Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang

KONSEP PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN YANG BERBASIS MASYARAKAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMBANGUNAN WILAYAH PERMUKIMAN DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus Kepulauan Seribu)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT UNTUK KEGIATAN EKOWISATA DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (BTNKJ), SEMARANG, JAWA TENGAH

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BUPATI BANGKA TENGAH

PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS), AMAN, HARMONIS DAN MERATA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

memajukan kescjahteraan umum sebagaimana Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan sumberdaya ikan terkait dengan kelestariannya maka semua

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 18/MEN/2007 TENTANG

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 15, No. 1, Februari 2015:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

Transkripsi:

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Henny Mahmudah *) *) Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan email : henymahmudah@gmail.com Abstrak Wilayah pesisir dan laut merupakan sumber daya yang berpotensi dalam pembangunan masa depan, sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 62 % luas wilayah Indonesia adalah laut, belum termasuk Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km persegi. Dimana didalamnya terkandung berbagai kekayaan hayati dan keuntungan lainnya, sumber daya pesisir dan lautan mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, sehingga untuk mempertahankan sumber daya tersebut, pengelolaannya harus dilakukan secara terencana dan terpadu serta mampu memberikan manfaat yang sebesarbesarnya kepada semua stakeholder terutama masyarakat pesisir, dan meniminimalkan dampak serta konflik yang berpotensi kemungkinan terjadi Kata kunci : Pengelolaan Pesisir dan masyarakat PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia adalah laut, dimana banyak sekali penduduk yang tinggal disekitanya atau sering disebut pesisir. Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay andalder, 1999). Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, maka nilai wilayah pesisir terus bertambah. Sehingga sering muncul konflik terhadap masalah pengelolaan terhadap pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir Sering kita jumpai bahwa arah pembanguna lebih diprioritaskan pada masyarakat perkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan. Sudah saatnya arah tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang sama terhadap masyarakat pesisir karena mereka juga adalah warga negara Indonesia. Di sisi lain kandungan sumber daya laut yang kita miliki berada didekat masyarakat pesisir, sehingga masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka. Disini yang perlu dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat pesisir. Arah kebijakan yang akan dilakukan sekarang ini untuk pemberdayaan masyarakat, umumnya bukan lagi ditekankan pada pembangunan (development) dalam arti memberikan barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan melalui pelatihan dan pendampingan selama beberapa waktu, perlu waktu yang lama agar masyarakat mempunyai kemampuan manajemen pengelolaan. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Pengelolaan Berbasis Masyarakat atau biasa disebut Community Based anagement (CBM) menurut Nikijuluw (1994) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam, misalnya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan sebagai sustu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya. Di Indonesia Pengelolaan Sumber daya berbasis Masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukannya. Dalam Implementasinya, pola pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini sangat bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam pasal tersebut, pelaksanaannya masih bersifat top down, artinya semua kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan mulai dari membuat kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal, padahal apabila dilihat karakteristik wilayah pesisir dan lautan baik dari segi sumberdaya alam maupun dari masyarakatnya sangat kompleks dan beragam, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan seharusnya secara langsung melibatkan masyarakat lokal. Atas dasar tersebut dan dengan adanya kebijakan pemerintah Republik Indonesia tentang Otonomi Daerah dan desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, maka sudah semestinya bila pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara langsung melibatkan partisipasi masyarakat lokal baik dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi, sehingga mampu menjamin kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat lokal serta kelestarian pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut. Menurut Harbinson dan Myers dalam bukunya Manpower and Education : Country Studies in Economic Development menyatakan bahwa : In the final analysis, the wealth of a country is based upon its power to develop and to effectivel y utilize the innate capacities of its people Merujuk dari asumsi tersebut dalam rangka mengantisipasi penyelenggaraan Otonomi Daerah yang mandiri dan bertanggung jawab, maka diperlukan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mendayagunakan secara efektif kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat. Berkaitan dalam hal ini, pengembangan masyarakat pantai merupakan bagian integral dari pengelolaan sumber pesisir dan laut bagi kemakmuran masyarakatnya, sehingga perlu digunakan suatu pendekatan dimana masyarakat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek pembangunan. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat dengan Mengupayakan Pengembangan Masyarakat Pantai. Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non struktural. Pendekatan struktural adalah pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk sebagai pendamping dalam pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting tetapi akan kurang kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap awal. Dilain pihak pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif. 1. Pendekatan struktural. Sasaran utama pendekatan struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik. Dengan penataan aspek struktural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sistem hubungan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya alam dari ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-

