BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi dan informasi memiliki pengaruh besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar tidak dilatih untuk berekspresi secara bebas dan terlalu lama dibiasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu potensi yang dimiliki manusia adalah potensi kreatif. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang tidak dapat keluar dari sistem yang mengikatnya atau mengaturnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Munandar dalam Satriani (2011, hlm. 2) bahwa Kreativitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah. Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silma Ratna Kemala, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atas. Bahkan saat ini sudah banyak sekolah-sekolah dan lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rachmayanti Gustiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

BAB I PENDAHULUAN. pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Juwita Mega Ningsih, 2015 Meningkatkan Kreativitas Menari Anak D engan Menggunakan Properti Tari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Seni hadir di tengah-tengah masyarakat dan menyertai perjalanan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. masa peka dalam perkembangan aspek berpikir logis anak. Usia 4-6 tahun

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bealakang Norma Egi Rusmana, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siska Novalian Kelana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah dalam menyelesaikan persoalan matematika begitu penting.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MENDENGAR CERITA FIKSI TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS VERBAL ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kognitif saja tetapi juga tidak mengesampingkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas X-C Pariwisata di

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru PKn kelas VII D di SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. hambatan sehingga belum mencapai tujuan yang diinginkan. Hambatan utama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. halus). Oleh karena itu untuk menciptakan generasi yang berkualitas, dini disebut juga dengan The Golden Age ( Usia Emas ).

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menghabiskan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan kini tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia dan bertaqwa

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu aspek yang dapat memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan manusia yang berkualitas. Pendidikan memiliki kedudukan dan peranan penting dalam mengembangkan sumber daya manusia yang kreatif serta diperlukan bagi pembangunan di semua bidang kehidupan bangsa. Suatu bangsa maju dan berkembang, karena ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas sebagai salah satu dampak posistif dari pelaksanaan sistem pendidikan yang baik. Seluruh dunia akan menghargai suatu bangsa, ketika suatu bangsa tersebut memiliki sistem pendidikan yang berkualitas. Bangsa yang berkualitas selalu ditandai dengan berbagai perubahan positif dan kreatif dalam beragai bidang kehidupan termasuk penjelajahan aktivitas kreatif dalam wilayah pendidikan. Kreativitas memiliki peranan penting dalam kehidupan, manusia yang tidak kreatif akan tersisihkan oleh orang lain yang memiliki daya kreativitas yang tinggi. Biasanya, orang mengartikan kreativitas sebagai daya cipta sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru. Pengertian hal-hal yang baru dalam wilayah kreatifitas tidak selamanya diartikan sebagai sesuatu proses menciptakan yang belum ada menjadi ada, tetapi bisa merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya, kemudian dikembangkan kembali menjadi sebuah produk kreatif. Namun pada kenyataanya, tidak mudah seseorang dalam melahirkan gagasangagasan kreatif dan, hasil-hasil karya yang kreatif. Untuk dapat menciptakan sesuatu yang bermakna dibutuhkan persiapan tertentu sehingga mampu melakukan aktivitas kreatif sampai melahirkan produk kreatif baik dalam bentuk benda maupun perbuatan. 1

2 Aktifitas kreatif tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa dalam melakukan pekerjaannya, akan tetapi aktifitas kreatif dilakukan juga oleh anak-anak sekolah pada wilayah pendidikan. Masa seorang anak duduk di sekolah termasuk masa persiapan, ini karena pendidikan mempersiapkan seseorang agar dapat memecahkan masalahmasalah. Akbar dalam Budiman (2002:38) mengemukakan tiga pengertian kreativitas sebagai berikut. a) Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. b) Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kualitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. c) Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orisional dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasikan (mengembangkan, memperkaya dan memerinci) suatu gagasan. Berdasarkan definisi di atas, menjelaskan bahwa kreativitas merupakan salah satu bidang kajian yang menarik namun cukup rumit untuk dimaknai secara mendalam, sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan, definisi kreativitas, karakteristik dan korelasi. Dalam hal ini, peneliti memaknai kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menemukan cara-cara baru, melahirkan ideide/gagasan baru/ membuat kombinasi baru untuk memberikan banyak alternatif jawaban terhadap penyelesaian suatu masalah melalui proses berfikir yaitu kelancaran, keluwesan, orisinal, kemampuan mengelaborasikan (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan serta membuat penilaian-penilaian yang logis dengan menggunakan daya fantasi dan imajinasi. Pendapat peneliti, selaras dengan ungkapan Suriadi dalam Budiman (2002:39) bahwa kreativitas juga merupakan suatu proses yang diawali dengan permulaan ide-ide/ gagasan baru dari individu dan mencapai puncaknya saat dia menghasilkan sesuatu yang nyata seperti suatu cara yang baru dan mengatasi hubungan-hubungan sosial/perasaan negatif.

