BAB I PENDAHULUAN. menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang dimiliki oleh masing-masing manusia tersebut nantinya dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan keturunan, mempertahankan rasnya, sehingga. perkawinan, karena dengan perkawinan manusia dapat melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad, Baharuddin, 2008, Hukum Perkawinan di Indonesia, Studi Historis Metodologi, Syari ah Press, Jambi.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang undang No.

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan tumbuh dan berkembang, lalu seiring perjalanan hidupnya maka mereka akan membentuk keluarga kecilnya sendiri dengan pasangan yang mereka pilih untuk menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan langkah setiap orang untuk mendapatkan keluarga kecilnya sendiri. Perkawinan mungkin saja bisa terjadi setiap harinya di belahan dunia manapun. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1), Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan), disebutkan bahwa : Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. yang mana dalam penjelasan daripada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, ialah bahwa perkawinan harus dilangsungkan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hal ini sejalan dengan asas-asas perkawinan, yang salah satu asasnya ialah asas persetujuan bebas (sukarela) yang artinya ialah pernikahan harus terlaksana karena suka sama suka tidak ada paksaan dari pihak lain walaupun dari pihak orang tua sendiri. Persetujuan bebas ini timbul karena sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain, dan tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan. Sehingga pada akhirnya kedua calon mempelai memiliki kesadaran dan keinginan untuk menjalani hidup bersama sesuai dengan hukum agama 1. 1 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Cet. Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 76-77.

Pada saat perkawinan telah berlangsung, maka perkawinan itu diharapkan akan menjadi perkawinan yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada saat perkawinan telah berlangsung juga maka dianggap telah terjadi penyatuan baik secara lahir maupun bathin antara seorang suami dengan seorang istri, oleh sebab itu segala sesuatunya dikemudian hari akan dihitung sebagai satu kesatuan apabila tidak diadakan perjanjian apapun. Penyatuan secara lahir yang dimaksud disini adalah hak dan kewajiban, atau piutang dan utang yang diperoleh selama perkawinan. Seperti apa yang tertera dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, dinyatakan bahwa : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Subekti, dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata, bahwa sejak perkawinan terjadi, jika tidak diadakan perjanjian apapun maka akan ada suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri. Lebih lanjut Subekti juga menjelaskan bahwa percampuran kekayaan adalah seluruh piutang dan utang yang dibawa oleh masing-masing pihak ke dalam suatu perkawinan maupun yang akan muncul dikemudian hari. 2 Kemudian mengenai konsep harta bersama, menurut Abdul Manan dalam buku Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Dan Harta Bersama, yang ditulis oleh Damanhuri ialah harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa. 3 Penyatuan ini tentunya membawa efek yang baik ketika sepasang suami istri sadar bahwa kini mereka hidup berdampingan, artinya segala hal yang dilakukan oleh salah satu pihak akan 2 Subekti, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XVIII, Intermasa, Jakarta, h. 31-32. 28. 3 Damanhuri, 2012, Segi-Segi Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Cet. II, CV Mandar Maju, Bandung, h.

sangat dapat memberikan pengaruh bagi pihak lainnya, dalam hal ini istri ataupun suami dan anak-anak. Oleh sebab kesadaran ini maka mereka akan selalu mewaspadai langkah-langkah yang akan mereka ambil dalam setiap keputusan yang mereka buat mengenai apa saja, dengan cara saling terbuka dan mau menceritakan apapun. Penyatuan ini juga mampu memberikan dampak negatif ketika pasangan suami istri tidak saling terbuka antara satu sama lain yang dikarenakan kurangnya pemahaman bahwa setiap langkah salah satu pihak akan sangat dapat memberikan pengaruh bagi pihak lainnya, dan pada akhirnya karena ketidakterbukaan ini maka salah satu pihak akan dirugikan akibat langkah yang diambil oleh pihak lainnya. Semisal investasi diam-diam yang dilakukan suami atau istri, kebiasaan berjudi salah satu pihak hingga menimbulkan utang, kegemaran berbelanja salah satu pihak hingga tagihan kartu kredit membengkak, dan lain sebagainya. Didalam masyarakat kasus-kasus seperti diatas memang ada, dan ketika hal tersebut terjadi maka utang yang ditimbulkan akibat investasi yang dilakukan diam-diam, utang judi, dan kartu kredit, tidak hanya akan ditagih kepada pihak yang menimbulkan kerugian tersebut, tetapi juga kepada pasangannya yang dalam hal ini telah menjadi suami atau istri dari si pembuat kerugian, dan bisa saja ada kemungkinan pihak yang membuat kerugian tersebut akan pergi begitu saja meninggalkan pasangannya. Apabila ini terjadi tentu hal ini tidak adil bagi pihak yang tidak membuat kerugian tersebut, tetapi karena adanya hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya suatu perkawinan tersebut maka pihak yang tidak membuat kerugian ini mau tidak mau harus menanggungnya juga. Menghindari hal-hal tersebut maka membuat perjanjian perkawinan dapat menjadi solusi untuk berjaga-jaga agar terhindar dari kewajiban membayar utang-utang yang tidak pernah dibuat. Selain itu jika dalam sebuah perkawinan terjadi perceraian maka pengasuhan anak-anak