masalah sosial dan ekonomi yang utama yang selama ini secara terus menerus menempatkan masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit. Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah strategi sebagai berikut a. Pengembangan Aksesibilitas Masyarakat pada Sumber daya alam aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya alam adalah salah satu isu penting dalam rangka membangun perekonomian masyarakat. Langkah tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk dapat menikmati peluang pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan (sustainable). b. Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. Keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan pesisir dan laut sangat tergantung pada ketepatan kebijakan yang diambil. Kebijakan yang dikembangkan dengan melibatkan dan memperhatikan kepentingan masyarakat dan menjamin keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan wilayah. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena akan menghasilkan kebijakan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan kepentingan masyarakat. Kebijakan yang berbasis pada potensi masyarakat akan mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam. Selain itu juga memberikan keuntungan ganda : pertama, dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat maka pengelolaan pesisir dan laut akan menarik masyarakat sehingga akan mempermudah proses penataan. Kedua, memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas keamanan pesisir dan laut. Selain itu yang lebih penting lagi adalah adanya upaya untuk meningkatkan kepentingan hakiki masyarakat yaitu kesejahteraan. c. Peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap informasi. Informasi merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat pantai sebagai bagian dari pengelolaan pesisir dan laut. Kesediaan informasi mengenai potensi dan perkembangan kondisi wilayah dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program dan kegiatan di wilayah tersebut. d. Pengembangan kapasitas kelembagaan. Untuk meningkatkan peran masyarakat dalam perlindungan wilayah dan sumber daya alam, diperlukan kelembagaan sosial, untuk mendorong peranan masyarakat secara kolektif. Semangat kolektif akan mendorong upaya pemberdayaan asyarakat untuk melindungi wilayahnya dari kerusakan yang dapat mengancam perekonomian. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga sosial diharapkan dapat memperkuat posisi masyarakat dalam menjalankan fungsi manajemen wilayah pesisir dan laut. e. Pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat. Keberadaan sistem pengawasan yang efektif merupakan syarat utama keberhasilan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Sistem pengawasan tersebut harus mampu menjalankan fungsinya dengan ara memobilisasi semua unsur terkait. Salah satu pendekatan yang efektif adalah pengembangan sistem pengawasan berbasis pada masyarakat. Sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat adalah suatu sistem yang dilandasi oleh kepentingan, potensi dan peranan masyarakat lokal. Untuk itu, sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat tersebut selain memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut mengawasi

sumber daya alam dan wilayah tempat mereka tinggal dan mencari makan, juga memperkuat rasa kebersamaan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerahnya. Hal ini dapat dilakukan melalui lembaga sosial masyarakat pantai (nelayan). f. Pengembangan jaringan pendukung. Pengembangan tersebut mencakup pembentukan sistem jaringan manajemen yang dapat saling membantu. Koordinasi melibatkan seluruh unsur terkait (stakeholders), baik jaringan pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Dilain pihak pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif. 2. Pendekatan Subyektif. Pendekatan subyektif (non struktural) adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam disekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumberdaya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu : a. Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan. b. Pengembangan keterampilan masyarakat c. Pengembangan kapasitas masyarakat dan kualitas diri d. Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan serta f. Penggalian dan pengembangan nilai tradisional masyarakat. KESIMPULAN 1. Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan sebagai sustu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. 2. Strategi pengembangan masyarakat pesisir dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat structural (obyektif) dan non struktural (subyektif) DAFTAR PUSTAKA Costanza, R. (Ed.) 1991, Ecological Economics: The Science and Management of Sustainability, Columbia University Press, New York. Harbinson dan Myers,1965, Manpower and Education : Country Studies in Economic Development Kay, R. and Alder, J. 1999, Coastal Management and Planning, E & FN SPON, New York Moh. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Strategi Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah, Ridev Institute Surabaya Rokhimin D,1999, Prosiding : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembengunan Daerah dengan Coastal Recsources Management Project (CRMP/CRC-URI). Jakarta. Rudy C Tarumingkeng, 2001, Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan, http://www.hayatiipb.com/users/rudyct/grp_paper01/kel1_01 2.htm