3 Istilah kreativitas dalam dunia pendidikan selalu menjadi persoalan yang senantiasa diperbincangkan, diperdebatkan, dan dikembangkan. Tetapi, dalam realitas sehari-hari pun istilah kreativitas sebetulnya sering didengar dan diperbincangkan, serta bukanlah suatu hal yang asing untuk dimaknai baik di lingkungan masyarakat umum, keluarga maupun di lingkungan pendidikan termasuk dalam proses pelaksanaan pendidikan seni di sekolah formal. Esensi dari kreativitas pada umumnya selalu dimaknai sebagai suatu kemampuan seseorang dalam mencipta sesuatu yang dianggap baru pada saat itu. Sifat-sifat yang melekat pada kreativitas sering dilakukan dalam kegiatan pembelajaran seni di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan seni merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan dan merangsang siswa untuk berkreativitas. Hal ini ditegaskan oleh Rohidi dalam Budiman (2002:3) Pendidikan melalui seni [pendidikan seni tari], diidealkan mempunyai peran kunci dalam pengembangan kreativitas peserta didik. Sifat-sifat yang melekat pada pendidikan seni antara lain: imajinasi, sensibilitas, dan kebebasan, memberi peluang bagi terciptanya proses pengembangan kreativitas. Peran pendidikan seni baik secara ideal maupun faktual dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan kreativitas siswa seyogianya mengarah pada pencapaian sifatsifat tersebut. Mengkaji pendapat di atas, jelas tergambar sebuah peta pikiran yang menerangkan bahwa pengembangan kreativitas dalam pembelajaran seni merupakan salah satu aspek yang diharapkan. Melalui proses imajinasi, sensibilitas (kepekaan rasa), dan kebebasan berkreasi menjadi peran kunci dalam meningkatkan dan mengembangkan kemamuan kreatif anak. Kenyataan di lapangan menyiratkan bahwa pembelajaran seni dirasakan kurang merangsang kreativitas siswa. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suasana kelas yang kurang kondusif, serta penggunaan metode yang kurang tepat dan bervariatif. Selain itu, kurangnya peran guru sebagai aktor utama dari PBM untuk dapat lebih cerdas di dalam memilih bahan materi dan metodologi pembelajaran, sehingga para siswa dapat memiliki kesempatan untuk

4 mengembangkan potensi kreatifnya. Sidi dalam Ginanjar (2005:4) menegaskan bahwa. Sebagian besar metode dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih banyak menghambat dari pada memotivasi potensi otak. Sebagai misal, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seoarang anak yang harus mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Dan lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya siswa menjadi tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, tidak kreatif dan mandiri, apalagi untuk berpikir inovatif dan problem solving. Suasana belajar yang penuh keterpaksaan itu berdampak pada hilangnya upaya mengaktivasi potensi otak, sehingga potensi otak yang luar biasa itu belum pernah berhasil mengaktual. Untuk mengaktivasi potensi otak itu suasana belajar harus menyenangkan, kesadaran emosional juga tidak boleh dalam keadaan tertekan. Kenyataan pembelajaran yang ditunjukkan di atas, dapat menjadi gambaran bahwa tidak semua guru dapat mewujudkan suatu pembelajaran yang mampu menjadikan siswa menjadi kreatif, inovatif dan produktif. Harapan ini perlu ditopang dengan adanya kemampuan dari guru tersebut untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang mampu menumbuhkan dinamika pembelajaran yang interaktif, sehingga mampu memicu gairah belajar bagi siswa. Pengelolaan lingkungan prembelajaran diperlukan untuk mendapatkan suasana belajar yang bergairah, terutama untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas siswa, Munandar (1992:79) menyatakan bahwa Belajar kreatif tidak timbul secara kebetulan tetapi memerlukan persiapan, antara lain dengan menyiapkan suatu lingkungan kelas yang merangsang anak-anak untuk belajar secara kreatif. Dalam persoalan ini, metode pembelajaran menjadi salah satu faktor yang penting dalam pengembangan kreativitas siswa. Pada umumnya metode yang digunakan oleh guru-guru seni tari cenderung membosankan dan kurang variatif, sehingga menghambat proses imajinatif dan kreativitas siswa. Siswa sulit untuk berekspresi sesuai dengan imajinasinya, siswa lebih ditekankan pada menghapal tarian baku yang diberikan oleh guru. Pembelajaran seperti ini jelas kurang efektif bagi proses

