakan proses yang kompleks, melibatkan kemotaksis berbagai sel ke daerah luka, transformasi sel mesenkim menjadi sel osteoprogenitor, proliferasi dan diferensiasi osteoblas, sintesis matriks, mineralisasi, maturasi dan remodeling tulang (Lalani, 2002; Mohamed et al., 2013). Penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada dasarnya sama dengan penyembuhan jaringan lainnya, terdiri dari fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Ketiga fase tersebut melibatkan proses vaskuler, seluler dan biokimia ( MacKay and Miller, 2003; Hupp, 2008). Fase inflamasi dimulai segera setelah terjadi luka dan berlangsung sampai sampai hari ke-5. Pada fase ini dilepaskan sitokin dan factor pertumbuhan

diikuti rekrutmen, proliferasi, diferensiasi sel mesenkim, revaskularisasi dan remodeling jaringan (Schmidt-Bleek et al., 2015). Pada awal fase inflamasi platelet melepaskan factor pertumbuhan, Transforming Growth Factor-β1 (TGF-β1), Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Epidermal Growth Factor (EGF) dan Fibroblast Growth Factor (FGF). Faktor pertumbuhan ini terlibat pada respon awal perbaikan jaringan (Shetty and Bertolami, 2004; Guo S and Dipietro, 2010; Mohamed et al., 2013). Transforming Growth Factor-β1, Insulin-Like Growth Factors (IGFs) dan Bone Morphogenetic Protein superfamily (BMPs) mempengaruhi aktivitas`osteoblas dalam menginduksi, memodulasi pertumbuhan tulang (Zhao, 2003; Bikle, 2008), sedangkan VEGF dan PDGF terlibat dalam angiogenesis dan pembentukan tulang (Luu et al., 2008). Transforming Growth Factor-β berperan disetiap tahap penyembuhan tulang. Pada fase inflamasi menginisiasi dan mengontrol kemotaksis, aktivasi dan survival sel inflamasi, menginduksi transformasi monosit menjadi makrofag (Behm et al., 2012; Kasagi and Chen 2013). Pada fase proliferasi TGF-β1 memediasi migrasi dan proliferasi sel endotel, keratinosit dan fibroblas membentuk jaringan granulasi (Li et al., 2007; Chua et al., 2000; Lalani et al., 2003; Chen et al., 2004), menstimulasi ekspresi faktor angiogenik (VEGF dan bfgf) untuk angiogenesis. Pada osteogenesis meregulasi pembentukan tulang dengan menginhibisi fibroblas, menstimulasi migrasi, proliferasi dan diferensiasi sel mesenkim menjadi osteoblas, menghambat apoptosis osteoblas dan meningkatkan sintesis dan mineralisasi matriks tulang (Karsenty and Wagner, 2002; Lalani, 2002: Maeda et al., 2002) merekrut prekursor osteoklas untuk resorpsi tulang (Karsenty and Wagner, 2002; Janssens et al.,2005; Devescovi et al., 2008).

Lalani (2002), mengamati karakteristik spasial dan temporal faktor pertumbuhan TGF-β1, VEGF, PDGF, FGF-2 dan BMP-2 pada penyembuhan pasca pencabutan gigi kelinci dan menyatakan distribusi dan intensitas ekspresi TGF- β1 meningkat 48 jam sampai hari ke-4, hari ke-7 terjadi penurunan ekspresi, pada hari ke-14 terjadi peningkatan ekspresi dan ekspresi mencapai puncaknya, pada hari ke-28 terjadi penurunan ekspresi TGF- β1. Pada penyembuhan luka VEGF memiliki berbagai aktivitas biologi, pada fase inflamasi meningkatkan permiabilitas kapiler, mendegradasi membran basalis pembuluh darah (Nagami et al., 2027), membantu merekrut sel inflamasi (monosit/makrofag) ke daerah luka (Barleon et al., 1996; Leek et al., 2000). Pada fase reparatif menstimulasi migrasi dan proliferasi sel endotel (Akeno et al., 2001), keratinosit, fibroblast (Farerra, 2004). Pada osteogenesis memodulasi perekrutan, proliferasi dan diferensiasi sel osteoprogenitor menjadi osteoblas (Fiedler et al., 2005), meningkatkan sintesis dan mineralisasi matriks tulang (aktivitas alkali fosfatase) (Street et al., 2002; Mayr-Wohlfart et al., 2002). Pada remodeling tulang VEGF merekrut sel endotel dan osteoklas, meregulasi diferensiasi dan maturasi osteoklas (Deckers et al., 2000) dan mengaktifkan osteoklas untuk mendegradasi matriks tulang (Engsig et al., 2000; Yang et al., 2012). Ekpsresi VEGF pasca pencabutan gigi marmut pada penelitian Lalani (2002) ekspresi sedikit meningkat 48 jam sampai hari ke-4. Pada hari ke-7 ekspresi meningkat 3x lipat, mencapai puncaknya dan ekspresi stabil sampai hari ke-14. Dari hari ke-14 sampai hari ke-28 ekspresi menurun. Pembentukan tulang (osteogenesis) ditandai dengan urutan peristiwa yang dimulai dengan aktivasi osteoklas, proliferasi sel osteoprogenitor, diferensiasi