serta pembagian harta bersama tentu akan menjadi sengketa, namun semua itu dapat diantisipasi dengan adanya perjanjian perkawinan sehingga proses perceraian dapat berjalan lebih cepat. Sebagaimana yang diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup yang bersifat kekeluargaan, masyarakat Bali yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia pun pada akhirnya memiliki pandangan hidup yang sama yaitu bersifat kekeluargaan sehingga perkawinan dengan adanya perjanjian perkawinan dinilai oleh masyarakat Bali tidak sesuai dengan padangan hidup masyarakat Bali. Disamping itu pula, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius, sehingga berdasarkan ajaran-ajaran agama maka perkawinan adalah merupakan suatu ikatan suci yang bersifat sakral dan tidak sepantasnya terdapat perjanjian di dalam ikatan suci tersebut. Masyarakat Bali seperti yang diketahui merupakan bagian dari bangsa Indonesia, tentunya merupakan masyarakat yang religious pula, hal ini ditunjukkan dengan adat dan kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali sangat erat kaitannya dengan agama dan kehidupan religius masyarakat Hindu. Keduanya telah memiliki akar sejarah yang demikian panjang dan mencerminkan konfigurasi ekspresif dengan dominasi nilai dan filosofi religius Hindu 4. Jika melihat pada ajaran agama Hindu, perkawinan disebut pula dengan istilah wiwah atau wiwaha, yang mana berdasarkan Kitab Manu Smrti, wiwaha memiliki sifat religius dan obligator karena dikaitkan dengan kewajiban seorang untuk mempunyai keturunan berikut kewajiban untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan sarana menurunkan seorang putra, dalam hal ini artinya ialah bahwa seorang putra yang dihasilkan dari perkawinan inilah yang akan menebus dosa-dosa orang tuanya, itulah mengapa suatu perkawinan dikatakan suatu ikatan suci yang bersifat sakral 5. 4 Wisata Bali, tanpa tahun, Menyelami Adat dan Kebudayaan Masyarakat Bali, URL : http://bali.panduanwisata.id/spot-wisata/menyelami-adat-dan-kebudayaan-masyarakat-bali-2/, diakses tanggal 29 Juli 2015 5 Endang Sumiarni, 2004, Kedudukan Suami Isteri Dalam Hukum Perkawinan, Cet. I, Wonderful Publishing Company, Yogyakarta, h. 97-98.

Hal-hal yang telah disebutkan diatas adalah apa yang diajarkan oleh agama Hindu sebagaimana kepercayaan masyarakat Bali pada umumnya, namun demi kepastian hukum dan keselamatan kedua belah pihak kiranya perjanjian perkawinan dapat dilaksanakan karena adanya perkembangan jaman yang mengakibatkan berkembangnya pula tingkat kebutuhan manusia. Dalam hukum Indonesia sendiri terdapat aturan-aturan yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan, antara lain pada Buku I, BAB VII tentang Perjanjian Perkawinan, Pasal 139 sampai dengan Pasal 154 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan pada Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan. Dengan adanya ketentuan perjanjian dalam peraturan perundang-undangan, secara logika perjanjian perkawinan jika diadakan sebenarnya bukanlah merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum ataupun bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya, produk hukum ini nyaris tidak pernah digunakan oleh masyarakat Bali, bahkan di Bali yang sebagaimana diketahui sangat sering bersinggungan dengan budaya luar dan tidak sedikit masyarakat Bali yang menikah dengan orang asing, pada kenyataannya masyarakat Bali pun sangat sedikit yang memiliki perjanjian perkawinan. Adanya ketentuan hukum Indonesia yang mengatur tentang perjanjian perkawinan yang mana artinya bahwa perjanjian perkawinan dapat dilaksanakan oleh masyarakat Bali dengan kenyataan bahwa masyarakat Bali kurang meminati atau nyaris tidak menggunakan produk hukum ini, hal inilah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini yang berjudul PELAKSANAAN PASAL 29 UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN PADA MASYARAKAT DI BALI. 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka dari itu ada dua rumusan masalah yang akan penulis angkat sebagai rumusan masalah dari skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah penerapan perjanjian perkawinan di dalam masyarakat Bali yang beragama Hindu? 2. Bagaimanakah akibat hukum dari diterapkan maupun tidak diterapkannya perjanjian perkawinan pada suatu perkawinan masyarakat Bali? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Didalam penulisan suatu karya tulis yang bersifat ilmiah maka diperlukan batas dalam bahasan masalahnya agar dalam proses penulisannya materi yang diuraikan tersebut dapat terurai dengan alur yang runtut dan sistematis, sehingga jawaban dari pemecahan masalahnya dapat bersifat efektif dan efisien. Berdasarkan pada rumusan masalah yang ada, maka ruang lingkup masalah dari skripsi ini ialah mengenai penerapan perjanjian perkawinan di dalam masyarakat Bali dan akibat hukum dari diterapkan maupun tidak diterapkannya perjanjian perkawinan pada suatu perkawinan masyarakat Bali. 1.4. Orisinalitas Penulisan ilmiah yang memfokuskan mengenai perjanjian perkawinan sebenarnya sudah pernah diteliti sebelumnya, yaitu pada : N O PENULIS JUDUL RUMUSAN MASALAH KETERANGAN 1. Made Rika Tesis : Akibat 1. Apakah akibat Ditulis oleh untuk Dewi Hukum Perjanjian hukum terhadap memperoleh gelar

Kusuma, Perkawinan pembagian harta Magister Kenotariatan S.H. Terhadap Harta bersama yang tidak (M.Kn.) di Magister Bersama Setelah diikuti dengan Kenotariatan Universitas Terjadinya perjanjian Brawijaya, pada tahun Perceraian perkawinan setelah 2010, yang mana pada terjadinya intinya tesis ini menulis perceraian? mengenai apakah akibat 2. Apakah dasar hukum dari suatu pertimbangan hakim perceraian terhadap untuk memutus pembagian harta bersama gugatan pembagian yang tidak dibuktikan harta bersama setelah dengan perjanjian terjadi perceraian? perkawinan maupun yang dibuktikan dengan perjanjian perkawinan.

2. Luh Krisna Tesis: 1. Bagaimanakah Ditulis untuk memperoleh Damayanthi, Kewenangan kekuatan hukum gelar Magister S.H. Notaris Dalam perjanjian Kenotariatan (M.Kn.) di Pembuatan Akta perkawinan yang Magister Kenotariatan Perjanjian dibuat setelah Universitas Brawijaya, Perkawinan berlangsungnya pada tahun 2011, yang Sesudah perkawinan? mana pada intinya tesis ini Perkawinan menulis mengenai Menurut Agama 2. Bagaimanakah kewenangan dan Hindu kewenangan keabsahan dari suatu Dilangsungkan notaris dalam perjanjian perkawinan membuat yang dibuat oleh notaris. perjanjian perkawinan? 3 Avina Pelaksanaan Pasal 1. Ditulis untuk memperoleh Rismadewi 29 Undang- agaimanakah gelar Sarjana Hukum (SH) Undang No. 1 penerapan di Universitas Udayana Tahun 1974 perjanjian pada tahun 2015 Tentang Perjanjian perkawinan di Perkawinan Pada dalam masyarakat Masyarakat Di Bali Bali yang beragama Hindu?

2. agaimanakah akibat hukum dari diterapkan maupun tidak diterapkannya perjanjian perkawinan pada suatu perkawinan masyarakat Bali? 1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum : 1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan penulisan skripsi ini, maka hal yang telah diamalkan dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah dalam hal penelitian, yang mana penulisan skripsi ini mencoba untuk menggali kebenaran suatu pengetahuan ilmiah yang tidak pernah ada habisnya, dan sebagai bahan dalam penelitian ini yaitu ilmu yang didapat selama perkuliahan efektif dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat. 2. Memberikan sumbangsih terhadap ilmu hukum dalam bidang keperdataan mengenai perjanjian perkawinan. 1.5.2 Tujuan Khusus :

1. Bertujuan untuk mengetahui penyebab-penyebab perjanjian perkawinan tidak dapat berlaku secara efektif pada masyarakat Bali, padahal perjanjian perkawinan diakui oleh hukum Indonesia, sehingga dengan mengetahui alasannya kita dapat menentukan langkah apa selanjutnya yang dapat diambil untuk pada akhirnya produk hukum ini efektif di kalangan masyarakat. 2. Bertujuan untuk mengetahui secara lebih dalam akibat hukum dari diterapkan maupun tidak diterapkannya perjanjian perkawinan pada suatu perkawinan masyarakat Bali. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis : 1. Dapat memberikan sumbangsih guna mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya mengenai perjanjian perkawinan. 2. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam bidang hukum perdata khususnya mengenai perjanjian perkawinan. 1.6.2 Manfaat Praktis : 1. Mengetahui penerapan perjanjian perkawinan didalam masyarakat Bali yang berada di Dusun Dukuh, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur. 2. Mengetahui pandangan masyarakat Bali dan faktor-faktor yang menyebabkan perjanjian perkawinan kurang diminati untuk dilakukan oleh pasangan calon suami istri yang hendak melangsungkan perkawinan.

1.7. Landasan Teoritis Landasan teoritis ialah meliputi filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, norma, konsepkonsep hukum, dan doktrin yang dipakai sebagai dasar untuk membahas pemasalahan, dalam hal ini membahas permasalahan pada rumusan masalah yang terdapat pada skripsi ini. Dalam skripsi ini terdapat beberapa landasan teoritis, yaitu : 1. Pasal 26, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa : Undangundang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. 2. Pasal 139, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : Dengan mengadakan perjanjian perkawinan, kedua calon suami istri adalah berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan perundang-undangan sekitar persatuan harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula segala ketentuan di bawah ini. 3. Pasal 1, Undang-Undang Perkawinan, menyatakan bahwa : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4. Pasal 29 ayat (1), Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa : Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.

5. Kitab Manawa Dharmasastra IX.101-102 : hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap hukum tertinggi sebagai suami istri. 6. Kitab Manawa Dharmasastra IX. 74-77 : tentang ajaran agama hindu dalam perkawinan. 7. Teori Lawrence M. Friedman mengenai sistem hukum, yang mana system hukum digolongkan menjadi 3 yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum. 6 8. Teori Philipus M. Hadjon, mengenai perlindungan hukum yang terdiri dari perlindungan preventif dan represif. 7 9. Berdasarkan buku yang ditulis oleh I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, dijelaskan mengenai pengertian perjanjian ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 8 10. Pendapat Ali Afandi, dalam bukunya Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, dijelaskan mengenai perkawinan ialah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas di dalam hubungan antara suami dan istri. Dengan perkawinan itu timbul suatu ikatan yang berisi hak serta kewajiban baik bagi istri maupun suami. 9 11. Pendapat Damanhuri, dalam bukunya yang berjudul Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, dijelaskan mengenai perjanjian perkawinan adalah tiap 6 Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, h. 87. 7 Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University, Yogyakarta, h. 124. 8 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Cet. I, Udayana University Press, Denpasar, h. 28. 9 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Cet. III, PT. Bina Aksara, Jakarta, h. 93.

perjanjian yang dilangsungkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang antara calon suami istri mengenai perkawinan mereka, tidak dipersoalkan mengenai isinya. 10 12. Pendapat Subekti, dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata, bahwa sejak perkawinan terjadi, jika tidak diadakan perjanjian apapun maka akan ada suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri. 11 Landasan teoritis yang ditampilkan berdasarkan norma dan doktrin ini, dapat digunakan untuk menggambarkan perjanjian perkawinan dalam ketentuan undang-undang (das sollen) untuk nantinya kita melihat keberlakuan perjanjian perkawinan berdasarkan hukum Indonesia, yang selanjutnya akan dihubungkan dengan kenyataan empiris (das sein). Sehingga dapat menemukan jawaban penelitian secara empiris tentang penerapan perjanjian perkawinan di dalam masyarakat Bali dengan dibantu data, sumber data, serta teknik pengumpulan data yang sesuai dengan metode penelitian empiris, pada masyarakat Bali yang terletak di Dusun Dukuh, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur serta berdasarkan data yang diperoleh melalui Catatan Sipil Kota Denpasar, Catatan Sipil Kabupaten Badung, Catatan Sipil Kabupaten Gianyar, Pengadilan Negeri Denpasar, dan Pengadilan Negeri Gianyar. 1.8. Metode Penelitian Didalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya harus menggunakan metode-metode ilmiah dalam penelitiannya. Dengan demikian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1.8.1 Jenis Penelitian 10 Damanhuri, Op.cit, h. 1. 11 Subekti, Op.cit, h. 31.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah jenis peneilitian empiris yang berarti bahwa penelitian hukum ini akan berdasarkan pada efektivitas hukum di dalam masyarakat 12. Dalam penelitian ini yang akan dipelajari dan diteliti secara mendalam adalah bagaimana law in action di dalam masyarakat Bali mengenai penerapan perjanjian perkawinan sebagai salah satu produk hukum yang dimiliki Indonesia. Akibat dari diadakannya penelitian dengan menggunakan jenis penelitian empiris ini yaitu jawaban atas rumusan masalah yang telah penulis paparkan sebelumnya akan tidak tersedia dalam sumber hukum konvensional seperti bahan-bahan hukum atau studi kepustakaan saja, tetapi ada didalam kehidupan masyarakat yang penulis teliti langsung. 1.8.2 Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundangundangan (The Statute Approach), dan pendekatan fakta (The Fact Approach). The Statute Approach yaitu penelitian dengan mengkaji permasalahannya berdasarkan undang-undang, dan The Fact Approach yaitu penelitian dengan mengumpulkan fakta-fakta yang terdapat langsung di lapangan yang penulis cari dan amati sendiri secara metodis untuk dijadikan bahan dalam menunjang penulisan skripsi ini. 1.8.3 Sifat Penelitian Dikarenakan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian empiris, maka sifat penelitian skripsi ini adalah deskriptif, yang mana penelitian ini dilakukan h. 43. 12 Bambang Sunggono, 1996, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta,

dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara sitematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakterisitik atau faktor-faktor tertentu. 13 1.8.4 Data dan Sumber Data Didalam melakukan penelitian hukum empiris, terdapat dua jenis data yang akan digunakan, yaitu : 1. Data primer, merupakan data yang bersumber dari pengamatan di lapangan, dalam penelitian skripsi ini yaitu tepatnya pada masyarakat Bali yang terletak di Dusun Dukuh, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur serta penelitian yang dilakukan pada Catatan Sipil Kota Denpasar, Catatan Sipil Kabupaten Badung, Catatan Sipil Kabupaten Gianyar, Pengadilan Negeri Denpasar, dan Pengadilan Negeri Gianyar. Dari pengamatan langsung ke lapangan akan diperoleh data yang relevan yang selanjutnya akan dianalisis. 2. Data sekunder, merupakan data yang bersifat kepustakaan. 1.8.5 Teknik PengumpulanData Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan studi dokumen, wawancara. 1. Teknik studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dari penelitian hukum empiris, yang mana pada teknik ini dilakukan penelitian atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diangkat pada skripsi ini. Studi dokumen dalam hukum dibedakan menjadi tiga, yaitu 14 : 13 Ibid, h. 36. 14 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Buku Pedoman Pengenalan Bahan Hukum, Fakultas Hukum Unud, Denpasar, h. 8.

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti konstitusi, peraturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi, dan traktat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan, ialah : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan b. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yakni rancangan undang-undang, hasil penelitian, buku dan artikel. c. Bahan hukum tersier, bahan-bahan yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum. 2. Teknik wawancara, adalah teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada yang diwawancarai 15. Dalam skripsi ini akan digunakan juga teknik wawancara dalam pengumpulan datanya untuk mendapatkan fakta-fakta yang terdapat di dalam masyarakat Bali seputar permasalahan yang penulis angkat pada penelitian ini. 1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probality sampling, yang bentuknya adalah purposive sampling, yaitu penarikan sampel dilakukan dengan tujuan tertentu atau sampel ditentukan sendiri yang mana pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan karakteristik yang 15 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 57.

merupakan ciri utama dari populasi 16. Penarikan sampel akan dilakukan di wilayah Denpasar Utara dengan hanya memfokuskan pada masyarakat Bali yang beragama Hindu di wilayah Dusun Dukuh, Desa Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur serta masyarakat yang menggunakan perjanjian perkawinan. 1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data Sebagaimana yang telah dipaparkan pada sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris yang sifatnya deskriptif, oleh sebab itu penelitian dengan teknik analisis kualitatif yang akan digunakan dalam pengolahan dan analisis data didalam penelitian skripsi ini. 16 Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit, h. 87.