5 perkembangan kreativitas siswa. Hal tersebut dipertegas Tisna Somantri dalam Ginanjar (2005:5), sebagai berikut : bahwa: Para guru kesenian dalam proses belajar kesenian lebih menekankan kepada hapalan saja, sedangkan hal-hal yang bersifat apresiasi dan keterampilan kurang diperhatikan. Para guru kurang memotovasi pengungkapan ekspresi siswa, padahal aspek itu sangat penting dalam pengembangan kreativitas dan daya inovatif siswa. Hal yang sama dikemukakan oleh Mulyaningsih dalam Ginanjar (2005:6), Proses belajar mengajar seni tari bukanlah mengajarkan proses kegiatan yang hanya menirukan dan menghafalkan gerak saja, tapi harus mendorong dan mengembangkan daya kreativitas siswa, sehingga melalui proses belajar mengajar tari anak akan mendapat kesempatan menumbuh kembangkan kemampuan berpikir, berekspresi, berkreasi, beraktivitas olah seni secara kreatif dan mandiri sesuai perkembangannya. Kutipan di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kreatif merupakan proses belajar yang bukan hanya meniru dan menghafalkan apa yang sudah diajarkan oleh guru saja tetapi juga siswa dituntut untuk mampu mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan ide kreatif siswa juga mampu mengungkapkan pendapatnya dan menyalurkan ekspresi dirinya melalui gerak tari. Pendidikan seni tari di sekolah merupakan bidang pelajaran yang berfungsi memberikan landasan estetis, etis dan filosofis. Kepekaan berfikir, imajinasi dan perwujudan sikap kreatifnya lebih banyak dikembangkan oleh potensi sensor motorik di dalam menangkap stimulus dari lingkungannya. Kecenderungan proses pembelajaran yang nampak adalah siswa lebih banyak bermain, meniru dan merespon benda atau perbuatan yang ditangkapnya melalui potensi inderawinya. Peluang dalam menggali sikap-sikap kreatif dari siswa akan lebih banyak diperoleh dari sumbersumber pembelajaran yang berangkat dari kemampuan siswa masing-masing. Dalam hal ini Sal Murgianto dalam Masunah (2003: 245) mengungkapkan sebagai berikut. Nilai tari dalam dunia pendidikan menurut hemat kami, bukan terletak pada latihan kemahiran dan keterampilan gerak semata-mata tetapi lebih pada kemungkinannya untuk memperkembangkan daya ekspresi anak. Tari harus

6 memberikan pengalaman kreatif pada anak-anak dan harus diajarkan sebagai salah satu cara untuk mengalami dan menyatakan kembali nilai estetika yang dialami dalam hidupnya. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa peran tari sebagai media pendidikan tidak hanya sebatas memberikan pengalaman bergerak. Tetapi, lebih dari itu harus mampu pula mengembangkan daya ekspresif dan pengalaman kreatif siswa. Hal ini dipertegas Garha dalam Ginanjar (2005:16), yang mengungkapkan bahwa Kreativitas tari adalah kreativitas peragaan yang disamping mengungkapkan bentuk masa kini juga mengungkapkan kaitan yang tidak terlepas dari masa lampau. Dengan demikian, kreativitas dapat digali dari pengalaman yang dimiliki siswa sendiri, baik yang dialami pada saat ini maupun yang sudah terjadi. Dalam hal ini, ada tahapan menuju suatu hasil dari produk kreatif yang disebut sebagai suatu proses kreatif. Esensi dari proses kreatif adalah berpikir imajinatif, terlebih lagi dalam pembelajaran seni tari, dimana siswa dituntut untuk dapat berimajinasi dalam mengembangkan gerak sesuai dengan tema atau cerita yang siswa pilih. Untuk mewujudkan pembelajaran tari tersebut, perlu sebuah model dan metode pembelajaran yang dapat merangsang daya imajinasi siswa, dan salah satu yang dianggap tepat adalah model pembelajaran Synectic. Istilah synectic diambil dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan kata syn yang berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang berbeda. Dalam dunia keilmuan, synectic biasanya berhubungan dengan kreativitas dan pemecahan masalah, selain itu juga berhubungan dengan dinamika kelompok dalam latihan berfikir. Pada awalnya, synectic dikembangkan dalam dunia industri namun dalam pekembangannya ternyata sukses diterapkan dalam dunia pendidikan dan dikenal sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kreativitas. Synectic merupakan sesuatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreativitas dan meningkatkan Imajinasi, dirancang oleh Gordon dalam Dahlan (1984:87). Mula-mula Gordon menerapkan prosedur synectic guna keperluan mngembangkan aktivitas kelompok dalam organisasi-organisasi