preosteoblas menjadi osteoblas, deposisi matriks dan mineralisasi ( Algenstaedt et al., 2006; Robling et al., 2006; Lakey et al., 2008). Pembentukan tulang dimulai pada hari ke empat pasca pencabutan. Pada hari ke-8 bagian apikal soket terisi oleh tulang imatur, pada hari ke-10 sebagian besar soket terisi tulang imatur dan hari ke- 20 seluruh soket telah diisi dengan tulang imatur (Stojanović et al., 2011). Huang et al (2007), menyatakan proliferasi sel osteoprogenitor terjadi pada hari ke-4, diferensiasi osteoblas dimulai dari hari ke-5 dan berlangsung sampai hari ke-14 dan tahap akhir diferensiasi dan maturasi osteoblas dimulai hari ke-15 dan berlangsung sampai hari ke-28. Pada tahap awal diferensiasi sel osteoprogenitor ekspresi TGF-β1 meningkat, sebaliknya pada tahap akhir diferensiasi ekspresi TGF-β menurun (Spinella -Jaegle et al., 2001). Ekspresi VEGF ditemukan dalam jumlah sedikit pada tahap awal diferensiasi sebaliknya ekspresi VEGF meningkat ditahap akhir diferensiasi dan maturasi osteoblas (Deckers et al., 2000). Penyembuhan luka pasca pencabutan gigi dapat dipercepat dengan berbagai upaya, diantaranya melakukan pencabutan dengan teknik yang benar dan trauma yang minimal, pemberian obat-obatan baik secara sistemik maupun secara lokal ke dalam soket gigi. Obat yang lazim diaplikasikan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah antiseptik, seperti povidone iodine atau klorheksidin. Obat ini memiliki kelebihan, dapat membunuh bakteri dan mencegah bakteremia. Dibalik keunggulannya iodine memiliki kekurangan yaitu bersifat iritatif dan toksik bila masuk ke pembuluh darah. Dalam penggunaan harus diencerkan, karena pada konsentrasi tinggi menyebabkan iritasi kulit, menghambat migrasi netrofil, memperpendek umur monosit, merusak fibroblas, keratinosit dan osteoblas (Balin and Pratt 2002; Delilbasi et al., 2002; Hoang et al., 2003; Vogt, 2006; Schmidlin, 2009).

Klorheksidin merupakan agen antimikroba spektrum luas, digunakan untuk mencegah kolonisasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan luka pasca pencabutan gigi, ditoleransi dengan baik oleh sistem imun dan tidak menimbulkan resistensi. Penelitian tentang efektivitas klorheksidin dalam meningkatkan penyembuhan luka pada rongga mulut tidak semuanya mempercepat penyembuhan. Dorri et al., (2010), menyatakan klorheksidin pada konsentrasi tinggi (lebih dari 0,5%) sitotoksik terhadap sel dan menunda penyembuhan luka (Rajabalian, 2009). Jika dipakai dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan mulut kering, rasa terbakar pada mukosa, gangguan indera perasa, perubahan warna gigi dan restorasi, ulserasi pada mulut dan komplikasi pada lambung (Dorri et al., 2010). Efek samping yang ditimbulkan menimbulkan kerugian, oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mencari obat pengganti, dengan beralih ke tanaman obat. Tanaman obat memiliki efek terapi yang menjanjikan dengan efek samping minimal dibandingkan dengan obat kimiawi (Cheppy, 2001; Hembing, 2001). Penggunaan tanaman sebagai obat sudah dikenal baik di negara berkembang maupun negara maju. World Health Organization menyatakan 70-80% populasi di Asia dan Afrika masih tergantung pada tanaman obat sebagai pengobatan primer, karena tanaman obat lebih murah, mudah didapat dengan efek samping yang minimal (Fernandes et al., 2012). Umbi sarang semut (Myrmecodia pendens) adalah salah satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai tanaman obat, karena mengandung flavonoid, tanin, tokoferol, saponin dan alkaloid (Subroto dan Saputro, 2006; Soeksmanto et al., 2010), yang berefek sebagai antibakteri, antiinflamasi, antioksidan. Isolasi senyawa aktif Myrmecodia dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya: Hertiani et al., (2010), melakukan uji fitokimia umbi Myrmecodia genus pendens dan tuberosa, dan menyatakan Myrmecodia pendens mengandung

flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, kuinon, dan glikosida, sedangkan Myrmecodia tuberosa mengandung terpen dan senyawa fenolik, selanjutnya peneliti melakukan uji imunostimulan proliferasi limfosit dan fagositosis makrofag (ekstrak etanol, fraksi n- heksana, etil asetat dan air, konsentrasi 10, 20, 50 dan 100 µg/ml) dan menyatakan efek fagositosis makrofag Myrmecodia pendens 50 µg/ml lebih tinggi dibandingkan Myrmecodia tuberosa. Muslichah (2013), melakukan pengujian aktivitas antiinflamasi paling optimal dari ekstrak total etanol 70%, fraksinasi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol 70% Myrmecodia pendens dan menyatakan penggunaan dalam bentuk ekstrak total etanol 70% lebih baik dibanding dalam bentuk fraksinasi. Satari dkk (2012) melakukan uji fitokimia, Myrmecodia pendens fraksi air, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dan menyatakan fraksi tersebut memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus viridans dan Fatriadi (2014) melakukan uji fitokimia umbi Myrmecodia pendens fraksi air, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dan menyatakan umbi tersebut mengandung fenolik, tanin, flavonoid, terpenoid dan memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus sanguis. Ismardianita dkk (2016), mengamati perbedaan jaringan granulasi (makrofag, fibroblas dan angiogenesis) pasca pemberian ektraks etanol umbi sarang semut spesies (Hypnophytum furmicarum jack) secara oral dengan dosis 4,65, 6,2 dan 9,3 mg, dan menyatakan dosis 4,65 merupakan dosis yang efektif dalam mempercepat pembentukan jaringan granulasi. Koa et al (2016), mengamati penyembuhan luka pencabutan gigi yang diaplikasi dengan pasta Myrmecodia pendens konsentrasi 1,5%, 3%, 5% dan

menyatakan konsentrasi 3% memberikan efek terapeutik pada penyembuhan jaringan lunak rongga mulut. Penelitian pendukung untuk menentukan konsentrasi efektif ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens terhadap ekspresi TGF- β, VEGF dan jumlah osteoblas pasca pencabutan gigi telah peneliti lakukan, yaitu dengan mengaplikasikan ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens konsentrasi 5%, 10%, 20% dan 30% ke soket gigi, ternyata konsentrasi yang efektif dalam menstimulasi ekspresi TGF-β1, VEGF adalah konsentrasi 10%. Berdasarkan latar belakang diatas, maka akan diteliti pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens terhadap ekspresi TGF- β1, VEGF dan jumlah osteoblas pada luka pasca pencabutan gigi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap ekspresi TGF-β1 dari soket pasca pencabutan gigi pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 2. Apakah ada pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap ekspresi VEGF dari soket pasca pencabutan gigi pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 3. Apakah ada pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap jumlah osteoblas dari soket pasca pencabutan gigi pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap ekspresi TGF-β1, VEGF dan jumlah osteoblas dari luka soket pasca pencabutan gigi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap ekspresi TGF-β1 pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 2. Menganalisis pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap ekspresi VEGF pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 3. Menganalisis pengaruh aplikasi ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens 10% terhadap jumlah osteoblas pada hari ke 3, 7, 14 dan 21 pasca pencabutan gigi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan kontribusi untuk: 1. Perkembangan Ilmu Penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran gigi, khususnya peranan ekstrak umbi Myrmecodia pendens terhadap penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. 2. Manfaat praktis.

Manfaat praktis adalah membantu klinisi dokter gigi dalam mempercepat proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi, dengan mengaplikasikan ekstrak etanol umbi Myrmecodia pendens sebagai terapi alternatif.