7 industry; dimana para individu harus mampu bekerjasama satu dengan yang lainnya dan sebagai orang yang mampu mengatasi masalah (problem solver) atau sebagai orang yang mampu mengembangkan produksi (product-developers). Aktivitas metaporik merupakan model synectic, dimana kreativitas menjadi suatu proses yang disadari. Metafora-metafora membentuk hubungan persamaan, membedakan objek atau ide yang satu dengan ide yang lainnya dengan mempergunakan pengganti. Objek pengganti ini langsung mengilhami proses kreatif dengan cara menghubungkan sesuatu yang telah dikenal dengan sesuatu yang belum dikenal. Model synectic merupakan model pembelajaran yang memungkinkan terwujudnya tujuan pembelajaran kreatif. Model ini dikembangkan dari seperangkat anggapan dasar tentang psikologis kreativitas. Anggapan dasar itu oleh Gordon dituangkan dalam tiga asumsi yang mendasari synectic, yaitu: (1) proses kreatif dapat dideskripsikan secara konkret, deskripsi ini dapat digunakan untuk mengembangkan metode pengajaran yang dapat mengembangkan kreativitas secara individual maupun kelompok, (2) penemuan kreatif dalam bidang seni dan bidang sains serupa, dan diperoleh melalui proses dasar intelektual yang sama, dan (3) proses kreatif individu serupa dengan proses kreatif dalam kelompok. Disamping itu Gordon juga menjelaskan bahwa komponen emosional jauh lebh penting dibandingkan intelektual pada awal proses kreatif. Metafora memperkenalkan konsep jarak antara siswa dengan objek atau subjek lain, mendorong berfikir orisinil. Melalui tahapan-tahapan yang ditawarkan dari konsep pembelajaran synectic, maka siswa diarahkan untuk dapat mengembangkan proses berpikir kreatifnya sampai melahirkan suatu produk kreatif dalam konteks pembelajaran seni tari. Dari pemaparan tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengamati secara langsung terjadinya proses kreatif dalam pembelajaran seni tari melalui penerapan model pembelajaran synectic. Adapun judul yang diangkat adalah Model Pembelajaran Synectic Untuk Mengembangkan Kemampuan Ekspresi Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran Seni Tari Di SMK MVP ARS Internasional Bandung.

8 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang peneliti temukan maka dapat peneliti rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penerapan model synectic dalam pembelajaran tari untuk mengmbangkan kemampuan ekspresi kreatif siswa dalam pembelajaran seni tari di SMK MVP ARS Internasional Bandung? 2. Bagaimana hasil penerapan model synectic dalam pembelajaran tari terhadap pengembangan kemampuan ekspresi kreatif siswa dalam pembelajaran seni tari di SMK MVP ARS Internasional Bandung? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan perolehan data mengenai proses penerapan model synectic dalam pembelajaran seni tari untuk mengembangkan kemampuan ekspresi kreatif siswa dalam pembelajaran seni tari di SMK MVP ARS Internasional Bandung? 2. Mendeskripsikan hasil penerapan model synectic dalam pembelajaran tari untuk mengembangkan kemampuan ekspresi kreatif siswa dalam pembelajaran seni tari di SMK MVP ARS Internasional Bandung? D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada semua pihak khususnya bagi: 1. Peneliti Memperoleh pengalaman dan menambah wawasan dalam proses pembelajaran seni tari di tingkat sekolah menengah atas. 2. Guru

9 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Lembaga Sekolah Sebagai input terhadap sekolah tentang salah satu proses pembelajaran dengan menggunakan model synectic untuk mempermudah tercapainya tujuan. E. Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah model pembelajaran synectic merupakan salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat mengembangkan kemampuan ekspresi kreatif siswa dalam pembelajaran seni tari di SMK MVP ARS Internasional Bandung. F. Struktur Organisasi Penelitian LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi dan Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Asumsi Penelitian F. Struktur Organisasi BAB II KAJIAN TEORITIS

10 A. Pengertian Model Pembelajaran Synectic dalam Pmbelajaran Seni Tari B. Mengembangkan Ekspresi Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Seni tari C. Hakikat Pembelajaran Seni Tari di Sekolah Menengah Atas BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian B. Desain Penelitian C. Metode Penelitian D. Definisi Operasional E. Instrumen Penelitian F. Langkah-Langkah Penelitian G. Teknik Pegumpulan Data H. Teknik Analisis Data I. Variabel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN